Dear Pak Suami,
2 Juni sepuluh tahun lalu
adalah saat pertama kita bertatap muka setelah kurang lebih satu bulan
berkomunikasi jarak jauh dipisahkan oleh selat Sunda.
2 Juni sepuluh tahun lalu
itulah aku dengan tegas berkata padamu, “Kita sudah bertemu. Inilah aku dengan
wujud nyataku. Kalau memang kamu serius segera kenalkan aku pada keluargamu dan
lamar aku. Tapi kalau kamu tidak serius, perkenalan kita cukup sampai disini. “
2 Juni sepuluh tahun lalu
menjadi langkah awal, menjadi cerita pembuka perjalanan kita berdua. Perkenalan
yang masih sangat singkat, satu bulan tepatnya, lewat jejaring sosial,
friendster waktu itu, tidak menghalangi kemantapan hatiku untuk memilihmu
menjadi pendampingku. Hanya satu bulan komunikasi kita melalui sms dan telfon
sudah cukup bisa meyakinkanku bahwa kamulah yang terbaik. Aku tinggal menunggu
jawaban lewat keseriusanmu untuk memastikan bahwa kamu benar-benar jodohku.
Dear Pak Suami,
Aku teringat saat pertama kali
melihat fotomu di Friendster waktu itu, reaksi pertamaku adalah “Ah gak
ganteng.” , dan aku melewatkan begitu saja undangan pertemanan yang kau
kirimkan. Tapi entah angin apa yang membuatku menghubungimu terlebih dahulu
dikemudian hari. Sampai akhirnya satu bulan itu kita intensif berkomunikasi,
membicarakan segala visi dan misi kehidupan masing-masing.
Dear Pak Suami,
Mungkin sampai sekarang aku
masih sering bertanya-tanya mengapa engkau memilih aku menjadi pendamping
hidupmu?
Aku dengan segala
kekuranganku, aku yang merasa tak banyak kelebihan yang kupunya.
Dan kalau kau bertanya padaku,
mengapa aku mantap memilihmu menjadi suamiku maka kau akan menemukan banyak
jawaban.
Dear Pak Suami,
Kamu adalah orang hebat yang
bisa menangani aku yang keras kepala ini.
Kamu adalah orang paling sabar
yang bisa menghadapi besarnya egoku ini.
Kamu adalah orang yang
sederhana, tidak neko-neko dan yang pasti kamu adalah lelaki pecinta keluarga.
Kamu adalah orang yang punya
visi dan misi hidup yang searah denganku.
Kamu adalah orang yang tak
pernah memperhitungkan materi untuk berbagi.
Kamu adalah orang yang bisa
melembutkan hatiku disaat meledak-ledak emosiku.
Kamu adalah orang yang bisa
menaklukkan hati ibuku hanya melalui fotomu.
Ahhhh Pak Suami,
Masih banyak lagi alasan yang
membuatku jatuh cinta padamu waktu itu hingga kini.
Meski kamu bukan tipikal
lelaki tukang gombal dengan segala kata rayuan. Kamu selalu bisa membuktikan
cintamu lewat tingkah lakumu bukan kata-kata penuh rayu.
Kamu yang tak pernah
menuntutku menjadi lemah lembut seperti wanita lain meski kau tahu betapa kasarnya
aku.
Kamu yang tiba-tiba membelikan
aku sandal jepit karena melihatku kelelahan berjalan dengan high heels agar
tampak cantik saat berjalan denganmu.
Dear Pak Suami,
Sekarang pun aku masih jatuh
cinta padamu. Meskipun pahit getir telah kita rasakan bersama, tapi kamu tetap
yang terbaik bagiku.
Sekarangpun kamu masih selalu
sabar meghadapi aku yang keras kepala, egois, moody dan emosional ini.
Dear Pak Suami,
Mungkin terkadang aku menjadi
sangat menyebalkan buat kamu.
Mungkin aku terkadang sering mengganggu
tidurmu dengan rengekanku.
Mungkin aku terkadang suka
protes kalau kamu terlambat pulang kerja.
Mungkin aku terkadang suka
keberatan kalau kamu sering ada kegiatan malam.
Mungkin aku sering meminta
pertolonganmu untuk pekerjaan dapurku.
Tahukah engkau Pak Suami, aku
melakukan itu semua karena aku selalu ingin dekat denganmu. Beberapa jam saja
tanpa dirimu rasanya sepi. Saat kamu ke luar kota mungkin aku terlalu sering
menghubungimu, mungkin aku terlalu sering menanyakan kamu sedang apa, dengan siapa,
itu tak lain karena aku selalu mengkhawatirkanmu.
Dear Pak Suami,
Kau tahu betapa aku sangat
takut untuk kehilanganmu. Kau tahu aku tak punya siapa-siapa lagi yang
menyayangi selain dirimu. Itulah kenapa aku selalu berkata, jika aku boleh
meminta pada Allah, suatu saat panggillah aku terlebih dahulu karena aku tak
akan kuat untuk hidup tanpa dirimu.
Dear Pak Suami,
Terimakasih telah mewarnai
hidupku sepuluh tahun ini.
Terimakasih telah mendampingi
dan menjagaku sepuluh tahun ini.
Terimakasih telah bersedia
memelukku disaat air mata menyapaku.
Terimakasih telah
menenangkanku disaat amarah mendekatiku.
Terimakasih telah bersedia
tertawa bersamaku meski itu menertawakan kekonyolan-kekonyolan diri kita
sendiri.
Dear Pak Suami,
Maafkan aku dengan segala kekuranganku.
Maafkan aku terlalu banyak
menuntutmu untuk lebih perhatian dan pengertian padahal aku lah sebenarnya yang
sangat sulit untuk dimengerti.
Maafkan aku belum bisa menjadi
istri yang baik bagimu.
Maafkan aku belum bisa menjadi
ibu yang sempurna untuk anak-anak kita.
Maafkan aku yang masih egois
dan keras kepala.
Maafkan aku yang terlalu
sering melukai hatimu dengan segala perkataan dan tingkah lakuku.
Dear Pak Suami,
Jika aku boleh mengutip lirik
sebuah lagu , aku pilih lagu ini untukmu
Aku manusia yang paling butuh kamu
Membutuhkanmu
Hatiku memalingkan pandang hanya padamu
Pada hatimu
Jangan lelah menghadapiku
Biarkan aku jadi yang terhebat
Jangan lelah menghadapiku
Biarkan aku jadi yang terhebat
Jadilah kamu kekasih yang kuat
Genggam tanganku bernyanyi bersama
Karena kamu kekasih terhebat
Aku manusia yang paling butuh kamu
Aku manusia yang paling butuh kamu
Membutuhkanmu
Jangan lelah menghadapiku
Jangan lelah menghadapiku
Dear
Pak Suami,
Terimakasih
atas sepuluh tahun ini, jangan pernah lelah menghadapiku karena aku adalah
manusia yang paling butuh kamu, dulu, sekarang dan selamanya.
2 Juni
2017
Dari
aku yang selalu membutuhkanmu.
No comments:
Post a Comment