Thursday, 30 November 2017

Mandiri Tak Berarti Sendiri

Alhamdulillah minggu ini pembelajaran Level 2 di kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional sudah dimulai. Setelah belajar tentang Komunikasi Produktif pada Level 1 lalu, sekarang kita akan belajar tentang Melatih Kemandirian Anak. Semangat....semangat.....

Kalau saat pembelajaran Komunikasi Produktif kemarin saya memilih anak mbarep untuk berpartner, kali ini saya memilih anak ragil untuk menjadi partner pada level 2 ini. Untuk urusan komunikasi anak ragil memang lebih mudah diajak komunikasi tapi untuk kemandirian masih anak mbarep juaranya. Masih penasaran sih apa karena faktor mbarep dan ragilnya atau ada faktor lain yang mempengaruhi. Tapi apapun hal yang mempengaruhi, kami tetap harus membekali mereka dengan pelajaran kemandirian.

Mandiri itu tak berarti sendiri, tetap ada orang tua yang membersamai. Orang tua yang bertugas menyiapkan bekal untuk anak-anak bisa hidup mandiri. Seperti kegiatan kami kemarin lusa, kebetulan anak ragil mendapat tugas dari sekolah untuk membuat gelang dari manik-manik. Kegiatan bersama orangtua judulnya. Saya sudah belikan manik-manik dan benang senar untuk gelangnya. Malam hari seusai makan malam saatnya kami bertiga beraksi. Lalu dimana letak pelajaran hidup mandiri??

Saya memberi arahan pada anak ragil tentang tahapan membuat gelang dari manik-manik. Tahapan pertama adalah menyiapkan bahan-bahannya, menyiapkan benang senar gelang, gunting dan meletakkan manik-manik di mangkok-mangkok kecil sesuai jenis atau warna manik-maniknya. Disini letak pelajaran kemandiriannya, kegiatan membuat gelang bersama orang tua itu bukan berarti semua disiapkan oleh orang tua. Anak ragil yang menyiapkan semuanya, mengambil gunting, mengambil mangkok-mangkok kecil lalu memasukkan manik-manik ke dalam mangkok. Mungkin terlihat sederhana kegiatan itu tapi sangat bermakna untuk melatih kemandiriannya.

Tugas saya dalam kegiatan ini hanya berkaitan dengan tali menali. Selebihnya anak ragil dan anak mbarep yang bekerja. Iya anak mbarep gak mau ketinggalan untuk membuat gelang juga. Saya hanya memberitahu kalau membuat gelang yang bagus itu dengan susunan manik-manik yang berpola. Saya berikan satu contoh lalu mereka sibuk berkreasi dengan warna warni pilihannya.

Pertama kali membuat gelang dari manik-manik dan mereka ketagihan rupanya. Mau lagi dan lagi sampai tak terasa malam sudah menghampiri. Anak ragil sudah membuat enam gelang dan anak mbarep membuat lima gelang. Good job kawan-kawan. Gelang-gelang sudah dimasukkan plastik untuk dibawa ke sekolah. Anak ragil dan anak mbarep bersama-sama mengembalikan semua perlengkapan ke tempat semula.

Belajar mandiri sebenarnya sudah ditanamkan sejak kecil, tapi membuatnya konsisten dan tetap disiplin adalah tugas yang tak pernah usai. Kuncinya adalah sabar dan teladan.



Baca juga : Komunikasi Produktif, Sebuah Aliran Rasa

#hari1
#gamelevel2
#tantangan10hari
#melatihkemandirian
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

Wednesday, 29 November 2017

Mendung Disini dan Disana


Mendung menggelayut diujung senja hampir setiap harinya. Udara dingin dan lembab membuat ketahanan tubuh kami satu per satu mulai jauh dari prima. Berawal dari anak ragil yang batuk pilek lalu demam dan mimisan. Pertama kali mengalami mimisan membuat saya lumayan ketakutan. Pun dimasa kecil saya langganan mimisan, tetap saja kalau terjadi pada anak rasanya jantung ini berdegup lebih kencang. Berusaha tidak panik karena ibu harus jadi sosok yang menjadi sandaran. 

Setelah anak ragil mulai membaik, kami memanfaatkan waktu untuk istirahat sambil menjenguk Mbah Uti di kampung halaman. Apalah daya dua hari kemudian anak mbarep yang muntah-muntah. Ditambah dengan diare membuat saya harus menjadi ibu siaga. Tapi sekuat-kuatnya ibu akhirnya roboh juga. Semalaman ikut muntah-muntah, tidur harus dengan kostum astronot lengkap dari ujung kaki sampai ujung kepala. Seluruh badan tak jelas bagaimana rasanya. Tak tau mau makan apa, semuanya serba salah.

Orang bilang istirahat saja, tapi menjadi ibu tidak ada cutinya. Tetap harus berdiri tegak untuk keluarga. Apalagi pekerjaan dikantor juga tak mengenal jeda. Pak Bojo yang dinas ke luar kota membuat kondisi drama semakin lengkap sudah. Saya hanya sibuk merasakan pusing kepala dan mual muntah. Sampai teman sebangku anak mbarep diopname pun sampai tak sempat menengok, bahkan tetangga sebelah teman main anak-anak masuk rumah sakit pun saya tak tahu kabarnya. Astaghfirullah, benar-benar mendung disini dan disana 

Ahh, ujian ini tak ada seujung jari jika dibandingkan apa yang dialami saudara-saudara kita di daerah bencana. Teriring do'a tuk kita semua agar senanntiasa sehat dan hidup penuh berkah. Tak lupa do'a tuk saudara-saudara di daerah bencana, Bali, Wonogiri, Pacitan juga Yogyakarta, semoga badai segera berlalu disana. Semoga Allah senantiasa melindungi, memberi kekuatan dan keselamatan untuk kita semua.

Baca juga: Miso Pekalongan

Friday, 24 November 2017

Komunikasi Produktif, Sebuah Aliran Rasa



Tak terasa berakhir sudah kuliah level pertama di kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional. Pada level pertama ini kita belajar tentang komunikasi produktif.

Setiap hari kita pasti berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar kita, dengan suami, anak, ataupun teman-teman kita. Akan tetapi apakah komunikasi yang kita lakukan itu sudah baik? Apakah kita sudah melakukan komunikasi yang produktif?

Di kelas ini kita mendapatkan banyak ilmu tentang Komunikasi Produktif. Ternyata hal yang tiap hari pasti kita lakukan saja ada ilmunya ya. 

'Selisih paham seringkali muncul bukan karena isi percakapan melainkan cara pencapaiannya.'

Nah pada level ini kita diberi tugas untuk mempraktekkan ilmu bersama salah satu anggota keluarga. Saya memilih anak mbarep sebagai partner tantangan level pertama ini. Anak mbarep adalah tipikal anak yang kurang cerewet, beda dengan adiknya. Jadi butuh sedikit perjuangan untuk bisa melakukan  komunikasi produktif dengan dia. Harapannya sih saya bisa menemukan cara terbaik dalam berkomunikasi dengan anak mbarep agar dia lebih terbuka nantinya. 

Tugas atau tantangan level pertama ini harus dikerjakan sedikitnya 10 hari dalam 17 hari yang disediakan. Berikutnya hasil praktek kita itu harus diceritakan dan tulisan dikumpulkan link nya. Saya mengerjakan selama 15 hari dan semoga penerapannya tidak berhenti disitu saja tapi selamanya.

