Saturday, 2 December 2017

Melatih Kemandirian Penuh Tantangan

Melatih kemandirian hari ke 3, yeayyyyy. 

Sebenarnya kawan-kawan kecil saya ini sudah tergolong mandiri untuk ukuran anak seusianya. Hanya saja membuatnya terus bersemangat, konsisten dan menjaga kedisiplinannya itu lho yang butuh suplemen sabar dari kami orang tua sebagai pendampingnya. Kadang kami juga berpikir, apa kami terlalu kejam ya membuat mereka mandiri sejak mereka kecil begini. Mereka sekarang baru kelas 1 dan 2 SD tapi kami selalu menegaskan pada mereka untuk mandiri dalam banyak hal. Bahkan kami mengajarkan itu sejak mereka masih belum sekolah dulu. 

Anak ragil saat umur 1,5 tahun
Dulu kami menata mainan berdasarkan golongannya, binatang, puzzle, mobil-mobilan, dan juga buku. Saat mereka bermain jangan harap mereka akan mengambil satu per satu berdasarkan golongan mainan yang sudah kita tata. Bukan jagoan namanya kalau gak berantakin semua. Hehehehe. Tapi kami mengajak mereka untuk menata kembali 'kapal pecah' nya. Ya meski dulu waktu mereka kecil 90% kami yang akhirnya menata. Tapi saya gak pernah capek jadi 'radio rusak' yang terus berbunyi, "Nah singa dan jerapah rumahnya disini, kalau mobil garasinya disini." Kawan-kawan kecil ini mungkin awalnya acuh saja saat kita mencontohkan cara menata mainannya, tapi lama kelamaan mereka mulai mengikuti. 

Rumah mainan kawan-kawan
Jangan ragu bunda untuk melatih kemandirian anak sejak dini, karena hal itu merupakan pelajaran yang harus diulang-ulang terus sampai menjadi kebiasaan. Dalam materi pelajaran Melatih Kemandirian di Kelas Bunda Sayang disampaikan bahwa untuk melatih kemandirian anak, dukungan yang bisa kita berikan antara lain mendesain rumah ramah anak, membuat aturan bersama anak-anak, konsisten dalam melakukan aturan, kenalkan resiko pada anak, dan memberikan tanggung jawab sesuai usia anak. Alhamdulillah kami telah menjalankan dukungan-dukungan tersebut. 

Anak mbarep dan anak ragil saling melengkapi dalam hal ini.  Mereka saling mengingatkan dan bekerja sama untuk menjalankan aturan yang sudah kami sepakati. Hari Jum'at kemarin hari libur sekolah memperingati Maulid Nabi, jam main full sehari untuk mereka. Dalam satu hari libur mereka bisa mengerjakan lebih dari satu macam permainan. Pagi pamit mau main ke rumah tetangga, lalu tiba-tiba pulang beserta rombongan. Pertama nonton tv bareng di rumah, tapi biasanya tak bertahan lama. Berikutnya berganti membaca buku bersama, setelah habis satu buku mereka mencari kegiatan lain lagi. Bermain di kamar kegiatan berikutnya, perang bantal, main mobil-mobilan, main sekolah-sekolahan berganti dalam waktu yang tak lama. 

Rumah Mainan Kawan-Kawan
Saya selalu sounding saat santai pada mereka, "Kalau selesai bermain tolong dibereskan lagi ya mainannya. Semua barang dikembalikan ke tempat semula ya". Saat membuat kesepakatan begini, anak ragil biasanya kritis. Dia selalu bertanya, "Kenapa?". Jangan pernah menjawab, "Pokoknya harus dibereskan." Tapi berikan alasan logisnya. Ndilalahnya anak ragil cerewet saya ini tipikal anak yang 'mikir sik' kalau diberitahu apapun. Kalau jawaban saya belum bisa dia terima, gak bakal dikerjakan atau dia akan bertanya lagi. Nada bicara saya pun harus dijaga, membuat kesepakatan dengan anak ragil harus disaat yang santai dan gak boleh bernada tinggi. Kalau nadanya terlalu tinggi dia akan komplain dan ngambek, "Gak mau ah. Lha Umminya marah kok." Ampun deh kalau ini sudah terjadi. Oleh karena itu saya selalu sounding disaat santai. Saya jelaskan kalau sesudah bermain kita bereskan mainannya, kita kembalikan barang-barang ke tempat semula kan kamar adik jadi rapi lagi, gak kotor, gak berantakan. Mainan adik juga gak hilang, kalau gak ditata lagi nanti adik bingung nyari mainannya pas mau main lagi. 

Rumah Mainan Kawan-kawan
Selalu berjalan mulus?

Pasti enggak lah. Kemarin saja dia jawab, "Lha kok aku lagi aku lagi, Mamas juga bantuin lah". Lalu masih lanjut jawab, "Nanti aja aku kan capek abis mainan.". Trus Ummi harus gimana? Pertama yang saya lakukan adalah tarik nafas panjang, lalu hembuskan. Hahaha. Setidaknya itu cara menaikkan level sabar setingkat lebih tinggi. 

"Ya kan beres-beresnya barengan sama mamas juga. Kalau barengan kan lebih cepat selesainya. Ummi bantuin juga deh."

Apakah ini indikasi kegagalan dalam melatih kemandirian?

Oh tentu tidak. 

Melatih kemandirian pada anak adalah sebuah proses yang  berlangsung terus menerus.
 Kegagalan dalam melatih kemandirian itu adalah saat kita berhenti dan menyerah. 


#harike3
#gamelevel2
#tantangan10hari
#melatihkemandirian
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

No comments:

Post a Comment