Friday, 7 November 2014

"Ayo nambah satu lagi biar dapat anak cewek."

"Kapan nih nambah anak cewek?"
"Ayo nambah satu lagi biar dapat anak cewek."
"Nambah satu lagi lah, masa bundanya jadi paling cantik di rumah?"

Kalimat-kalimat itu sering wara wiri dalam keseharian kami. Punya dua anak-anak laki-laki (saja?) ternyata memancing orang untuk berkomentar dan bertanya. Jawaban kami selalu sama, "Sudah, cukup dua saja".

Kenapa cukup dua?
Kata Ayah krucils, kasian sama Bunda krucils karena kemarin proses kelahiran krucils lewat operasi SC semua, jadi kalau harus SC untuk ketiga kalinya sangat beresiko. Selain itu kasian juga sama krucils kalau perhatian Ayah Bundanya nanti harus terbagi lagi sama dedek bayi. Lebih baik sekarang kami konsentrasi saja untuk mendidik dan membesarkan krucils.

Kan belum ada anak cewek?
Pengen sih punya anak cewek, kan lucu ya bisa dipakein baju macem2 yang cantik-cantik, bisa dikuncir, bisa diajakin jalan2 shopping ma bundanya, ada yang nemenin di dapur. Tapi kalau lihat anak2 temen yang cewek itu kok kayaknya punya anak cewek itu tanggung jawabnya lebih berat ya. Mulai dari pakai baju aja harus diperhatikan detail, dari tingkah lakunya harus diarahkan sedari dini. Kalau anak cowok pencilakan dan suka teriak2 misalnya, itu wajarlah, tapi kalau anak cewek yang kayak gitu, aduuuuuhhhhh ngeliatnya aja udah pusing apalagi kalau anak sendiri.

Ya terlepas dari itu semua takdir Illahi ya. Kalaupun nanti ternyata kami dititipin anak cewek atau anak cowok satu lagi, gak mungkin juga kami bisa menolak. Tapi untuk saat ini, kami memutuskan, "Sudah, cukup dua saja"