Awalnya bingung mau melakukan apa. Awalnya agak sombong dikit, halah wong tiap hari udah komunikasi kok masih disuruh praktek lagi. Ehhhh setelah dijalani ternyata baru sadar saya selama ini tuh komunikasi dengan anak mbarep kurang fokus. 

Pada materi pertama dijelaskan, bahwa untuk berkomunikasi dengan anak kita harus memperhatikan beberapa hal, antara lain:
  1. Keep Informartion Short and Simple (KISS)
  2. Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah
  3. Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan
  4. Fokus ke depan, bukan masa lalu
  5. Ganti kata "TIDAK BISA" menjadi "BISA"
  6. Fokus pada solusi bukan masalah
  7. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan
  8. Mengganti nasihat menjadi refleksi pengalaman
  9. Mengganti kalimat interogasi dengan kalimat observasi
  10. Mengganti kalimat yang menolak atau mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati
  11. Mengganti perintah menjadi pilihan
Banyak kan?

Coba deh kita ingat-ingat apakah komunikasi kita dengan anak sudah menerapkan poin-poin ilmu tersebut? 

Dari dulu saya sangat percaya kalau keluarga yang baik itu yang komunikasi antar anggotanya berjalan dengan baik. Ternyata benar, dalam materi kuliah kemarin disampaikan kalau anak yang tumbuh dengan komunikasi yang positif dengan orangtua akan memiliki kepribadian, daya tahan terhadap stres dan self esteem yang lebih baik dibandingkan anak yang memiliki hubungan dan komunikasi buruk dengan orang tuanya. 

Hari pertama saya mencoba mengganti kalimat interogasi menjadi kalimat observasi. Biasanya sepulang sekolah langsung menyerbu dia dengan pertanyaan seputar sekolahnya dan dia paling menjawab, "Gak ada PR." Sudah begitu saja. Sekarang saya ganti, "Tadi di sekolah main apa sama Fajar.?" Dan tanpa disangka serentetan cerita saya dapatkan dari dia. Alhamdulillah. Saya jadi tambah semangat untuk menjalankan tantangan hari berikutnya. 

Ternyata kalau 'dipaksa' memperhatikan pola komunikasi kita begini jadi lebih produktif hasilnya. Ini ilmu yang sangat berguna untuk ibu muda seperti saya. 

Komunikasi produktif dengan anak itu susah-susah gampang. Prinsip dasar dalam mewujudkan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak itu adalah dengan menunjukkan ketertarikan dan perhatian agar anak yakin kalau apa yang mereka sampaikan adalah hal penting bagi kita, komunikasi non verbal alias bahasa tubuh juga penting agar anak merasa nyaman dan diperhatikan. Menerima perasaan mereka dengan ucapan, "Wuah seru sekali pasti ya tadi mainnya.", "Mas sedih ya kalau dimarahi Umi? Sama, Umi pun sedih kalau marahin Mas." Dan yang paling penting adalah fokus hanya pada anak. Sediakan waktu untuk benar-benar perhatian dan fokus pada apa yang mereka sampaikan. 

'Biarkan cerita anak-anak mengalihkan dunia kita.'
#aliranrasa #level1 #komunikasiproduktif #kuliahbunsayiip #kelasbundasayang #institutibuprofesional #iippekalongan #iipsemarang #iipjawatengah

Baca juga: Berani Imunisasi


Wednesday, 22 November 2017

Miso Pekalongan


Miso bukanlah kosakata baru dalam dunia perkulineran saya. Dulu saat berpetualang di Kota Manna, Bengkulu Selatan miso adalah makanan favorit terutama saat hujan. Miso disana adalah makanan berkuah yang enak disantap saat panas, berisi bihun, suwiran ayam dan potongan hati ampela ayam yang sudah digoreng garing. Untuk menu yang lebih spesial biasanya ditambahkan dengan ceker ayam. 

Nah tahun 2016 lalu saya kembali bertemu dengan miso, tapi kali ini versi Kota Pekalongan. Diajak oleh para mitra petugas Sensus Ekonomi 2016 wilayah Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara saya nyicip Miso untuk pertama kalinya. Saat itu yang ada dalam pikiran saya ya Miso seperti di Bengkulu Selatan dulu. 

Ternyata Miso, makanan khas Kota Pekalongan yang hanya ada di daerah Krapyak ini, berbeda dengan yang ada dalam pikiran saya.

Miso Bu Maftukhah, Krapyak, Kota Pekalongan

Persamaannya hanya pada kuahnya, sama-sama kuah bening seperti bakso atau juga sop. Miso Pekalongan berisi remukan krupuk usek, mi kuning, tahu, indil alias pentol bakso, telur puyuh, dengkil alias tetelan tulang yang masih ada sedikit daging dan bintang utamanya adalah So. 

Di kampung halaman saya, Malang, So itu adalah daun melinjo. Tapi disini So itu adalah kulit melinjo yang berwarna merah itu. Kalau daun melinjo disebut tlotoh disini.

Trus gimana rasanya? 

Rasanya mirip mirip bakso sih, cuma ada sensasi pahit pahitnya dari si So tadi itu. Unik dan otentik. Kalau buat saya lebih nendang kalau dipenyetin Cabe Setan alias cabe rawit merah rebus. 

Warung miso yang saya dan teman-teman kantor datangi tadi adalah warung milik mitra petugas Sensus Ekonomi2016-Lanjutan. Bu Maftukhah namanya. Beliau buka warung kecil di rumahnya, daerah Krapyak sentral. Tadi lupa gak terlalu mengamati rumahnya ada di gang berapa, tapi tadi kami melewati Balai Kalongguh trus belok kanan di gang kecil yang masih muat untuk satu mobil. Kalau melihat alamat di web Balai Kalongguh sih di Jl. Jlamprang gang 8, Krapyak Kidul.

Untuk masalah harga, murah bangetttt. Dengan isi yang sepenuh ituu sampe perut rasanya juga kenyaaaang banget, miso semangkok cuma dihargai Rp. 7ribu saja. Murah banget kan? Beneran deh, kayaknya sih emang bener segitu harganya bukan karena yang datang kami rombongan dari kantor. Hehehe

Miso Pekalongan dimakan di siang bolong rame rame sama teman sekantor dan segelas Es Kolok Pisang khas Pekalongan,, manteebbb rek!!!!

Baca juga: Pecak Ikan Jalan Jawa

Monday, 20 November 2017

Dongeng Ibu Tanpa Buku

"Tahu gak kalau semua ibu di dunia ini sayang anaknya?"



Begitu kalimat pembuka sesi pillow talk kita. Kawan-kawan sepertinya bersemangat dengan topik ini. 

"Lihat ibu ayam. Kemarin kawan-kawan ngejar ngejar ayam di rumah Uti, ibu ayamnya marah gak? Langsung bunyi petok-petok?"

"Iya, ibunya gak mau anaknya diganggu ya Mi? Aku dikejar.", Si ragil berusaha mengingat keseruannha mengejar ayam di rumah Uti saat mudik kemarin.

"Iya ibu ayam itu sayang anaknya. Ibu ayam gak mau anaknya diganggu. Ibu ayam itu selalu nemenin anaknya lho. Trus juga mencarikan anaknya makan."

"Trus trus apalagi Mi?"

Ibu nila juga sayang anaknya. Ibu nila menyimpan telur dan ikan-ikan kecil di dalam mulutnya agar tidak dimakan oleh ikan lain. 

