Thursday, 8 March 2018

Petualangan Si Pengumpul Data (1): Bumi Raflesia Petualangan Pembuka

Bumi Raflesia. Tak pernah sedikit pun aku terpikir untuk mengijakkan kakiku di tanah pengasingan Bung Karno ini. Sepi, panas dan rindu, mungkin itu tiga rasa yang mewakili keadaan sepanjang perjalanan dari bandara Fatmawati ke rumah senior yang menjemput aku dan lima temanku. 

Empat tahun jauh dari orang tua demi perjuangan bisa kuliah gratis di Jakarta dan setelah lulus bisa langsung kerja. Siapa sangka setelahnya aku jadi lebih jauh dari orang tua. Negara mengirimku ke tanah Sumatra. Bengkulu akan menjadi ladang pertamaku untuk berpetualang sebagai si pengumpul data. 

Jangan bayangkan Kota Bengkulu sebagai ibukota provinsi memiliki suasana yang ramai seperti kota besar di pulau Jawa. Bahkan kampung halamanku di ujung selatan kabupaten Malang pun masih lebih ramai dari kota yang terkenal dengan sambal tempoyak ini. Aku pernah bertanya pada senior dalam perjalanan dari bandara, "Apa setiap hari Bengkulu sesepi ini?"

"Tidak, besok kalau hari kerja juga bakal ramai." jawab seniorku. Alhamdulillah, masih ada harapan berarti tentang kota ini. Begitu pikirku saat itu.


Ternyata Kota Bengkulu hanyalah persinggahan sementara bagiku dan teman-teman. Hanya satu bulan kami di ibukota provinsi. Setelahnya, kami akan disebar ke 9 kabupaten/kota yang ada di provinsi pesisir selatan Sumatra ini. Ah, kemana lagi kaki ini akan melangkah. Bahkan seminggu hidup di Bengkulu belum sekalipun aku menemukan keramaian. Bagaimana dengan kabupaten/kota selain ibukota provinsi ini?

Dalam perjalanan dari kosan ke kantor, kami hanya berbarengan dengan beberapa angkot yang disebut taksi disini. Kita bisa minta diantarkan kemana saja sesuai dengan pesanan, angkot rasa taksi, mungkin bisa disebut begitu. Dengan menumpang angkot taksi ini kami bisa berjalan-jalan di Kota Bengkulu. Pantai Panjang yang indah dengan pasirnya yang membentang panjang dan pusat pertokoan jalan Prapto yang menjadi satu-satunya titik keramaian kota adalah tujuan kami. Aku dan teman-teman benar-benar memanfaatkan waktu untuk keliling kota sebelum nantinya akan dikirimkan ke pedalaman untuk memulai petualangan sebagai pengumpul data.

Tidak terlalu sulit beradaptasi dengan Kota Bengkulu. Cuacanya yang panas hampir sama dengan panasnya Jakarta, tempat kami menimba ilmu. Bahasa sehari-hari yang digunakan masih bisa kami pahami, gabungan antara Melayu, Palembang dan Padang. Mungkin yang agak sulit untuk adaptasi adalah tentang makanan. Bukan rasa, tapi harga. Itulah kenapa akhirnya aku dan teman-teman memutuskan untuk memasak saja. Setiap hari kami bekerja sama untuk terjun ke dapur. Menyiapkan makanan untuk kami sendiri dan juga teman-teman yang laki-laki. Status CPNS masih melekat, jadi kami belum menerima gaji, harus hemat tingkat tinggi.

Di penghujung jatah waktu satu bulan yang diberikan, aku dan teman-teman diharuskan mengikuti sebuah pelatihan kegiatan survei. Pelatihan Survei Sosial Ekonomi Nasional atau Susenas menjadi bekal pertama yang kuterima. Banyak sekali pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Sepertinya semua sisi hidup manusia dikuliti dalam survei ini. Bayangkan kuesionernya saja ada dua buku. Pertanyaannya mulai dari nama, anggota rumah tangga, usia, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, fasilitas rumah, sampai pengeluaran dan pendapatan. Bukan hanya jumlahnya saja yang ditanyakan mengenai pengeluaran dan pendapatan, tapi rinciannya juga. Berapa kilogram beras yang dikonsumsi dalam seminggu terakhir, tepung terigu, umbi-umbian, ikan, daging, ayam, telur, sayur, susu, buah-buahan, bumbu-bumbuan, makanan jadi, juga rokok. 

Hanya makanan saja?

Tentu tidak. Konsumsi non makanan sebulan lalu juga ditanyakan. Perkiraan nilai sewa rumah, pengeluaran untuk perbaikan rumah, bahan bakar, sabun mandi, baju, pulsa alat-alat rumah tangga, pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan sampai berapa uang yang dikeluarkan untuk membayar hutang pun ditanyakan. 

Jantungku berdegup lebih kencang selama pelatihan survei ini. Bukan... aku bukan sedang lapar. Tapi aku memikirkan bagaimana caranya nanti aku menyampaikan pertanyaan sebanyak  ini pada responden. Jangan-jangan aku malah diusir oleh mereka. Ya Allah apa petualangan pertamaku nanti justru akan menjadi tragedi menyakitkan yang menimbulkan luka tak berdarah?



#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday43 #tantangancerbung

No comments:

Post a Comment