Thursday 26 November 2015

Perang Status?

Apakah Anda pernah mengalami momen dimana jari ini susaaaah sekali ditahan untuk tidak menanggapi suatu status menyebalkan?

YA, saya pernah mengalami itu.

Entah saya yang Gede Rasa alias GR atau emang begitu faktanya. Saya merasa ada yang menulis status sebagai tanggapan atas status yang saya tuliskan di media sosial saya. Biasanya yang saya rasakan pada momen seperti itu ada esmosi jiwa. 

Membaca status yang saya merasa itu sebagai serangan buat saya, ego saya langsung memerintah untuk menulis status balasan. Begitu seterusnya.

Lama kelamaan saya merasakan suatu kebodohan. Kenapa saya meladeni masalah seperti itu? Kenapa saya GR kalau tulisan itu ditujukan untuk saya? Bukankah teman orang itu bukan hanya saya?

Saya mendapatkan pelajaran ketidakdewasaan dari momen itu.

Sekarang saya lebih belajar untuk tidak menanggapi hal-hal yang memancing emosi saya. 
Sekarang saya lebih belajar untuk diam dan bersabar.
Sekarang saya lebih belajar untuk menunjukkan bahwa saya gak akan memikirkan makhluk2 yang saya rasa jauh tidak dewasa dari saya.

Lalu kenapa saya membuat tulisan ini?

Ini adalah cara saya agar emosi saya tersalurkan pada jalur yang lebih aman. 
Ini adalah cara saya menenangkan diri agar saat saya menatap dunia nyata, hati saya sudah lebih tenang, pikiran saya sudah lebih nyaman dan saya bisa tunjukkan pada dunia senyum terbaik saya.


Selamat pagi dan selamat berkarya.

Wednesday 25 November 2015

Be a Leader

Pernahkah Anda merasakan menjadi seorang pemimpin dalam suatu kelompok?
Menjadi suatu pemimpin itu mungkin menurut sebagian orang adalah sebuah kebanggan, menurut sebagian yang lain merupakan sebuah amanah, dan menurut sebagian yang lain merupakan sebuah ajang pembelajaran.

Saya pernah duduk di kursi yang disebut orang kursi pimpinan. Tapi saya merasa saya bisa dikatakan belum berhasil menjadi seorang pemimpin. Mengapa?

Mungkin untuk hal-hal tentang manajemen waktu, manajemen dalam menyelesaikan setiap antrian pekerjaan saya sudah cukup berhasil dan cukup efektif dalam memanfaatkan waktu dan kemampuan saya. Akan tetapi dalam hal manajemen sumber daya manusia saya belum berhasil.

Ego saya masih terlalu besar sebagai seorang pemimpin. Banyak hal yang masih kurang dari segi manajemen sumber daya manusia. Saya masih egois, saya masih emosional, saya perfeksionis, saya kurang luwes dalam berkomunikasi, saya hanya melihat suatu masalah dari sudut pandang saya sendiri, saya hanya menganggap kalau cara saya yang paling benar.

Saat itu saya tidak merasakan apa yang dirasakan anak buah saya. Saat itu saya tidak peduli apa yang orang pikirkan tentang saya dan keputusan-keputusan saya. Saat itu yang saya pedulikan hanya target pekerjaan selesai dengan baik dan tepat waktu. Cukup.

Sekarang, saya baru menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin tidak boleh hanya mementingkan target pekerjaan. Ada sekelompok manusia disampingnya yang harus dibina, diajak kerjasama, didengarkan pendapatnya, dan dihargai keadaannya.

Kenapa tiba-tiba saya bisa bilang seperti ini?

Ya, saya selama ini rupanya buta hati dan tidak bisa berempati. Pikiran saya belum terbuka dalam hal hubungan dengan sesama manusia. Saya kurang bisa merasakan perasaan orang lain.

Dan sekarang saat saya benar-benar berada pada posisi partner kerja dalam kepimpinan saya dulu, saya baru benar-benar bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi mereka.

Karma.

Mungkin bisa dibilang seperti itu.

Sekarang saya berada dalam satu kelompok dimana sosok pempimpinnya persis sama wataknya dengan saya pada jaman dahulu kala.

Bagaimana rasanya?

Menyebalkan bahkan sangat menyebalkan.

Hahahahaha

Rasa-rasanya saya harus meminta maaf pada partner dalam kelompok saya dulu.

Sungguh, saya merasakan apa yang mereka rasakan sekarang.

Sangat menyebalkan.

Memiliki seorang pemimpin aneh yang gak peduli pada perasaan orang lain itu sungguh menyebalkan.

Saya anggap saja ini karma buat saya. Tapi semoga juga saya bisa mengambil pelajaran dari apa yang saya alami sekarang agar saya bisa lebih bisa berempati pada orang lain, lebih bijaksana dan yang terpenting lebih bisa menghargai setiap peran orang lain sekecil apapun itu.