Ibu burung juga sayang anaknya. Ibu burung membuat sarang diatas pohon agar anaknya gak diganggu kucing. Ibu burung terbang mencari makan lalu kembali ke sarang memberikan makanan itu untuk anaknya.

Ibu kanguru juga sayang anaknya, kemana-mana digendong dalam kantongnya. 

Bahkan singa, hewan yang galak pun juga sayang anaknya. Kalau ada yang mengganggu anaknya, ibu singa akan mengaum keras dan melindungi anaknya. 

Dan Ummi pun meski cerewet dan suka marah juga sayang anak-anaknya. "Biasanya kenapa Ummi marah?", tanya saya. 

"Kalau kita gak nurut.", jawab mereka sendu. 

"Tau gak kenapa Ummi sering cerewetin biar kawan-kawan makan yang banyak, makan sayur, buah dan yang lainnya? Itu karena Ummi pengen anak-anaknya sehat. Ummi sedih kalau anak-anaknya sakit"

Ummi sering cerewetin kawan-kawan biar sholatnya rapi, berdo'a sama Allah.

Ummi juga sering cerewetin kawan-kawan untuk belajar meski gak ada ulangan. Mengajak kawan-kawan membaca buku. 

Semua itu karena Ummi ingin kawan-kawan jadi anak sholeh dan sukses. Gak ada anak yang bisa sukses kalau gak rajin belajar dan berdo'a. 

"Sukses itu apa Mi? Sukses itu kaya ya Mi?", anak mbarep mengajukan pertanyaan yang luar biasa bagusnya.

"Bukan nak. Sukses itu bukan kaya atau miskin. Sukses itu kalau kita bermanfaat untuk orang lain. Kaya tapi gak bermanfaat untuk orang lain itu berarti dia belum sukses. Siapa yang tahu apa itu bermanfaat?", tanya saja pada dua jagoan tersayang.

"Bisa membantu orang lain.", anak ragil yang cerewet menjawabnya.

Iya, orang sukses itu adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain. Bisa banyak membantu orang lain. Guru membantu murid-murid untuk memahami pelajaran, dokter membantu menyembuhkan orang sakit, tukang parkir membantu pengendara memarkir kendaraan dan masih banyak lagi. 

"Ummi sayang kawan-kawan, ingin kawan-kawan nanti jadi anak yang sholeh dan sukses.", pelukan erat menutup sesi dongeng Ibu tanpa buku malam kemarin.

Baca juga: Berani Imunisasi



Saturday, 18 November 2017

Mudik Obat Rindu yang Mengusik

Apa arti mudik bagimu kawan?

Mudik bagiku mengobati kerinduan.

Sejenak rehat dari kesibukan yang menawan.

Sabtu ini krucils libur sekolah karena ada kegiatan kemah untuk kakak kelas 5 dan 6. Krucils langsung minta mudik ke rumah Uti begitu menerima surat pengumuman.

Sepulang krucils TPQ kita memulai perjalanan. Menempuh enam jam ke Purworejo dari Kota Pekalongan. Membelah gunung dari jalur utara Jawa ke jalur selatan. Mudik selalu menjadi perjalanan yang menyenangkan. Ditemani derai hujan sepanjang jalan yang berkelokan. Krucils tidur sampai rumah Uti mulai dari Pemalang.

Jam dua belas malam tiba di kampung halaman disambut dengan pelukan. Ahhhh kehangatan yang selalu dirindukan. 

Purworejo adalah kampung halaman Pak Bojo, tapi entah mengapa sejak awal aku sudah merasa nyaman. Lingkungan yang asri, suasana yang masih asli pedesaan. Bukan hanya itu sebenarnya, disini saya tidak merasa jadi menantu, saya merasa jadi anak. Nasihat-nasihat berharga selalu saya dapatkan dulu dari almarhum bapak mertua. Pun sekarang saya selalu mendapatkan pelukan hangat seorang ibu setiap pulang. Maklum, sejak ibu meninggal tujuh bulan setelah pernikahan kami, ibu mertua jadi satu-satunya ibu bagiku. Banyak hal yang kupelajari dari beliau. Sosok sederhana dan pekerja keras. 

Panen mangga
Krucils pun disini selalu kami suguhi dengan cerita perjuangan Ayahnya dimasa lalu. Bagaimana kesuksesan itu harus diusahakan bukan disandarkan. Uti juga sering mengajak mereka ke sawah, membantu memasukkan padi ke tanah kata mereka. Ya meski kita tahu lah apa yang sebenarnya terjadi disana. Mungkin Uti harus mengulang menanam tapi yang terpenting adalah sebuah pelajaran. Mencari ikan di sungai belakang rumah, memetik cabe dan sayuran, juga memanen mangga dan rambutan seperti sekarang. 

Teringat dahulu almarhum ibu juga akan sangat senang jika mendapat kabar anak rantaunya akan pulang. Ibu selalu semangat mengajak saya menyiapkan makanan kesukaan. Pun hanya sayur tahu dan mendol tapi dimasak dengan sentuhan kasih sayang. Hhhhhh, ibu, belum sempat beliau menyambutku pulang dari rantau setelah berstatus istri orang. Sudahlah, untuk ibu hanya do'a yang bisa kupanjatkan. Semoga bahagia di surga yang tenang. 

Sayur belut pedes plus pete
Pagi ini sayur belut pedes terhidang di meja makan. Masakan yang sedap dengan bumbu kasih sayang. Ditambah petai membuat lebih lahap sarapan. Buatku masakan seorang ibu itu selalu berbeda. Rasanya lebih lezat dan mengandung keharuan. Seperti jawaban dari sebuah kerinduan.

Aroma tanah bekas hujan semalam menemani kita disini. Krucils sibuk mengikuti Uti kemanapun pergi. Membeli jajan di pasar selalu mengawali hari. Makan bersama bude pakde dan Uti selalu jadi momen yang dinanti. Berkumpul dengan keluarga, saling bercerita tentang itu dan ini. 

Disini krucils selalu jadi anak alam. Memetik mangga  dan rambutan juga tak lupa memberi makan ayam. Waktu berjalan lebih lambat disini, pagi tak segera bertemu siang. Semua terasa lebih tenang. Alhamdulillah keluarga ini selalu menyenangkan. Sesama saudara tak lupa tuk menanyakan kabar, berbagi bercerita meski jarak memisahkan. 

Lotisan mangga dan pepaya hasil panen

Harap dalam hati ini semoga semua dikaruniai kesehatan. Agar kita terus bisa bersama dibalut kerukunan. Kebahagiaan bagi orangtua bukan hanya melihat anak-anaknya sukses semata tapi juga anak-anaknya masih terus bersama saling menggenggam bagaimanapun keadaan. Rasa syukur juga tak lupa kuhaturkan karena telah dipertemukan dengan keluarga ini yang penuh kehangatan.

Baca juga : Ketika Wanita Berkata Terserah

Friday, 17 November 2017

Berani Imunisasi

Yeayyy kemarin krucils sudah imunisasi lho. Dua-duanya pintar, jagoan!! I'm a proud mom. 
Pagi sebelum berangkat sekolah mereka tetep request Ummi harus nungguin di sekolah dari pagi, gak boleh telat seperti imunisasi sebelumnya. Alhasil Ummi harus ijin kerjanya buat nungguin krucils dari jam 8 kurang. Ummi sudah ada di sekolah sebelum tim dokter datang, saat kelas anak ragil masih sholat dhuha. 

