Saturday, 10 June 2017

Nice Home Work ( NHW #4 ) Mendidik Dengan Kekuatan Fitrah



Nice Home Work #4 ini mengharuskan kita mengevaluasi lagi apa yang telah kita kerjakan pada NHW sebelumnya, mulai dari NHW #1, NHW #2 dan NHW #3.
Bukan hal mudah untuk saya yang dari dulu memang suka menuliskan target-target kehidupan tapi kurang atau bahkan tidak konsisten dalam mempraktekan tulisan-tulisan saya itu.
Tapi tidak ada kata terlambat untuk semua orang untuk selalu berusaha menjadi lebih baik kan?

a.    Mari kita lihat kembali Nice Homework #1 , apakah sampai hari ini anda tetap memilih jurusan ilmu tersebut di Universitas Kehidupan ini? Atau setelah merenung beberapa minggu ini, anda ingin mengubah jurusan ilmu yang akan dikuasai?
Ilmu parenting, psikologi dan komunikasi.
Sampai hari ini saya masih tetap memilih jurusan ilmu tersebut dalam Universitas Kehidupan ini.
Ilmu parenting karena saya ingin mendidik anak-anak dengan cara yang terbaik. Saya ingin suatu saat kelak mereka mengenang ibu mereka sebagai ibu yang menyenangkan. Saya ingin suatu saat nanti saya akan tersenyum bahagia melihat anak-anak saya menjadi orang sukses, bahagia dan bermanfaat bagi umat.
Ilmu psikologi karena saya ingin bisa memahami setiap orang dengan baik agar saya tidak terlalu banyak menyakiti atau mengecewakan mereka akibat kekurangpahaman saya atas pemikiran dan perasaan mereka.
Ilmu komunikasi karena saya ingin setiap interaksi dan komunikasi saya dengan orang lain adalah hal yang membuat mereka tersenyum dan bahagia.

b.    Mari kita lihat Nice Homework #2,  sudahkah kita belajar konsisten untuk mengisi checklist harian kita? Checklist ini sebagai sarana kita untuk senantiasa terpicu “memantaskan diri” setiap saat. Latih dengan keras diri anda, agar lingkungan sekitar menjadi lunak terhadap diri kita.
Jujur untuk 100% konsisten mengisi checklist harian, jawaban saya adalah BELUM. Akan tetapi dengan memiliki checklist harian, langkah saya sehari-hari menjadi jauh lebih terarah dan langkah-langkah perbaikan diri menjadi lebih banyak yang terealisasi.

c.    Baca dan renungkan kembali  Nice Homework #3, apakah sudah terbayang apa kira-kira maksud Allah menciptakan kita di muka bumi ini? Kalau sudah, maka tetapkan bidang yang  akan kita kuasai, sehingga peran hidup anda akan makin terlihat.
Belum nyata terbayang dalam benak saya apa sesungguhnya maksud Allah menciptakan saya di muka bumi ini. Hanya saja saya meyakini Allah menciptakan segala sesuatu bukan tanpa manfaat.
Yang pasti dalam hidup ini saya hanya ingin menjadi pribadi yang senantiasa bermanfaat dan membawa kebahagiaa bagi orang lain, meski itu hanya dengan membuat mereka tersenyum saja.

Misi hidup  : Membuat orang lain tersenyum dan bahagia dimulai dari keluarga
Bidang       : Pendidikan Ibu Profesional
Peran         : Penebar kebahagiaan

d. Setelah menemukan 3 hal tersebut,  susunlah ilmu-ilmu apa saja yang diperlukan untuk menjalankan misi hidup tersebut.
Ilmu agama,
Semua berawal dari sini. Untuk menjadi individu yang lebih baik, istri yang lebih baik, ibu yang lebih baik, dan makhluk yang lebih bermanfaat bagi umat tentunya harus didasari dengan ilmu agama yang semakin bertambah pula.

Ilmu manajemen pengelolaan diri dan rumah tangga,
Belajar mengatur waktu, mengatur emosi, mengatur setiap langkah dalam mencapai target-target sebagai individu maupun sebagai ‘manajer dalam rumah tangga’.

