Di setiap hijaunya dedaunan aku selalu melihatmu ibu.
Karena hijau adalah ibu. Pun ketika engkau hendak pergi untuk selamanya kau
datang padaku lewat mimpi dengan baju serba hijau kesukaanmu.
Di setiap wajah tenang & bijak seorang ibu pun aku
melihat sosokmu ibu.
Seperti hari ini aku bertemu dengan seorang eyang
putri. Ini pertemuan kedua kami. Sarapan bersama dan saling bercerita. Aku
melihat beliau sebagai sosok ibu yang hebat sepertimu ibu.
Putra beliau lima, sama denganmu. Cucu beliau 12
dengan sebagian besarnya laki2 pun sama denganmu ibu.
Empat putra beliau ada di luar kota, bahkan ada yg di
lain benua. Hanya satu putra yang masih satu kota dengan beliau. Masih sama
denganmu ibu.
Hari ini aku bertanya pada beliau, "Eyang sedih
gak anak2nya jauh dari Eyang?"
Eyang bercerita, "Dulu, eyang dan saudara2 eyang
juga sama. Hampir semua menetap di kota yang berbeda. Saat eyang bertanya hal
yang sama pada ibu, beliau menjawab bahwa tak apa kalian jauh. Karena disinipun
ibu tak bisa memberikan apa2. Ibu hanya bisa membekali kalian dengan ilmu.
Selebihnya kalian cari bekal kalian sendiri dengan ilmu itu"
Oh ibu, kau tau betapa hatiku terserang rindu yang
teramat sangat saat mendengar jawaban itu. Jawaban yang sama yang pernah
kudengar darimu ibu.
"Ibu ora nyangoni bondho. Ibuk nyangoni awakmu
ilmu. Nyangoni bondho mesti enteke. Tapi nyangoni ilmu ora ono enteke. Bondho
awakmu iso golek dewe"
"Ibuk ora sedih awakmu ditempatno adoh ng
Bengkulu. Ibuk bakal sedih nek awakmu ng kene ng sebelah ibuk tapi awakmu malah
gak lapo-lapo gak duwe kerjaan." Penggalan pesan2 yang tertulis rapi dalam
memori.
Eyang putri itu dengan bangga bercerita tentang
anak2nya. Salah satunya ada di lain benua. Dan dua cucunya yang disana,
keduanya menjadi dokter spesialis.
Lihatlah ibu, betapa dibalik anak-anak yang hebat
pasti ada ibu yang bijak dan kuat. Sepertimu ibu.
Di mata lembut dan tenang eyang putri itu, aku melihat
senyummu ibu.
Seperti halnya aku melihatmu pada hijaunya daun yang
ada disetiap langkahku.
No comments:
Post a Comment