Friday, 9 May 2014

Empat Kota Berjuta Rasa


Sejak pengangkatan CPNS sampai sekarang, saya sudah mengalami 3  kali pindah kantor. Bengkulu-Bengkulu Selatan-Metro-Pekalongan. 
Empat tempat dengan empat karakteristik yang berbeda.
Di Bengkulu hanya satu bulan saja dan saya pada posisi 'anak baru lahir'. Benar-benar seperti bayi yang masih melihat sana sini untuk mengenali dunia yaitu dunia kerja. Disini sayaberuntung karena dipertemukan dengan 'orang tua' yang ringan tangan untuk membimbing saya mengenali dunia.
Di Bengkulu Selatan awal perjuanganku hidup di 'dunia kerja'. Saya mulai diajari berjalan. Dipapah lalu perlahan dibiarkan berjalan sendiri. Budaya yang berbeda, suasana Kota Manna yang sepi, saya yang gak bisa naik motor, saya yang lulusan STIS harus menerima ditempatkan di bagian tata usaha, menjadi poin penting dalam usaha perjuangan saya belajar berjalan di dunia kerja ini. Dengan segala keterbatasan saya bisa menjalankan tugas-tugas dengan bantuan teman-teman dan menjalani hari-hari saya bersama teman seperjuangan, bapak ibu kos dan tetangga-tetangga yang sangat ramah dan baik hati.
Di Metro bisa dibilang saya tidak lagi dianggap seperti anak yang baru lahir. Saya sudah mulai menjadi anak yang mandiri. Harus beradaptasi dengan dunia kerja yang nyatanya tak seramah apa yang  saya bayangkan sebelumnya. Empat bulan ditugaskan di bagian tata usaha, tiga tahun ditugaskan menjadi pelaksana tugas Kepala Seksi IPDS, dan terakhir satu tahun ditugaskan menjadi Kepala Seksi IPDS. Di kantor ini lah medan perjuangan saya dimulai. Tanggung jawab dengan tugas  baru, tantangan untuk adaptasi dengan suasana kantor dan watak teman-teman yang sangat berbeda dengan dua tempat tugasku sebelumnya. Membutuhkan usaha lebih besar untuk bisa sampai pada 'level' enjoy disini. Banyak suka tapi ada juga duka. Saya yang  sangat sensitif dan melankolis dengan kadar 98 persen melankolis bisa dalam lima hari dalam seminggu berturut-turut mengeluarkan air mata. Mungkin masih kaget dengan kerasnya kehidupan kota kecil ini, tepatnya kantor kecil ini. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk bisa menaklukkan tantangan di kantor ini. Dan di saat saya mulai bisa menikmati semuanya saya harus pindah tugas lagi.
Di Pekalongan sejak saya pertama kali datang saya sudah nyaman dengan suasana pertemanan disini. Beban kerja yang otomatis sangat berkurang dibanding dengan tempat tugas sebelumnya dengan lengsernya saya dari kursi panas membuat saya sedikit bernafas lega. Interaksi dengan rekan-rekan kerja bisa dibilang bisa lebih baik dibanding dengan tempat tugas sebelumnya. Atau ini mungkin karena saya sudah belajar banyak tentang adaptasi dan saya sudah mengurangi cukup banyak kadar melankolis saya? Tapi senyaman apapun saya disini saya tetap menemukan tantangan dan rintangan. Dan sampai sekarang saya masih belajar untuk menaklukkan tantangan dan rintangan yang ada dihadapan saya sekarang. 
Terimakasih untuk teman-teman di Bengkulu dan Bengkulu Selatan yang sudah bersedia mendampingi dan membimbing saya di awal perjuangan saya mengenal dunia.
Terimakasih untuk teman-teman di Metro yang sudah bersedia membuat saya jadi lebih kuat dan membuat saya bisa mengurangi kadar sensitif dan melankolis sya menjadi 75 persen.
Terimakasih untuk teman-teman di Pekalongan yang sudah mengajari saya untuk tidak terlalu mengurusi urusan orang lain, spesial terimakasih untuk teman saya yang sudah dan sedang mengajarkan saya untuk menjadi lebih kalem menghadapi semua tantangan dan rintangan yang menghadang, mengajarkan saya untuk tidak menomorsatukan emosi.
Terimakasih semuanya.

Tuesday, 28 January 2014

Tentang Menulis



Hari ini aku nunjukin blog ini,yang sudah sekian lama mati suri, ke salah satu teman kantor. Tujuan awalnya sih cuma mau nunjukin salah satu judul di blog ini,tapi beliau malah baca semuanya. Dan aku dapat satu tanggapan yang mengena di hati, "Ini kamu yang nulis? Salut deh,aku mau nulis rasanya kok susah".
Gimana reaksiku??
Pertama: GR,as usual,hehehe.
Kedua: malu,heloooo that's just my little note. Catatan yang gak ada bobotnya, hanya catatan hati yang dilanda galau.
Ketiga: semangat buat nulis lagi.
Reaksi ketiga ini yang mengingatkan aku pada pesan my luvly big brother pas masa SMA dulu.Beliau berpesan, "Kalau kamu mau jadi orang sukses gak cukup hanya dengan rajin membaca tapi kamu harus rajin menulis juga."
Pesan itu benar-benar bagai angin lalu. Keinginan untuk menulis itu ada, minat untuk menulis itu ada tapi anggapan kalau menulis itu sulit juga ada.
Gak pernah pede dengan tulisan sendiri juga ada.
Alhasil tulisan-tulisanku hanya bermuara di buku diary, blognya friedster (kebanyakan berisi puisi jaman kuliah tahun 2003-2008) dan juga binder cerpen yang hanya bisa kubaca sendiri.
Gak ada usaha lebih untuk menulis sesuatu yang lebih bermutu atau sesuatu yang lebih bermanfaat. Rasanya usahaku dalam menulis seirama dengan usahaku menikmati dan menjalani hidup,hanya berkutat pada kegalauan diri tanpa usaha untuk berkembang.
Yup, bandingin isi blog ini dengan blognya Masku, https://nungab.blogspot.com atau bandingkan temuanmu saat search namaku, Nurul Kurniasih dan nama Masku, Bangun Nur Cahya Kurniawan di Google. Apa yang ada dalam pikiranmu?