Ilmu parenting,
Untuk bisa mendidik anak-anak menjadi generasi penerus yang sholeh dan senantiasa bermanfaat bagi umat dimulai juga dengan ilmu ini. Saya ingin bisa mendidik mereka dengan kasih sayang. Saya ingin bisa mendidik mereka dengan tanpa meninggalkan bekas luka masa lalu bagi mereka kelak mereka dewasa.

Ilmu Mompreneur,
Suatu saat saya akan memulai untuk memiliki usaha sendiri. Menambah penghasilan keluarga agar kami bisa lebih banyak bersedekah.

e.    Tetapkan Milestone untuk memandu setiap perjalanan anda menjalankan Misi Hidup
Nah ini dia kalau diminta menetapkan milestone per tahun dengan harapan benar-benar menguasai setiap ilmu dalam setiap tahun sepertinya kurang pas bagi saya. Karena menurut saya tetap akan ada yang berjalan beriringan.

KM 0 – KM 1 (tahun 1)  
Menambah ilmu agama dan menguasai ilmu parenting

KM 1 – KM 2 (tahun 2)
Menambah ilmu manajemen pengelolaan diri dan rumah tangga,  dan mulai belajar ilmu mompreneur.

KM 2 – KM 3 (tahun 3)
Mulai mempraktekkan ilmu mompreneur.

f.      Koreksi kembali checklist anda di NHW#2, apakah sudah anda masukkan waktu-waktu untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut di atas. Kalau belum segera ubah dan cantumkan.
Untuk checklist saat ini sudah sesuai dengan milestone tahun 1, tinggal usaha untuk lebih konsisten dalam menjalankan checklist tersebut.

g.    Lakukan, lakukan, lakukan, lakukan
“Karena perjalanan ribuan mil selalu dimulai oleh langkah pertama, segera tetapkan KM 0 anda.”

Mari kita mulai perjalan perbaikan diri kita dari KM 0 ini.

Mendidik Dengan Kekuatan Fitrah (Materi 4 Matrikulasi Institut Ibu Profesional)


Memasuki pekan ke-4 Matrikulasi Institut Ibu Profesional #batch4, semakin seru materinya, semakin banyak kita “terpaksa” mengevaluasi diri dan lebih sering bertanya pada diri sendiri tentang banyak hal. Dan tentu saja sedikit demi sedikit perbaikan diri ini mulai berjalan. Alhamdulillah.
Pada pekan ke-4 kali ini materinya adalah “MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FITRAH”.
Baru membaca judulnya saja sudah membuat saya merasa bersalah, betapa banyak yang perlu diperbaiki dari cara saya mendidik anak-anak. Saya sadar selama ini saya mendidik mereka untuk menjadi saya, menjadi kita orangtuanya. Saya selama ini terlalu memaksa mereka berjalan dengan cara saya bukan sesuai dengan fitrah mereka. Dan betapa saya mengabaikan banyak ilmu baik yang pernah saya pelajari dalam hal mendidik anak.
Memang terkadang sudah banyak membaca itu tidak jaminan bahwa kita akan mengamalkan ilmu yang kita baca atau pelajari itu dengan baik. Bahkan terkadang saya terpaku pada kalimat, “Ah teori kan memang lebih mudah dibanding prakteknya”.
Tapi dalam materi kali ini saya kembali diingatkan,

“ Just DO It”,

Lakukan saja meskipun anda belum paham, karena Allah lah yang akan memahamkan anda lewat laku kehidupan kita.