Kelas anak ragil mendapat giliran kedua untuk imunisasi. Alhamdulillah rombongan kelas pertama gak ada yang drama pasca imunisasi jadi gak jadi efek domino. Anak ragil pun berbaris dengan rapi menuju ruang imunisasi. Mendampingi dia di samping barisan, saya masih terus sounding, "Anak Ummi hebat, berani ya imunisasinya. Kan sakitnya sebentar untuk sehat yang lama. Nanti Ummi tunggu di luar ya gak ikut masuk. Kan jagoan."

Awalnya wajahnya cemberut mendengar kalimat Ummi gak ikut masuk, tapi setelah diberi pengertian akhirnya dia melenggang masuk ruang imunisasi dengan cukup meyakinkan. 

Saya yang melihat dari luar jadi ikut deg-degan. Tapi anak ragil benar-benar hebat. Dia nurut dengan dokternya dan gak nangis setelah disuntik. 

Senyumnya mengembang meski sambil menahan sakit di lengan saat keluar ruangan. "Sakitnya dikit kan ya? Kalau gak tahan sakitnya, boleh nangis kok tapi sebentar aja ya.", ujar saya menyambut dia. Ternyata dia gak mau nangis. Langsung mengajak kembali ke kelas dan saling bercerita dengan teman-temannya. 

Giliran berikutnya adalah kelas anak mbarep. Ini dia yang bilang gak mau sekolah karena gak mau imunisasi. Dia hanya bertanya adik nangis apa tidak waktu disuntik. Saya ceritakan kalau adik gak nangis dan hanya ditunggu dari luar saja. 

Mungkin termotivasi adiknya, anak mbarep pun masuk ruangan dengan tenang. Dia pun keluar sambil meringis tertawa menahan sakit. 

Wuahhh anak-anak Umii hebat semua ya. Saya abadikan ekspresi pertama mereka setelah imunisasi dan mereka mau poto itu dikirimkan ke Ayah. Baiklah, siap jagoan!!!




Baca juga : Takut Imunisasi?

#harike15
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

Thursday, 16 November 2017

Takut Imunisasi?



Sejak mendapat surat pemberitahuan tentang jadwal imunisasi dari sekolah, kawan-kawan terus bertanya tentang imunisasi. Retoris sebenarnya karena sudah berkali-kali mereka imunisasi. Butuh kepercayaan diri, sepertinya.

"Ummi tungguin aku dari pagi ya."

"Suntik itu sakitnya sebentar aja kan ya?"

"Aku gak mau sekolah besok ya."

"Aku mau sekolah tapi sembunyi boleh kan?"

"Imunisasi itu biar kita gak sakit kan ya?"

Berulang-ulang mereka bertanya hal yang sama. Berulang-ulang juga saya menjawabnya. Imunisasi itu sakitnya sebentar saja, tapi gunanya biar kita gak sakit yang lebih parah. 

Imunisasi pertama anak mbarep saat masuk saat kelas 1 SD berjalan sukses, gak nangis dia. Saat imunisasi kedua kalau tidak salah Tetanus waktu itu, dia menahan tangis saat disuntik. Tapi setelah itu mungkin dia gak tahan lagi mengajak saya ke mushola, minta dipeluk dan dia meneteskan air mata. Sakit katanya. 

Imunisasi terakhir waktu sudah masuk kelas 2 agak drama. Saya terlambat datang ke sekolah. Anak ragil yang mendapat giliran lebih awal dari Mas nya nangis setelah disuntik kata Bu Guru nya, tapi air matanya seketika surut setelah saya ajak dia ke kantin. Nah giliran anak mbarep ini, ada aksi mogok gak mau imunisasi. Dibujuk rayu terus sampai mau masuk ruang imunisasi. 

Bagaimana dengan imunisasi hari ini? Semoga gak ada drama lagi.

Sounding dilakukan sepanjang hari. Saat makan diceritakan tentang gunanya imunisasi. Saat belajar disounding lagi tentang keberanian mereka disuntik waktu masih bayi. Saat sebelum tidur saat sounding lebih panjang lagi. Diulang semua cerita tentang imunisasi agar mereka lebih percaha diri. Tak lupa ditutup dengan kecupan di kening sambil mendo'akan mereka agar selalu dalam penjagaan Illahi.


#harike14
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah


Wednesday, 15 November 2017

Ketika Wanita Berkata Terserah

"Mau makan dimana kita?"

"Terserah Ayah aja."

Percakapan ini selalu sukses membuat level galau Pak Bojo tiba-tiba berada pada klimaksnya. Serasa langsung muncul backsound suara, "Habislah kau Maiiiill."

Itu curhatan Pak Bojo kala kewarasan saya sudah kembali pada taraf normal. Itu juga salah satu alasan Pak Bojo kenapa beliau lebih senang saya rajin memasak daripada beli makan di luar. Bukan apa-apa, hanya bermaksud mau makan kalau mood si istri ini tak benar, yang terjadi malah perang berkobar.

"Mau makan soto?"

"Gak mau ah, masa siang gini makan soto."

"Gimana kalau mi ayam?"

"Kok mi ayam lagi? Kan terakhir makan di luar waktu itu makan mi ayam."

"Hmmm, pecel aja ya?"

"Enggak ah. Mau yang ada nasinya."

"Lha ummi pengennya makan apa?"

"Kan ummi udah bilang dari tadi, terserah ayaaah."

Kalau ada kamera mungkin Pak Bojo ingin melambaikan tangan ke kamera. Menyeraaaah. Dan percakapan seperti itu biasanya bisa berlangsung lama sampai kita khatam mengelilingi kota. 

Padahal saat saya kembali waras, saya suka tertawa sendiri mengingatnya. Tapi alhamdulillah bukan hanya saya saja yang sering mencetuskan drama 'terserah'. Wanita pada umumnya memang pernah menjadi pelakunya.

Dr. Aisyah Dahlan dalam Kajian Ilmiah Perbedaan Otak Laki-laki dan Otak Perempuan menyampaikan bahwa saat sedang marah wanita sulit untuk berterus terang, sementara lelaki sebaliknya lebih suka berterus terang. Itulah sebabnya saat suasana hati sedang tak terkendali, akan muncul 'terserah' sebagai kata sakti.

Pria dan wanita memang diciptakan berbeda. John Gray dalam bukunya 'Mars and Venus in Love' mengisahkan cerita kebersamaan makhluk dari dua planet berbeda ini pada awalnya akan sempurna. Tapi setelah beberapa lama, pengaruh atmosfer bumi mulai bekerja. Keduanya mengalami 'amnesia selektif' yang membuatnya lupa berasal dari dua planet berbeda. 

Untuk bisa terus tumbuh bersama dalam cinta, masing-masing dari kita harus menyadari bahwa pria dan wanita memang tak sama. Pria dalam sehari hanya perlu mengeluarkan 7.000 kata sementara wanita perlu mengeluarkan 20.000 kata. Jadi jangan heran kalau emak emak itu tahan lama dalam berbicara. 

Para wanita selalu ingin mengungkapkan semua yang dia rasa. Berbicara banyak sampai lega. Tak perlu solusi, hanya didengarkan dengan sepenuh hati. Nah, masalahnya disini. Saat saya bercerita menggebu tentang semua yang terjadi hari ini, tak jarang saya mendapati Pak Bojo mengangguk angguk saja tapi perhatian tetap ke tivi. Kalau ditanya cerita apa saya tadi, ya pasti gak bisa menceritakan ulang kembali. 

