Petualanganku mengejar responden masih berlanjut. Responden kelima yang kemarin pulang kampung, belum juga kembali hari ini. Sementara responden keenam adalah pegawai salah satu instansi di kota ini. Bersyukur si bapak sedang ada di rumah karena sedang izin kerja untuk mengawasi tukang di rumahnya. Pendataan pun berjalan dengan lancar, apalagi ternyata beliau adalah teman sekantor dari tetanggaku. Biasanya kalau ada keterkaitan dengan satu nama yang sudah dikenal akan lebih memudahkan pendataan. Responden akan percaya kalau kita bukan petugas abal-abal.
Responden ketujuh adalah pemilik warung makan yang setelah aku konfirmasi, beliau mau didata tapi nanti setelah warung sudah mau tutup sekitar jam 2 atau jam 3. Sebagai pengumpul data yang baik, aku harus memenuhi permintaan responden. Bagitu juga dengan responden kedelapan, belum bisa aku data sekarang. Rumahnya sepi, berkali-kali kuketuk pintu tak ada jawaban.
Aku pun melanjutkan perjalanku pada responden kesembilan dan kesepuluh. Kehadiranku diterima dengan pintu terbuka di rumah dua responden ini. Mereka menjawab dengan baik semua pertanyaan yang aku sampaikan. Tidak hanya menjawab pertanyaan, mereka yang sama-sama tokoh masyarakat ini banyak bercerita pada saya. Mulai tentang kinerja pemerintahan sekarang, keadaan politik, bencana alam, sampai membahas tentang anak-anak beliau. Senangnya menjadi pengumpul data adalah ketika mendengarkan cerita dari responden seperti ini. Banyak pengalaman yang bisa didapatkan. Meski waktu pendataan yang tadinya bisa satu jam saja terpaksa harus diperpanjang hingga dua jam karena keasyikan bercerita.
Setelah mampir sholat ke mushola dalam perumahan ini, aku pun kembali mendatangi responden ketujuh. Warung makan ini sudah agak sepi. Jam makan siang sudah berlalu 2 jam lalu. Masih ada beberapa orang yang makan disini tapi ibu dan bapak pemilik warung sudah mendelegasikan tugasnya pada sang asisten. Beliau berdua sudah duduk manis di depanku sekarang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Dua gelas es teh juga sudah ada di depanku. Alhamdulillah ada rezekii tak terduga lagi hari ini. Bahkan setelah semua pertanyaan selesai aku sampaikan, bapak ibu pemilik warung mempersilahkan aku untuk makan. "Saya tahu mbak belum makan. Tadi saya lihat mbak baru keluar dari rumah di ujung gang kan? Berarti dari tadi mbak belum istirahat. Sudah makan dulu saja meski lauknya sudah tinggal sedikit." kata ibu pemilik warung yang baik hati.
Perut sudah kenyang dan kuesioner sudah lengkap terisi jawaban responden, itu tandanya aku si pengumpul data harus melanjutkan perjalanan. Sebelum kembali ke kantor untuk absen pulang, aku mencoba mampir ke rumah responden ke delapan yang tadi kosong. Sudah ada motor di depan rumah.
Sudah percaya diri untuk mewawancarai responden, rupanya yang ada di rumah adalah sang anak. Katanya si bapak sedang keluar kota, rencananya pulang besok sore. Jadi saya disarankan untuk kembali lagi besok sore. Saya tidak kekurangan akal, saya meninggalkan nomor telpon dan meminta tolong untuk dikabari kalau si bapak sudah kembali.
***
Keesokan harinya anak responden kedelapan mengirimkan sms, katanya si bapak sudah pulang. Saya bisa menemui beliau sore hari. Saya pun dengan senang mengunjungi rumah responden setelah ashar. Tapi ternyata rumah sepi, pintu tertutup dan tidak ada motor di depan rumah. Saya mencoba menelpon sang anak tapi tidak diangkat. Karena sudah terlanjur sampai di sini, saya putuskan untuk menunggu. Tiga puluh menit menunggu tapi tak ada tanda-tanda pemilik rumah akan datang. Akhirnya saya kembali ke kantor. Sesampainya di kantor, anak responden sms menyampaikan maaf karena tadi mereka masih menghadiri undangan. Saya disarankan untuk datang lagi ke rumah setelah maghrib.
Setelah sholat maghrib, saya pun langsung mendatangi lagi rumah responden. Lampu di rumah ini sudah menyala tapi masih sama sepinya dengan sore tadi. Tidak ada motor juga di depan rumah. Saya menelpon sang anak dan dia mengatakan kalau masih ada acara, tapi si bapak sudah ada di rumah, mungkin masih di mushola. Saya disarankan untuk menunggu.
Saya pun kembali menunggu di depan rumah. Lima belas menit berlalu, pemilik rumah tak juga menampakkan batang hidungnya. Sementara gerimis mulai menyapa. Tak mungkin bertahan di tengah gerimis yang semakin merapat, saya pun memutuskan untuk pulang. Perjuangan mengejar satu responden belum membuahkan hasil.
Jam delapan malam telpon genggamku berdering, "Maaf mbak, tadi bapak masih di mushola. Sekarang bapak dan saya sudah ada di rumah. Silahkan kalau mbak mau datang, bapak sudah menunggu."
Untung belum berganti kostum dengan daster kebesaran. Secepat kilat saya melesat ke rumah responden ditemani bau tanah yang baru terguyur hujan. Alhamdulillah akhirnya malam ini saya bisa bertemu dengan bapak responden yang sudah saya rindu. Pendataan malam ini berjalanan lancar, obrolan hangat di malam hari semakin hangat ditemani segelas kopi susu yang disajikan khusus untukku. Manisnya susu membuatku lupa pada pahit kopi yang disajikan bersamanya. Seperti aku melupakan lelahku mengejar bapak responden ketika sudah berhasil mewawancarai beliau malam ini.
Ah, betapa indah perjuanganku mengejar responden tiga hari ini. Dan perjuangan semacam ini masih akan berlanjut di hari-hari berikutnya. Si pengumpul data akan terus berpetualang untuk menaklukkan hati para respondennya.
#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday48 #tantangancerbung
No comments:
Post a Comment