Mendidik anak bukan hal yang mudah, tidak pernah ada materi atau pelajaran tentang ini di bangku sekolah yang kita jalani bertahun-tahun lamanya.
Menjadi seorang ibu adalah amanah yang luar biasa karena kita dipaksa untuk menjadi seorang yang harus bisa menjadi belajar dengan cepat dengan cara ‘learning by doing’.
Tapi belum semua ibu sudah mendidi anaknya dengan KEKUATAN FITRAH.
Dijelaskan dalam materi Matrikulasi Institut Ibu Profesional pekan ke-4 ini, tahapan yang harus dijalankan untuk mendidik dengan kekuatan fitrah antara lain:
·    Bersihkan hati nurani anda, karena ini faktor utama yang menentukan keberhasilan pendidikan anda.
·      Gunakan Mata Hati untuk melihat setiap perkembangan fitrah anak-anak. Karena sejatinya sejak lahir anak-anak sudah memiliki misi spesifik hidupnya, tugas kita adalah membantu menemukannya sehingga anak-anak tidaka kan menjadi seperti kita, yang telat menemukan misi spesifik hidupnya.
·      Pahami Fitrah yang dibawa anak sejak lahir itu apa saja. Mulai dari fitrah Ilahiyah, Fitrah Belajar, Fitrah Bakat, Fitrah Perkembangan, Fitrah Seksualitas dll.
·    Upayakan proses mendidik yang sealamiah mungkin sesuai dengan sunatullah tahap perkembangan manusia. Analogkan diri anda dengan seorang petani organik.
·     Selanjutnya tugas kita adalah MENEMANI, sebagaimana induk ayam mengerami telurnya dengan merendahkan tubuh dan sayapnya, seperti petani menemani tanamannya. Bersyukur atas potensi dan bersabar atas proses.

Semua riset tentang pendidikan ternyata menunjukkan bahwa semakin berobsesi mengendalikan, bernafsu mengintervensi, bersikukuh mendominasi dsbnya hanya akan membuat proses pendidikan menjadi semakin tidak alamiah dan berpotensi membuat fitrah anak anak kita rusak.
·     Manfaatkan momen bersama anak-anak, bedakan antara WAKTU BERSAMA ANAK dan WAKTU DENGAN ANAK. Bersama anak itu anda dan anak berinteraksi mulai dari hati, fisik dan pikiran bersama dalam satu lokasi. Waktu dengan anak, anda dan anak secara fisik berada dalam lokasi yang sama, tapi hati dan pikiran kita entah kemana.
·      Rancang program yang khas bersama anak, sesuai dengan tahap perkembangannya, karena anak anda very limited special edition.
Mendidik bukanlah menjejalkan, mengajarkan, mengisi dsbnya. Tetapi pendidikan, sejatinya adalah proses membangkitkan, menyadarkan, menguatkan fitrah anak kita sendiri.


Lebih penting mana membuat anak bergairah belajar dan bernalar atau menguasai banyak pelajaran, lebih penting mana membuat mereka cinta buku atau menggegas untuk bisa membaca.


Jika mereka sudah cinta, ridha, bergairah maka mereka akan belajar mandiri sepanjang hidupnya.





Sunday, 4 June 2017

Nice Home Work ( NHW #3 ) Membangun Peradaban Dari Dalam Rumah



Membangun peradaban dari dalam rumah adalah tema materi ke-3 dari matrikulasi Institut Ibu Profesional. Untuk bisa membangun peradaban dari dalam rumah kita harus bisa menemukan misai spesifik kita dalam kehidupan ini. Banyak pertanyaan yang kita harus temukan jawabannya. Mengapa dulu kita memilih “dia” menjadi suami kita, apa keunikan positif yang kita miliki, mengapa Allah menitipkan amanah anak-anak hebat pada kita dan mengapa kita dan keluarga ditempatkan pada lingkungan yang sekarang? Apa sesungguhnya maksud dan kehendak Allah dibalik itu?
Dengan semua anugerah yang Allah berikan kepada kita, manfaat apa yang dapat kita berikan pada suami kita, anak kita, keluarga kita, lingkungan kita dalam sisa umur ini?
Untuk bisa menjawab semua itu kami para peserta matrikulasi diberi tugas untuk flashback masa-masa awal menerima “dia” sebagai suami dengan memberikan surat cinta padanya. Benar saja, terkadang seiring waktu berjalan kita seringkali lupa akan besarnya cinta pada “dia”. Keterpaksaan ini membuat saya kembali mensyukuri betapa beruntungnya saya telah berjodoh dengan “dia”.
Bertepatan dengan sepuluh tahun pertemuan kita pada tanggal 2 Juni, saya berikan surat cinta itu pada “dia”.
Reaksi “dia”?
Pak suami membaca sebentar lalu melanjutkan lembar-lembar berikutnya sambil memeluk istrinya ini. (Tuuuh kan saya jadi senyum senyum sendiri ingetnya). Setelah selesai membaca surat itu saya mendapat hadiah kecupan manis di kening. Meskipun Pak Suami sering melakukannya tapi kali ini terasa berbeda, ada bunga-bunga cinta lebih indah yang terasa. Benar kata orang, bersyukurlah maka kamu akan bahagia.
Tapi reaksi berikutnya, “Umi belajar dari mana tiba-tiba nggombal gini?”.