Jangan galau dulu wahai wanita, itu bukan karena para pria tak cinta kita lagi. Ternyata menurut penelitian pria itu otak tengahnya tipis, sehingga otak kiri dan kanannya bekerja sendiri-sendiri. Hal ini yang menyebabkan pria cepat fokus dalam waktu 10 menit dan pada saat fokus pendengaran pria akan berkurang. Cerita kita tadi akan kalah tanding dengan serunya  Naruto Uzumaki. Sementara itu otak tengah pada wanita lebih tebal 30% dibanding pria sehingga otak kiri dan kanannya bisa bersambungan. Itulah kenapa dalam satu waktu wanita bisa mengerjakan lebih dari satu pekerjaan meski hanya punya dua tangan dua kaki.

Perbedaan antara pria dan wanita masih banyak lagi. Jika kita memahami dan menyadari kalau kita memang berasal dari dua planet yang berbeda, niscaya cinta akan terus tumbuh dan bersemi. Biarkan peperangan sesekali terjadi, tapi jangan lupa bahwa ada saatnya untuk mengangkat bendera putih. Gencatan senjata dan kembali untuk bersama tertawa lagi. Menertawakan ketidakwarasan dari perbedaan yang memang harus dijalani sepanjang hidup ini.

*Cerita ini terinspirasi dari Resume Kajian  Ilmiah Perbedaan Otak Laki-laki dan Perempuan oleh Dr. Aisyah Dahlan, yang disampaikan pada kelas Bunda Sayang Jawa Tengah*

Baca juga: Kondangan Rasa Kulineran

Tuesday, 14 November 2017

Kasur dan Sandal Merah

Di Pekalongan ada toko sandal murah yang terkenal sampai luar kota, Tower namanya. Kami sering kesana meski hanya iseng lihat-lihat saja. Anak-anak suka diajak kesini, bagitu masuk mereka langsung sibuk memilih seketika.

Dua jagoanku ini punya aliran yang berbeda tentang memilih. Beberapa bulan lalu saat kami di toko mau membelikan tas sekolah, anak mbarep langsung sibuk memilih. Anak ragil tenang-tenang saja sambil mainan. Saat ditanya kenapa dia gak milih, jawabnya membuat saya ternganga. "Ummi ayah saja yang milih. Nanti kalau adik yang milih salah lagi salah lagi. Tambah lama. Jadi ummi ayah aja langsung yang milih.". 

Jawabannya bagaikan tamparan bagi kami. Apa segitu otoriternya kah kami sampai dia sepasrah itu? 

Kami pun menjelaskan kalau adik boleh memilih, ummi ayah hanya membantu memberitahu adik pilihan mana yang lebih bagus saja. Kalau adik suka dan memang barangnya bagus kami akan setuju dengan pilihan adik. Waktu itu sih dia tetap bersikukuh tidak mau memilih. Dan dia konsekuen dengan pilihannya untuk tidak memilih. Apapun pilihan kami dia terima dengan senang hati.

Tapi sekarang sudah berubah rupanya dia. Dia sibuk memilih sandal, warna biru, hitam, dan merah dia coba semua. Akhirnya pilihan jatuh pada warna merah. Dia bawa kemana-mana sandal itu sambil menunggu mas nya. Tapi tak lama kemudian dia cemberut dan berkata, "Aku gak mau sandal yang ini. Sandalnya rusak." Saya pun heran, sepertinya tadi sandal itu sudah saya periksa dan baik baik saja. "Apanya yang rusak nak?", tanya saya. 

"Tengok, ada hitam hitam di balik sandal. Aku tak nak. Sandal ini rusak.", dia berkata sambil menunjukkan hitam hitam yang dimaksudkan. Dan hitam hitam itu ternyata hanya sebutir kerikil keciiiiiiiil yang menempel pada bagian bawah sandal. 

Ahhhhh jagoan kecilku nan detail ini sungguh terlalu. Saya pun menjelaskan kalau itu hanya kerikil. Nantipun kalau sudah kita beli dan kita pakai pasti sandalnya akan bertemu tanah dan kerikil lebih banyak lagi. "Tak nak, aku tak nak sandal ini kotor.", begitu tekadnya. 

Dan benar saja, saat di mobil sandal merah yang akhirnya dibeli itu tak boleh turun dari atas jok. Sesampainya di rumah sandal disimpannya diatas kasur. Tak boleh sandal itu dipakai keluar rumah, dia hanya memakainya di dalam rumah. Mas nya pun ikut melakukan hal yang sama dengan sandal biru pilihannya. Biar seperti di hotel kata mereka.

"Nak, sandal itu kalau dipakai pasti kotor. Tapi kita bisa mencucinya. Trus meski sandalnya masih bersih, ditaruhnya di bawah aja ya. Bukan dikasur. Kan kasur juga harus dijaga kebersihannya.", saya berusaha memberikan pengertian pada mereka.

Seketika sandal ditata dibawah oleh mereka. Meski keesokan pagi setelah mereka berangkat sekolah, saya masih bertemu dengan sandal merah di atas kasur mereka. 

Kasur dan sandal merah

Jangan menyerah bunda, komunikasi produktif kadang belum menghasilkan checklist di buku agenda. Tapi teruslah berupaya untuk berkomunikasi lebih baik lagi dengan ananda.

Baca juga : Ibuku Guruku

#harike13
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

Kacang Rasa Kwaci


Hari ini sama sekali tak mendapat inspirasi

Mungkin kesibukan bisa dijadikan alasan oleh diri

Satu benang merah saja yang tersisa dalam benak ini

Tentang jatuhnya si jantung hati

Jatuh cinta itu adalah kekuatan yang sakti

Jatuh cinta bisa membuat kacang berasa kwaci

Semua disekeliling tak kan dapat memahami

Jatuh cinta bisa merubah kanguru menjadi kelinci

Semua disekeliling tak kan dapat mengerti

Jatuh cinta bisa mengusir mendung mengundang matahari

Hai kalian yang sedang beseri-seri

Semoga segera kalian temukan kebahagiaan yang hakiki



Monday, 13 November 2017

Ibuku Guruku

'Ibu apapun profesi kita, ingatlah bahwa kita tetap Ibu, yang kudu jadi madrasah pertama bagi anak, dan yang kudu selalu bahagia.' Begitu closing statement dari mbak Yunita Rahma di sesi Senin Berbisik kelas Bunda Sayang hari ini. 

Siapapun dan apapun peran kita di ranah publik, kita tetaplah Ibu. Saat dunia menganggap kita bukan apa-apa, bagi anak-anak kita adalah segalanya. Ibu adalah tempat anak bertanya, Ibu adalah sosok yang paling dipercaya.

Anak mbarep lagi gak mau belajar di meja belajar
Delapan jam dalam sehari kegiatan saya adalah bekerja. Mengabdikan diri pada negara dengan secuil ilmu yang saya punya. Secuil ilmu yang saya pelajari empat tahun dengan susah payah. 

Di luar delapan jam itu saya usahakan untuk semaksimal mungkin membersamai anak-anak, bekerja sama dengan suami tercinta. Mendampingi mereka tanpa ilmu yang saya dapatkan dari sekolah. Tapi mau tak mau seorang ibu harus menjadi guru dari anak-anaknya. Tak hanya satu pelajaran yang harus dikuasai tapi semua.

