Sunday 4 June 2017

Dear Pak Suami



Dear Pak Suami,
2 Juni sepuluh tahun lalu adalah saat pertama kita bertatap muka setelah kurang lebih satu bulan berkomunikasi jarak jauh dipisahkan oleh selat Sunda.
2 Juni sepuluh tahun lalu itulah aku dengan tegas berkata padamu, “Kita sudah bertemu. Inilah aku dengan wujud nyataku. Kalau memang kamu serius segera kenalkan aku pada keluargamu dan lamar aku. Tapi kalau kamu tidak serius, perkenalan kita cukup sampai disini. “
2 Juni sepuluh tahun lalu menjadi langkah awal, menjadi cerita pembuka perjalanan kita berdua. Perkenalan yang masih sangat singkat, satu bulan tepatnya, lewat jejaring sosial, friendster waktu itu, tidak menghalangi kemantapan hatiku untuk memilihmu menjadi pendampingku. Hanya satu bulan komunikasi kita melalui sms dan telfon sudah cukup bisa meyakinkanku bahwa kamulah yang terbaik. Aku tinggal menunggu jawaban lewat keseriusanmu untuk memastikan bahwa kamu benar-benar jodohku.
Dear Pak Suami,
Aku teringat saat pertama kali melihat fotomu di Friendster waktu itu, reaksi pertamaku adalah “Ah gak ganteng.” , dan aku melewatkan begitu saja undangan pertemanan yang kau kirimkan. Tapi entah angin apa yang membuatku menghubungimu terlebih dahulu dikemudian hari. Sampai akhirnya satu bulan itu kita intensif berkomunikasi, membicarakan segala visi dan misi kehidupan masing-masing.
Dear Pak Suami,
Mungkin sampai sekarang aku masih sering bertanya-tanya mengapa engkau memilih aku menjadi pendamping hidupmu?
Aku dengan segala kekuranganku, aku yang merasa tak banyak kelebihan yang kupunya.
Dan kalau kau bertanya padaku, mengapa aku mantap memilihmu menjadi suamiku maka kau akan menemukan banyak jawaban.
Dear Pak Suami,
Kamu adalah orang hebat yang bisa menangani aku yang keras kepala ini.
Kamu adalah orang paling sabar yang bisa menghadapi besarnya egoku ini.
Kamu adalah orang yang sederhana, tidak neko-neko dan yang pasti kamu adalah lelaki pecinta keluarga.
Kamu adalah orang yang punya visi dan misi hidup yang searah denganku.
Kamu adalah orang yang tak pernah memperhitungkan materi untuk berbagi.
Kamu adalah orang yang bisa melembutkan hatiku disaat meledak-ledak emosiku.
Kamu adalah orang yang bisa menaklukkan hati ibuku hanya melalui fotomu.
Ahhhh Pak Suami,
Masih banyak lagi alasan yang membuatku jatuh cinta padamu waktu itu hingga kini.
Meski kamu bukan tipikal lelaki tukang gombal dengan segala kata rayuan. Kamu selalu bisa membuktikan cintamu lewat tingkah lakumu bukan kata-kata penuh rayu.
Kamu yang tak pernah menuntutku menjadi lemah lembut seperti wanita lain meski kau tahu betapa kasarnya aku.
Kamu yang tiba-tiba membelikan aku sandal jepit karena melihatku kelelahan berjalan dengan high heels agar tampak cantik saat berjalan denganmu.
Dear Pak Suami,
Sekarang pun aku masih jatuh cinta padamu. Meskipun pahit getir telah kita rasakan bersama, tapi kamu tetap yang terbaik bagiku.
Sekarangpun kamu masih selalu sabar meghadapi aku yang keras kepala, egois, moody dan emosional ini.
Dear Pak Suami,
Mungkin terkadang aku menjadi sangat menyebalkan buat kamu.
Mungkin aku terkadang sering mengganggu tidurmu dengan rengekanku.
Mungkin aku terkadang suka protes kalau kamu terlambat pulang kerja.
Mungkin aku terkadang suka keberatan kalau kamu sering ada kegiatan malam.
Mungkin aku sering meminta pertolonganmu untuk pekerjaan dapurku.
Tahukah engkau Pak Suami, aku melakukan itu semua karena aku selalu ingin dekat denganmu. Beberapa jam saja tanpa dirimu rasanya sepi. Saat kamu ke luar kota mungkin aku terlalu sering menghubungimu, mungkin aku terlalu sering menanyakan kamu sedang apa, dengan siapa, itu tak lain karena aku selalu mengkhawatirkanmu.
Dear Pak Suami,
Kau tahu betapa aku sangat takut untuk kehilanganmu. Kau tahu aku tak punya siapa-siapa lagi yang menyayangi selain dirimu. Itulah kenapa aku selalu berkata, jika aku boleh meminta pada Allah, suatu saat panggillah aku terlebih dahulu karena aku tak akan kuat untuk hidup tanpa dirimu.
Dear Pak Suami,
Terimakasih telah mewarnai hidupku sepuluh tahun ini.
Terimakasih telah mendampingi dan menjagaku sepuluh tahun ini.
Terimakasih telah bersedia memelukku disaat air mata menyapaku.
Terimakasih telah menenangkanku disaat amarah mendekatiku.
Terimakasih telah bersedia tertawa bersamaku meski itu menertawakan kekonyolan-kekonyolan diri kita sendiri.
Dear Pak Suami,
Maafkan aku dengan segala kekuranganku.
Maafkan aku terlalu banyak menuntutmu untuk lebih perhatian dan pengertian padahal aku lah sebenarnya yang sangat sulit untuk dimengerti.
Maafkan aku belum bisa menjadi istri yang baik bagimu.
Maafkan aku belum bisa menjadi ibu yang sempurna untuk anak-anak kita.
Maafkan aku yang masih egois dan keras kepala.
Maafkan aku yang terlalu sering melukai hatimu dengan segala perkataan dan tingkah lakuku.

Dear Pak Suami,
Jika aku boleh mengutip lirik sebuah lagu , aku pilih lagu ini untukmu
Aku manusia yang paling butuh kamu
Membutuhkanmu
Hatiku memalingkan pandang hanya padamu
Pada hatimu
Jangan lelah menghadapiku
Biarkan aku jadi yang terhebat
Jadilah kamu kekasih yang kuat
Genggam tanganku bernyanyi bersama
Karena kamu kekasih terhebat
Aku manusia yang paling butuh kamu
Membutuhkanmu
Jangan lelah menghadapiku
Dear Pak Suami,
Terimakasih atas sepuluh tahun ini, jangan pernah lelah menghadapiku karena aku adalah manusia yang paling butuh kamu, dulu, sekarang dan selamanya.
2 Juni 2017

Dari aku yang selalu membutuhkanmu.







No comments:

Post a Comment