Lebih Mengenal Anak
Anak mbarep dan anak ragil saya adalah tipikal anak lanang yang sangat aktif. Rumah saya gak pernah sepi dan gak pernah rapi kecuali saat mereka berdua sakit. Beranteman, eyel-eyelan, rebutan adalah pemandangan sehari-hari. Meski  begitu kadang saya masih sering lupa itu adalah fitrah mereka sebagai anak-anak. Maafkan ummi ya nak.
Anak ragil cenderung lebih cerewet dibanding anak mbarep. Anak ragil ini bisa bercerita tentang apa saja dengan detail. Logika berpikir anak ragil tergolong sangat baik untuk anak seusianya, TK B.  Dia suka membaca dan mengingat apa yang dibacanya. Dia juga suka bertanya ini itu dan bisa mengingat jawabannya dengan sangat detail. Bersyukur saya dan suami dari awal sepakat bahwa kami mendidik anak dengan kejujuran. Kami selalu menjelaskan segala hal dengan keteranga yang sebenarnya. Kami tidak mau memberikan penjelasan yang tidak benar atau bohong pada anak. Karena kami percaya apa yang kami tanam itulah yang kami panen.
Anak ragil tergolong anak yang agak saklek. Jika kami menerapkan suatu aturan padanya di rumah, maka aturan itu pula akan dia terapkan pada teman-temannya saat dia bermain. Hal itu terkadang membuat dia tampak sedikit lebih keras kepala bagi teman-temannya. Tapi hal itu kami biarkan saja, toh apa yang dia lakukan itu memang benar.
Anak ragil juga tergolong anak yang mandiri diantara teman-teman seusianya. Semua kegiatan-kegiatan sehari-hari sudah bisa dia kerjakan sendiri. Dia juga suka membantu umminya di dapur.
Kekurangan anak ragil adalah masih suka emosional. Pernah ada kejadian lucu, waktu selesai bermain sore saya dengar dia menangis kencang sekali diteras rumah. Saya pikir dia berantem dengan mas nya, ternyata bukan, dia mengingatkan mas nya yang parkir sepedanya kurang lurus dan mas nya cuek. Dia memberi tahu mas nya sampai nangis-nangis. :-D
Nah beda dengan anak ragil yang saklek dengan aturan yang sudah diberlakukan ke dia, anak mbarep adalah anak yang sangat cuek. Gak jarang anak mbarep ini jadi korban omelan adiknya. Dan tetap saja dia menanggapinya dengan cuek.
Anak mbarep juga termasuk anak yang mandiri. Dia punya hati yang lembut dan penyayang dibalik sikap cueknya itu. Anak mbarep ini suka gak tegaan melihat orang lain sedih atau sakit. Itulah kenapa dia lebih nurut kalau umminya sedih dibanding umminya marah.
Anak mbarep juga tergolong anak yang pintar bergaul. Dia sangat baik pada teman-temannya. Bahkan pada awal masuk SD, uang sakunya malah sebagian besar dipakai untuk membelikan jajan teman-temannya.
Anak mbarep juga suka membantu umminya di dapur. Sejak awal kelas 1 SD dia sudah bisa menggoreng telur sendiri mulai dari memecahkan telur sampai menyajikan di piring.
Kekurangan anak mbarep ini ada pada verbalnya. Dia belum bisa menceritakan sesuatu dengan bahasa yang detail dan tertata. Saat dia melakukan suatu kesalahan dia cenderung menutupi kesalahannya itu dan enggan menceritakan pada kami orang tuanya. Ini PR besar buat kami agar lebih sering mengajak dia berbicara dari hati ke hati.
Yang pasti anak mbarep dan anak ragil adalah alasan kuat bagi saya untuk selalu belajar dan belajar lagi. Mereka adalah alasan kuat bagi saya untuk terus sabar dan sabar lagi.
Semoga saya dan suami selalu bisa memperbaiki diri sebagai orang tua dan seperti tujuan awal saya menikah muda dulu, saya ingin bisa menjadi sahabat bagi anak-anak saya.