Saya punya dua murid di rumah. Jam belajar mereka bersamaan. Saya harus kanan kiri membagi perhatian agar seimbang. Otak saya harus bisa memikirkan dua pelajaran dalam waktu dan tempat yang sama. 

Malam ini anak ragil belajar silsilah keluarga dan anak mbarep belajar perubahan wujud benda. Dua kelas yang berbeda belajar pada waktu dan guru yang sama. Saat saya bertanya, "Disebut apa perubahan wujud benda dari cair menjadi gas?". Anak ragil yang menjawab, "Menguap." Saat saya bertanya, "Disebut apa anak dari paman atau bibi kita?". Anak mbarep pun menjawab, "Saudara sepupu." Ibu guru pun bingung, siapa yang ditanya siapa yang menjawab. 

Bu guru pun tak kurang akal. Duduk manis lah semua kawan-kawan kecil ini. Bu guru kali ini akan menceritakan perubahan wujud benda dan silsilah keluarga sekaligus pada mereka berdua. Masing-masing diberi tugas membuat silsilah keluarga dan masing-masing juga diminta memberi contoh perubahan wujud benda. 

Rasa ingin tahu mereka dimanfaatkan saja untuk untuk mengkomunikasikan ilmu yang memang seharusnya diketahui oleh mereka. Meskipun ada satu sesi yang tadi bu guru harus bertanya pada 'bapak kepala sekolah' karena pertanyaan murid-muridnya yang terlalu berwarna. 

Membersamai mereka saat belajar seperti ini adalah salah satu momen komunikasi produktif dalam keluarga. Menyelipkan 'pesan-pesan' sering saya lakukan dalam sesi belajar bersama. Meskipun kadang pesan-pesan kita terkesan memantul dari dinding bata, tapi itu wajar saja. Sounding terus dengan pesan-pesan positif di sela-sela waktu komunikasi produktif kita. 

Baca juga : Berdo'a dan Menabung

#harike12
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliashbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

Kondangan Rasa Kulineran

Siang ini warga kantor pindah makan siang di kondangan. Kami mendapat undangan dari mitra yang sedang mantu. Entah hari ini hari apa sampai selera makan kami menggila semua. Satu persatu pondokan makanan kami coba. Sampai teman-teman cantik saya yang biasanya menghitung kalori makanan pun siang ini lahap makannya. 

Pertama datang sengaja saya mengajak mereka untuk menyalami pengantin dulu yang kebetulan kedua mempelai juga pernah jadi mitra. Alasan saya biar lipstiknya belum hilang karena makanan. Pede banget mau diajak poto saya ini. Tapi kalau gak pede kan bukan saya. 

Setelah bersalaman dan berpoto kami memulai petualangan. Dimulai dengan siomay yang rasanya langsung membuat kami semangat. Enak. Dan entah kenapa perasaan saya mengatakan menu yang lain juga enak. Setelah piring siomay kami satu per satu mulai kosong, kami pun mulai melirik bakso. 

Dan benar saja, baksonya pun gak kalah enak. Masih panas kuahnya, seger banget ditambah dengan dua sendok sambal yang membuat keringat ini mengalir dengan derasnya. Wah petualangan kedua semakin menguatkan kami kalau menu-menu berikutnya pasti tak kalah enak. 

Kami pun berdiskusi alias bisik bisik, menu yang mana dulu yang akan kami cicipi untuk petualangan berikutnya. Saya memilih untuk rehat sejenak dengan menikmati jus jambu dan segelas air mineral. Teman-temanpun sama ada yang memilih segelas es krim untuk selingan. 

Tak lama rehat, kami melanjutkan petualangan dengan menu kluban bothok. Nah ini dia menu khas Pekalongan. Kalau Jawa Timur punya Rujak Soto atau Pecel Rawon, maka Pekalongan punya Kluban Bothok. Menu ini adalah perpaduan dari dua makanan yaitu Kluban dan Sayur Lodeh. Biasanya lebih mantap kalau disajikan pedas. Isinya ada kluban atau urap sayuran yang dicampur sayur lodeh yang isinya sayuran seperti kacang panjang, timun, labu siam, jagung putren, tahu, dan juga tempe gembus. Tapi dalam sayur lodeh ini ada rasa khasnya yang kalau gak salah nebak sih rasa kecombrang. 

Dulu pertama kali makan Kluban Bothok, lidah saya masih kurang bisa menerima. Aneh. Tapi lama kelamaan doyan juga. Selain kluban dan sayur lodeh, Kluban Bothok ini dilengkapi juga dengan Krupuk Usek. Nah kerupuk ini juga saya bilang kerupuknya orang Pekalongan. Saya baru nemuin kerupuk ini disini. Mirip mirip sama kerupuk upil khas Kediri sih kalau menurut saya. 

Petualangan tidak berhenti pada Kluban Bothok, kami melanjutkan petualangan berikutnya dengan Soto Tauto. Menu khas Pekalongan juga ini. Soto dengan campuran tauco yang memberikan citarasa khas di lidah. Soto Tauto ini ada yang memakai daging ayam ada juga yang memakai daging sapi, bahkan yang lebih khas lagi di Pekalongan memakai daging kerbau. Biasanya kalau di warung, soto ini akan lebih lengkap lagi dengan tambahan usus goreng. Wahhh mantapss deh. 

Setelah mengosongkan mangkok soto ini teman-teman masih melanjutkan petualangan pada menu prasmanan. Tapi saya sudah melambaikan tangan ke kamera. Tak kuat lagi perut ini. Lagipula saya kasihan pada tukang video yang sudah muter buat merekam para tamu, eh pas balik ke arah kami belum berubah juga tamunya, masih kami ini lah hanya piring di tangan saja yang sudah berubah. Saya juga kasihan dengan petugas pengambil piring, berkali-kali mereka membereskan piring dan mangkok dari tamu yang masih sama. 

Benar-benar deh hari ini kondangan rasa kulineran. 

Terimakasih ya Bu Yuyuk. Selamat menempuh hidup baru untuk Galih dan Silia, semoga bahagia selamanya, jadi keluarga yang kompak dan kece slalu ya.

Baca juga: Poto dan Kopi = Potokopi?

Gara-gara Secangkir Kopi




Gara-gara Secangkir Kopi


Ada antrian panjang mengular dibalik hitam ini.


Ternyata pena mengandung kafein yang membuat saya addicted untuk mencobanya lagi dan lagi.


Pun hanya goresan dari remahan kriukan tempe goreng yang tak dinilai harganya oleh sang penjual nan baik hati.


Tapi tak mengapa asal bisa mengalir apa yang ada dalam kepala ini.


Meski yang membaca lagi lagi hanya diri sendiri





Sunday, 12 November 2017

Berdo'a dan Menabung

Alhamdulillah Jum'at pagi kemarin kami kedatangan tamu yang mengejutkan untuk kawan-kawan. Satu mobil pick up berisi kardus-kardus furnitur yang kami beli di sebuah toko online langganan. Kawan-kawan pun penasaran, Ummi apa itu isinya? Banyak sekali?".

Semua kirima  itu adalah furnitur untuk mengisi kamar mereka. Sejak pindah ke rumah ini kami belum bisa membelikan isi kamar mereka. Maklum, untuk bisa mengisi rumah kami harus menabung sedikit demi sedikit. 

