Dulu, saya pernah berpikir pratis bahwa anak-anak itu sama dan saya
bisa memperlakukan mereka dengan cara yang sama pula. Ternyata saya
salah. Memili dua anak dengan jenis kelamin yang sama dan jarak usia yang tidak jauh bukan berarti membuat saya bisa memperlakukan mereka dengan cara yang sama. Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Dulu, saya meyakini bahwa anak-anak terlahir bagai kertas kosong. Putih dan bersih. Selanjutnya tergantung kita, para orangtua, bagaimana mau mengisi kertas kosong itu. Lagi-lagi ternyata saya salah. Anak-anak dilahirkan sudah membawa bintang mereka masing-masing. Anak-anak terlahir dengan kehebatannya masing-masing. Tugas kita adalah membantu anak untuk menemukan dirinya, menggali bakat dan minatnya. Hal ini biasa disebut discover ability.
Mengenalkan anak kepada bermacam-macam aktivitas dan memperkaya wawasan anak sampai menemukan aktivitas yang membuat mata mereka berbinar-binar. Biarkan anak menghabiskan waktu untuk mempelajari sesuatu atau melakukan aktivitas yang membuat mata mereka berbinar. Inilah masa anak untuk menemukan misi spesifiknya sebagai manusia.
Seringkali kita memaksakan anak untuk mempelajari banyak hal, bisa melakukan segala hal bukan fokus pada keahlian atau hal-hal yang paling mereka sukai. Padahal hal ini justru akan membuat mereka kesulitan untuk menemukan minat dan bakatnya. Seringkali orangtua tanpa sadar memaksakan anak-anak untuk pintar dalam hal akademis, padahal bisa jadi minat dan bakat anak bukan pada pelajaran akademis.
Coba kita lihat ikan di dalam kolam. Ikan itu jago berenang, jadi jangan paksakan dia untuk menghabiskan waktunya untuk belajar terbang, apalagi mengharapkan dia bisa terbang sepintar burung. Pun sebaliknya, burung itu jago terbang, bila kita biarkan dia menghabiskan waktunya untuk berlatih terbang maka dia akan menjadi maestro dalam bidangnya.
Mari kita analogikan contoh di atas dengan anak-anak kita. Anak-anak yang tidak menyukai pelajaran menggambar lalu kita paksakan untuk mengikuti kursus menggambar agar bisa seperti teman-temannya. Hal ini hanya akan membuat anak sama dengan teman-temannya, bukan membuat mereka menjadi pakar di bidangnya. Anak-anak yang tidak menyukai matematika kita paksa untuk mendapatkan nilai ulangan yang tinggi dalam pelajaran itu, hanya akan membuat anak terpaksa bukan benar-benar memahami materinya.
Kita harus pandai-pandai discover ability pada anak, menemukan bakat dan minat mereka. Dan langkah selanjutnya yang bisa kita lakukan adalah mendampingi mereka untuk menghabiskan waktu terbesarnya untuk melakukan aktivitas yang paling mereka sukai itu. Bantu anak-anak agar bintang yang dibawa sejak lahir oleh mereka semakin bersinar terang seiring pertambahan usianya. Izinkan anak menjadi maestro pada bidang yang paling diminatinya.
Saya sedang berulang-ulang meyakinkan pada diri tentang hal ini. Dua anak laki-laki saya memiliki kemampuan dan peminatan yang berbeda. Anak sulung lebih menyukai aktivitas fisik, pelajaran yang dia sukai hanya Al Qur'an dan Bahasa Arab. Sedangkan anak bungsu memang suka membaca dan belajar tapi kurang menyukai aktivitas fisik.
Saya pernah memaksakan anak sulung untuk mendapatkan nilai yang bagus pada semua mata pelajaran yang dia pelajari di sekolah. Ternyata setelah saya mencoba jujur pada diri sendiri dalam melihat perkembangan anak sulung, saya menemukan sinar matanya selalu meredup kala dipaksa untuk belajar. Apalagi memintanya belajar dengan cara 'yang saya mau'. Saya ingin anak sulung bisa belajar dengan duduk manis membaca buku pelajaran seperti apa yang dilakukan oleh adiknya. Pun sebaliknya, saya pernah memaksakan anak bungsu untuk melakukan aktivitas fisik seperti mencoba flying fox yang dia tidak suka. Hal ini hanya untuk membuatnya sama dengan masnya, laki-laki harus berani dan mau melakukan aktivitas seperti itu.
Sebuah kesalahan yang masih berusaha saya perbaiki sekarang. Mencoba mengenali lagi bintang yang ada dalam diri mereka. Mencari cara terbaik untuk mendampingi mereka. Masa kecil mereka tidak pernah terulang, jadi saya harus bisa mendampingi dan membimbing mereka dengan cara terbaik. Mendukung apa yang mereka suka, membuat bintang yang ada dalam diri mereka semakin bersinar terang.
Saya sedang berulang-ulang meyakinkan pada diri tentang hal ini. Dua anak laki-laki saya memiliki kemampuan dan peminatan yang berbeda. Anak sulung lebih menyukai aktivitas fisik, pelajaran yang dia sukai hanya Al Qur'an dan Bahasa Arab. Sedangkan anak bungsu memang suka membaca dan belajar tapi kurang menyukai aktivitas fisik.
Saya pernah memaksakan anak sulung untuk mendapatkan nilai yang bagus pada semua mata pelajaran yang dia pelajari di sekolah. Ternyata setelah saya mencoba jujur pada diri sendiri dalam melihat perkembangan anak sulung, saya menemukan sinar matanya selalu meredup kala dipaksa untuk belajar. Apalagi memintanya belajar dengan cara 'yang saya mau'. Saya ingin anak sulung bisa belajar dengan duduk manis membaca buku pelajaran seperti apa yang dilakukan oleh adiknya. Pun sebaliknya, saya pernah memaksakan anak bungsu untuk melakukan aktivitas fisik seperti mencoba flying fox yang dia tidak suka. Hal ini hanya untuk membuatnya sama dengan masnya, laki-laki harus berani dan mau melakukan aktivitas seperti itu.
Sebuah kesalahan yang masih berusaha saya perbaiki sekarang. Mencoba mengenali lagi bintang yang ada dalam diri mereka. Mencari cara terbaik untuk mendampingi mereka. Masa kecil mereka tidak pernah terulang, jadi saya harus bisa mendampingi dan membimbing mereka dengan cara terbaik. Mendukung apa yang mereka suka, membuat bintang yang ada dalam diri mereka semakin bersinar terang.
#RuangBerkaryaIbu #IbuProfesional #MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta #KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu #Proyek2RBI #Day17
#semuaanakadalahbintang #institutibuprofesional #kelasbundasayang #Day11
#30DWC #30DWCJilid13 #Day12
No comments:
Post a Comment