Lebih mengenal diri sendiri.
Saya adalah orang yang keras kepala, egois, moody, tidak konsisten dan emosional. Sepertinya lima sifat itu sangat mewakili profil diri saya.
Tapi beberapa waktu terakhir ini saya sudah melakukan perubahan sedikit demi sedikit. Saya bisa lebih easy going, tidak terlau memikirkan apa kata orang. Sedikit bersikap tidak peduli pada sekitar kadang menjadi lebih baik untuk saya.
Dulu saya bisa hampir setiap hari jengkel atau sedih sampai menangis hanya karena omongan orang. Tapi sekarang saya sudah mulai bisa tutup mata dan tutup kuping. Kalau ada omongan orang yang bisa saya ambil manfaatnya ya saya dengarkan, kalau tidak yang cukup lewati saja.
Akhir-akhir ini saya sedang belajar untuk menjadi individu, istri dan ibu yang lebih baik lagi. Karena sejak menikah saya tidak pernah mendapatkan bimbingan dari siapapun (ibu stroke ke-3 saat saya menikah, dan meninggal saat saya hamil 9 bulan anak pertama) saya berusaha mencari sumber ilmu sendiri. Saya berusaha memperbaiki diri dari segi ibadah terlebih dahulu, menyusun target-target perbaikan berikutnya dalam hal-hal yang lain juga.
Saya ingin bisa membahagiakan orang-orang di sekitar saya,
 meski hanya dengan berbagi senyuman.


Lebih mengenal lingkungan.
Saya bersyukur sekali diberi tempat tinggal di lingkungan yang sekarang. Tinggal disini membuat saya senantiasa besyukur dan menyadari bahwa rejeki bukan hanya tentang materi. Tapi tetangga yang baik adalah rejeki yang sangat berharga.
Tidak dekat dengan saudara membuat saya sangat bersyukur menemukan saudara-saudara baru disini. Sekeliling saya sudah seperti saudara bagi saya. Anak-anak mereka adalah anak saya juga.
Hanya saja saya belum bisa mencapai target untuk bisa aktif dalam kegiatan sosial masyarakat. Saya merasa kurang bisa mengakomodiri semua suara warga. Saya lebih memilih untuk berada di balik layar saja. Jika dibutuhkan ide-ide kegiatan, dengan senang hati saya akan menyumbangkan ide. Jika dibutuhkan tenaga sukarela saat kegiatan saya dengan senang hati akan membantu. Tapi saya belum bisa jika harus terlibat langsung sebagai pengurus. Terlalu menyita emosi menurut saya.
Saya juga bersyukur ada di lingkungan kantor yang sekarang . Dulu saya merasa berat untuk beradaptasi dikantor ini. Hampir setiap hari nangis. Tapi lama kelamaan saya belajar dari keadaan, saya seperti ditempa disini untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Dan proses belajar saya untuk beradaptasi di kantor sangat berpengaruh pada perbaikan karakter saya sehari-hari.
Meski begitu, masih banyak lagi perbaikan yang harus saya lakukan pada diri saya agar orang-orang di sekitar saya merasa lebih nyaman berada di dekat saya.