Akhir pekan ini pun kami isi dengan kegiatan merakit furnitur dan menata kamar. Termasuk membongkar barang-barang yang ada di kamar sekarang tentunya. Dan kawan-kawan pun tak luput dari tugas membantu kami, mulai dari memegangi bagian-bagian tempat tidur yang akan disatukan, mengangkat baju dan menatanya di lemari, menata mainan di lemari mainan yang baru, menyapu dan masih banyak lagi. Kawan-kawan sangat senang dan antusias sekali saat dilibatkan dalam kesibukan kami. "Pak tolong bantu menata baju dulu ya.", anak mbarep dan anak ragil paling suka kalau saya meminta tolong dengan menyebut mereka Pak. Karena dalam imajinasi mereka kita sedang dalam satu tim kerja manusia-manusia dewasa. Bukan anak-anak yang sedang dimintai tolong oleh orang tuanya.  

Sabtu malam setelah kamar mereka sudah tertata rapi kami berkumpul di kamar mereka. "Ummi, ummi harus nabung dulu ya baru bisa beli semua ini? Ummi harus berdo'a dulu ya?"

Kami memang selalu mengajarkan pada mereka kalau kita menginginkan sesuatu harus berdo'a dan menabung dulu.

"Iya nak, Ummi dan Ayah bisa beli ini semua karena kalian rajin berdo'a. Sholatnya rapi dan selalu berdo'a setelah sholat. Ummi bisa beli ini karena Allah memberi Ayah Ummi rejeki jadi tabungannya cukup untuk beli ini semua."

Anak mbarep pun langsung memeluk saya diikuti dengan adiknya. Anak mbarep memang tipikal anak yang bisa 'didekati' dengan cara sentimentil begini. "Terimakasih Ayah Ummi.".

"Mas dan adik harus lebih rajin lagi ya sholat dan berdo'anya biar kita semua sehat dan diberi rejeki lagi sama Allah.", saya pun kembali memeluk mereka.

Baca juga : Belajar Memahami Kompetisi

#harike11
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah


Saturday, 11 November 2017

Belajar Memahami Kompetisi

Anak ragil hari ini mendapat undangan untuk penerimaan plakat penghargaan dari Kumon. Penghargaan atas pencapaiannya yang bisa berada pada posisi 3 level diatas tingkatan kelasnya. 

Sebenarnya anak ragil dan anak mbarep berada pada level yang sama sekarang tapi karena penilaiannya dibandingkan tingkatan kelas maka anak ragil yang dihitung lebih jauh lompatannya. 

Kami menghadiri acara penghargaan berdua saja tanpa anak mbarep. Ini adalah kali kedua momen anak ragil mendapat piala dan anak mbarep tidak. Pencapaian pertama saat lomba renang dua minggu lalu.

Momen seperti ini menjadi tugas besar untuk saya dan Pak Bojo untuk menjelaskan pada mereka arti piala, kompetisi, penghargaan. Saat lomba remang lalu awalnya anak mbarep kecewa saat adiknya pulang membawa piala sementara dia tidak. Saya menjelaskan bahwa itu yang namaya kompetisi, ada menang san ada kalah. Yang paling penting bagi saya anak mbarep sudah mau dan berani untuk ikut lomba itu sudah juara. 

Begitu pula dengan hari ini, saya menjelaskan kalau adik mendapat piala karena adik bisa mengerjakan soal Kumon untuk kelas 4 padahal adik masih kelas 1. Mas pintar hanya saja harus lebih rajin lagi mengerjakan PR Kumonnya jika ingin piala seperti adik.

Baca juga : Ummi Pernah Dimarahi Uti?

#harike10
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

Friday, 10 November 2017

Ummi Pernah Dimarahi Uti?

Siang ini saat istirahat siang saya sejenak menemani kawan-kawan untuk makan siang sambil menonton serial Doraemon. Saya ibu yang berisik kalau menonton bersama mereka. Saya suka ikutan nimbrung dengan obrolan mereka tentang fim itu. 

Mungkin karen melihat ummi nya antusias mendengar cerita mereka tentang Doraemon ataupun Upin Ipin, anak mbarep pun bertanya pada saya siang ini, "Dulu waktu kecil Ummi sukanya nonton apa?"

"Ummi pun juga suka nonton Doraemon. Dulu, Ummi hanya boleh nonton TV pas hari Minggu saja. Lagipula dulu film anak-anak memang cuma ada di hari Minggu."

Saya menjelaskan itu sambil menemani anak mbarep bersiap tidur siang, sementara si adik masih belum selesai makan. Anak mbarep suka sekali mendengar saya atau ayahnya cerita tentang masa kecil kami. 

Saya pun melanjutkan cerita bagaimana ibu saya, Uti mereka begitu disiplin kepada saya. Saya bercerita pada anak mbarep bahwa kesepakatan-kesepakatan yang selama ini pernah kita buat itu juga pernah saya lakukan waktu kecil dulu. Membereskan tempat tidur, harus sarapan sebelum berangkat sekolah, tidur siang sepulang sekolah dan yang lainnya. 

"Ummi pernah dimarahi Uti juga?", tanya anak mbarep dengan mata berbinar. 

"Tentu pernah nak, semua orang tua kadang memarahi anaknya. Bukan karena tidak sayang tapi orang tua ingin mengingatkan anaknya. Kalau dengan perkataan pelan beberapa kali belum didengarkan, maka wajar kalau orangtua akam marah. Padahal marah itu capek lho?", lanjut saya.

"Ummi kalau marahin Mas capek?", anak mbarep kembali bertanya. 

"Iya dan kalau sering marah, capek jadi gampang sakit. Mas mau Ummi sakit?", tanya saya sambil menatap wajah anak mbarep. 

"Enggak. Mas tak nak ummi sakit. Mas sayang ummi, tak nak buat ummi marah."

Dan obrolan seru siang ini diakhiri dengan pelukan pada anak mbarep dan juga anak ragil yang tadi ikut mendengarkan cerita setelah selesai makan siang. 

Setelah keduanya terpejam, saya pun kembali berangkat bekerja.

Baca juga : Mengapa Gigimu Sakit?

#harike9
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah


Jadi Pahlawan dengan Memberi Data yang Benar



Jadilah pahlawan dengan memberikan data yang benar.


Bagaimana cara pemerintah membangun negara jika tidak ada data yang dijadikan dasar?


Bahkan ibu-ibu pun punya catatan panjang saat berangkat ke pasar.


Jangan hanya bisa bilang pemerintah arah kebijakannya salah sasar,


Kalau kita sebagai warga masih suka memberikan data yang belum benar.


Kaya mengaku miskin, dagang online mengaku ibu rumah tangga padahal omsetnya besar.


Ada perusahaan yang enggan memberi data karena takut petugas pajak mengejar. 


Padahal sudah diyakinkan jika data yang diberikan adalah sebuah rahasia yang tak mungkin dibongkar. 


Mari kita kawal arah pembangunan negara dengan selalu memberikan data yang benar.


Selamat Hari Pahlawan!!


#menulisasyiksendiri #haripahlawan #nurulkuphoto #nurulkustory #katanurulku #sejutakata #onmyblog #untaiankatabunda #untaiankatabundadotblogspotdotcodotid

Baca juga : Rindu Ibu

Thursday, 9 November 2017

Mengapa Gigimu Sakit?


Hari ini saya sedang diberi tantangan untuk membuat anak mbarep lebih rajin sikat gigi. Anak mbarep selalu kurang semangat kalau diminta untuk menyikat gigi. Kami sudah menjelaskan beberapa kali padahal tentang pentingnya sikat gigi. Tak jarang kami meminta dia untuk mengulang sikat gigi lagi karena setelah kami periksa giginya masih belum bersih.

Sepertinya saya harus mengulangi diskusi tentang kesehatan gigi dengan kawan-kawan kecil saya ini. Sebagai seorang ibu tentunya saya tidak boleh kehilangan strategi. Jika eayuan untuk sikat gigi tidak cukup membuatnya semangat, saya harus mencari cara lain.

Ahh, komunikasi pun ternyata butuh strategi untuk memastikan pesan yang kita sampaikan bisa sampai dengan baik. Mari kita memanfaatkan pillow talk kita dengan membaca buku tentang Gigi.

Malam ini saya bacakan satu bacaan pendek berjudul 'Mengapa Gigimu Sakit?' dari buku 'My First Why'. Dalam materi Komunikasi Produktif di kelas Bunda Sayang bahwa aspek verbal atau kata-kata hanya memberikan 7% dampak pada hasil komunikasi. Oleh karena itu saya selalu berusaha menggunakan aspek intonasi suara yang memberikan dampak 38% dam aspek bahasa tubuh yang memberikan dampak 55% terhadap keberhasilan komunikasi.

Saya membacakan artikel ini dengan meyakinkan. Bagaimana kuman akan menggerogoti gigi jika kita tidak rajin menyikatnya. Bagaimana sisa makanan lama-lama akan menumpuk menjadi plak pada gigi kita. Kawan-kawan kecil saya ini sangat antusias menyimaknya. Beberapa pertanyaan pun disampaikan oleh mereka. Saya suka saat mereka banyak bertanya pada momen komunikasi seperti ini. Itu tandanya mereka antusias dan pesan yang saya sampaikan dipahami dan diterima oleh mereka.

Baca juga : Belajar dan Bermain atau Bermain dan Belajar?

#harike8
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

Rindu Ibu



Seperti dedaunan yang selalu rindu tetesan air hujan.


Seperti itu rinduku padamu ibu yang kini telah bahagia  di sisi Sang Pencipta Alam.


Seperti dedaunan yang layu kala dilanda kekeringan.


Seperti itu hatiku yang kosong sejak ibu pulang ke haribaan Tuhan.

_____________________________________________________________________________
#rinduibu #nurulkuphoto #nurulkustory #katanurulku #ceritanurulku #cerita #onmyblog #sejutakata #untaiankatabunda #untaiankatabundadotblogspotdotcodotid

Wednesday, 8 November 2017

Belajar dan Bermain atau Bermain dan Belajar?

Minggu ini anak mbarep full ulangan harian dari hari Senin sampai Jum'at. Jadi setiap malam jadwal kami full. Mendampingi belajar 2 anak sekaligus itu butuh energi lebih. Apalagi mereka sedang dalam masa superduper aktif seperti sekarang. Jarak usia yang tidak terlalu jauh juga membuat mereka kompak terutama saat berkonspirasi. 

Sebagai orangtua saya dan Pak Bojo harus pintar-pintar mengatur strategi pola belajar mereka. Dari kecil hingga sekarang mereka SD kami menghandle sendiri urusan belajar anak-anak. Bagi kami mendampingi belajar anak-anak adalah momen quality time kami bersama mereka. Selain itu juga kami menganggap orangtuanya lah yang paling bisa memahami pola belajar dan juga perkembangan belajar anak-anak.

Punya dua anak laki-laki dengan jarak usia hanya 1,5 tahun bukan berarti kami bisa menerapkan pola belajar yang sama pada mereka berdua. Karakter mereka bisa dibilang sangat berbeda. Kami mensyukuri masing-masing karakter baik dari sisi sifat, perilaku, perkembangan dan juga termasuk pola belajar mereka. 

Anak mbarep, partner tantangan komuniksai produktif saya ini, agak mudah bosan saat belajar. Apalagi kalau mengusung gaya formal saat belajar. Teringat dulu saat belajar membaca. Rasanya penuh perjuangan. Ya meskipun untuk anak seusianya kemampuan membacanya bisa dibilang lebih bagus. Saat TK anak mbarep sudah bisa membaca satu suku kata. Akan tetapi saat digabungkan untuk membentuk kata dia mengalami kesulitan. Berbagai cara saya lakukan tapi perkembangannya kurang begitu baik. Sampai akhirnya saya terpikir untuk mengajaknya bermain. Saya tidak lagi mengajaknya belajar membaca tapi saya mengajaknya bermain kartu kata. 

Sekarang pun saya melakukan hal yang sama. Sebisa mungkin saya mengikuti gaya belajar yang dirasa nyaman oleh anak mbarep. Meski kadang kalau sudah terlalu asyik, dia justru kehilangan konsentrasi pada tujuan awal. Tapi itu benar-benar tantangan bagi saya. Saya juga sering bertanya pada dia sebelum memulai belajar. Mau belajar dengan cara apa kita kali ini? Kadang dia minta dibuatkan soal, kadang dia minta dibacakan materi pelajarannya, kadang dia juga mau membaca dulu lalu saya memberi dia pertanyaan. Saya berusaha mengkomunikasikan cara belajar yang dirasa nyaman oleh anak mbarep. 

Malam ini kami belajar IPA tentang 'Tempat Hidup Hewan dan Tumbuhan'. Anak mbarep mau membaca ulang dulu materi pelajarannya dan saya diminta memberi pertanyaan nantinya. Malam ini saya mengajak anak mbarep untuk membuat kesepakatan lagi, kalau nanti ada satu pertanyaan saja yang belum benar jawabannya maka anak mbarep harus membaca ulang dari awal. 

Anak mbarep menikmati belajarnya karena dari awal kami sudah saling mengkomunikasikan cara belajar yang diinginkan untuk malam ini. 

Pertanyaan demi pertanyaan sudah saya sampaikan, beberapa kali anak mbarep memberikan jawaban yang masih kurang benar yang membuat dia harus membaca ulang dari awal. Ketika anak mbarep memberikan jawaban yang kurang benar, saya berusaha untuk tidak menyalahkan tapi membuat suasana belajar seperti bermain. Seperti bermain petak umpet ketika ketauan dimana dia bersembunyi maka konsekuensinya harus gantian jaga. Begitupun saat belajar kali ini, saat dia memberikan jawaban yang kurang benar konsekuensinya adalah membaca ulang. 

Untuk menutup sesi belajar malam ini saya membacakan keseluruhan materi pelajaran dengan diselingi bercerita. Pada sesi ini saya lebih bertujuan untuk memancing anak mbarep ikut bercerita juga dengan topik bahasan sesuai pelajaran. Seperti yang pernah saya ceritakan, kemampuan verbal anak mbarep masih perlu dikembangkan lagi. Dengan dia bercerita tentang Tempat Hidup Hewan dan Tumbuhan, kami bisa mendayung dua pulau sekaligus. Belajar untuk ulangan besok dan juga berlatih mengembangkan kemampuan verbal anak mbarep. Dan tentunya satu lagi yang didapatkan pada malam ini, Umi bisa mempraktekkan ilmu Komunikasi Produktif dengan partner anak mbarep. Terimakasih sayang. 😘😘

Baca juga: Darahe Diapain?

#harike7
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah