Showing posts with label Menulis. Show all posts
Showing posts with label Menulis. Show all posts

Wednesday, 18 April 2018

Bermain Adalah Dunia Anak-Anak

Duniaku dunia anak-anak
Tempat berkumpul bermain dan bernyanyi
Lagu-lagu baru ada disini
Di dunia anak-anak
Ada satu ya dibagi-bagi 
Ada dua ya dibagi rata 
Kalau lihat teman sedang bersedih
 Dikitik-kitik biar tertawa

Lagu lawas yang dinyanyikan oleh Trio Kwek Kwek ini menggambarkan betapa sederhana dunia anak-anak. Bermain dan bernyanyi adalah dua kegiatan yang digambarkan dalam lagu itu. Bermain memang kebutuhan pokok dalam dunia anak-anak. Dalam kegiatan bermain, sesungguhnya ada banyak hal yang mereka pelajari. Anak-anak belajar memahami diri sendiri ketika bermain. Mereka menentukan sendiri mau main apa, dengan siapa dan bermain di mana. Semua pilihan itu akan membantu terbentuknya gambaran tentang diri mereka.

Bermain juga mendorong perkembangan fisik dan intelektual anak-anak. Mereka bergerak bebas tanpa banyak aturan yang mengikat ketika bermain. Seluruh bagian tubuh mereka kerahkan. Bergerak merupakan respons dari otak. Semakin sering mendapatkan stimulasi untuk bergerak maka akan semakin sering juga saraf-saraf otaknya bekerja. Salah satu cara memberikan stimulus gerak sejak dini adalah dengan bermain.

Monday, 2 April 2018

Bangkitkan Kembali Semangat Membacamu Ibu Muda

Tumpukan buku semakin menggunung di dalam rak. Sebagian besar diantaranya masih terbungkus plastik utuh, belum terbuka sejak dibeli. Begitulah nasib buku yang dibeli oleh ibu muda beranak dua ini. Jangankan dibaca, dibuka dari bungkusnya saja tidak. 

Padahal di masa kuliah, saya bisa melahap novel Gajahmada atau Harry Potter dalam waktu semalam saja. Tapi sekarang seakan kehabisan waktu untuk membaca. Pagi sampai sore sibuk dengan pekerjaan kantor. Jam istirahat dimanfaatkan untuk membersamai anak-anak dan suami makan siang, lalu segera kembali ke kantor. Sore sampai malam benar-benar menggunakan waktu untuk keluarga. Setelah itu rasa kantuk akan melanda. Tak ada lagi waktu untuk membaca. 

Pernah mencoba menyisihkan sedikit waktu  untuk membaca di sore hari ketika anak-anak mengaji atau bermain sore. Tapi ternyata usaha ini tidak bertahan lama. Pernah juga mencoba untuk membawa buku ke kantor. Maksud hati akan memanfaatkan waktu jeda untuk membaca. Ketika sudah terlalu lama berkutat dengan pekerjaan kantor, harapannya membaca akan menjadi penghibusrnya. Tapi itu hanyalah angan belaka. Ngobrol dengan teman-teman seruangan ternyata lebih menarik. Membawa buku ke tempat tidur dengan harapan bisa menikmati beberapa halaman novel dari penulis kesukaan juga sudah dicoba. Alhasil novel itu malah menjadi bantal pengantar tidur. 

Friday, 23 March 2018

30 Day's Writing Challenge


Sembilan minggu berlatih menulis one day one post bersama komunitas ODOP Batch 5, membuat saya tertantang untuk ikut challenge berikutnya. Kali ini saya mengikuti komunitas #30DWC jilid 12. Pada prinsipnya komunitas ini memiliki misi yang sama dengan ODOP. Melatih konsistensi kita untuk menulis setiap hari. Hanya packaging-nya saja yang berbeda. Mulai dari aturan sampai suasana di dalam grup pun berbeda. 

Agak deg-degan waktu awal bergabung karena saya harus kembali beradaptasi dengan orang-orang baru. Merasa sudah dekat dengan keluarga ODOP membuat saya takut untuk berkekspektasi tentang komunitas baru saya ini. ODOP suasananya sangat kekeluargaan dan hangat. Kita bisa belajar dengan santai, berbagi ilmu dan juga pengalaman dengan bebas. Semua guru dan semua murid. Kita belajar bersama.

Thursday, 22 March 2018

Alumnus Merkurius


Aku adalah alumnus Merkurius. Sekumpulan manusia yang terpaksa bersama selama 9 minggu lamanya. Manusia yang tak saling mengenal berada dalam satu grup untuk belajar bersama dalam ODOP batch 5. Berjuang bersama untuk membiasakan diri menulis one day one post dan menimba ilmu dari para senior tentang materi kepenulisan. 

Aku lupa apa ekspektasi awalku tentang sekumpulan manusia ini waktu awal berkumpul dulu. Yang aku ingat tiba-tiba saja kita jadi grup yang heboh. Meski sebenarnya yang heboh dan rame ya itu-itu saja. Hahaha. Kalau baca dari testimoni teman-teman sih aku termasuk salah satu perusuh disana. Tau gak sih, itu karena di semesta aku merasa paling tua. Jadi gak nyambung dengan obrolan disana, kecuali saat ada materi. Alhasil aku rusuhnya di Merkurius.

Saturday, 17 March 2018

Petualangan Si Pengumpul Data (10): Mengejar Responden Lagi

Petualanganku mengejar responden masih berlanjut. Responden kelima yang kemarin pulang kampung, belum juga kembali hari ini. Sementara responden keenam adalah pegawai salah satu instansi di kota ini. Bersyukur si bapak sedang ada di rumah karena sedang izin kerja untuk mengawasi tukang di rumahnya. Pendataan pun berjalan dengan lancar, apalagi ternyata beliau adalah teman sekantor dari tetanggaku. Biasanya kalau ada keterkaitan dengan satu nama yang sudah dikenal akan lebih memudahkan pendataan. Responden akan percaya kalau kita bukan petugas abal-abal.

Responden ketujuh adalah pemilik warung makan yang setelah aku konfirmasi, beliau mau didata tapi nanti setelah warung sudah mau tutup sekitar jam 2 atau jam 3. Sebagai pengumpul data yang baik, aku harus memenuhi permintaan responden. Bagitu juga dengan responden kedelapan, belum bisa aku data sekarang. Rumahnya sepi, berkali-kali kuketuk pintu tak ada jawaban.

Petualangan Si Pengumpul Data (9): Mengejar Responden

Petualanganku sebagai pengumpul data tidak hanya berhenti pada pedagang sembako, pedagang ikan, pedagang ayam dan pedagang sayur saja. Masih panjang perjalanan yang harus aku tempuh. Aku pernah melakukan pendataan salah satu survei yang sampelnya dalam satu blok sensus, kira-kira 2 RT, sebanyak 10 responden. 

***

Responden pertama adalah seorang ibu-ibu yang berdagang sarapan di depan rumahnya. Beliau sedang membereskan perkakas jualannya ketika jam 9 aku datang. "Alhamdulillah mbak jam segini sudah habis dagangan saya hari ini." kata ibu itu sambil mempersilahkanku duduk di ruang tamunya. Ibu ini sangat ramah dan bersedia menjawab semua pertanyaan yang aku sampaikan. Sesekali sambil menjawab, beliau juga bercerita tentang kehidupannya. Sejak suaminya meninggal, beliau harus bekerja membiayai anak-anaknya yang masih sekolah. Beruntung anak pertamanya yang sudah bekerja mau membantu beliau untuk membiayai sekolah adik-adiknya. 

Petualangan Si Pengumpul Data (8): Belanja Sambil Kerja

Mataku berbinar, wajahku pun berseri-seri penuh kebahagiaan ketika ibu penjual sembako menerima pernyataan cintaku bersedia menjadi responden rutin untuk kegiatan Survei Harga. Keberhasilanku mendata ibu penjual sembako tak lantas membuatku berani melanjutkan perjalanan untuk mendata penjual sayur dan penjual ikan. 

Lidahku kembali kelu, jantungku kembali berdetak kencang. Perlahan aku melangkah mendekati pedagang sayur. Tapi sayangnya los sayuran itu masih dipenuhi pembeli. Aku tak berani berbelok pada los sayur lain karena aku yakin penjual sayur inilah orang yang tepat. Aku pun berjalan lagi. Aku membeli ayam sebagai alasan menanyakan harga ayam dan kawan-kawannya. Lalu aku membeli lele sebagai alibi untuk menanyakan harga ikan-ikan lain yang berada dalam satu lapak dengan lele yang kini sudah tak bernyawa lagi. 

Petualangan Si Pengumpul Data (7): Kerja Sambil Belanja

Hampir lima tahun duduk manis di balik komputer sebagai penanggung jawab olah data dan juga diseminasi data membuatku agak kaget ketika harus kembali terjun ke lapangan. Aku yang biasanya seharian di dalam ruangan dengan hembusan angin sejuk dari AC, sekarang harus bersahabat dengan teriknya Pantura Jawa. Aku harus blusukan ke kampung-kampung, berdampingan dengan truk-truk besar yang berjejeran di jalur pantura dalam perjalanan ke lapangan dan juga menghadapi responden yang tak selalu mudah untuk didata. 

Sempat ada rasa grogi lagi meski satu tahun pertama aku kerja sudah pernah menaklukkan Kota Manna. Tapi Kota Pekalongan itu berbeda, begitu kata hatiku yang selalu komplain ketika berusaha menenangkan diri. Kota Manna adalah ibukota kabupaten kecil dengan kultur kehidupan non kota. Warganya lebih mudah untuk menerima kehadiran kita para pengumpul data. Sementara Kota Pekalongan sudah identik dengan kehidupan hiruk pikuk perkotaan. Belum turun ke lapangan saja aku sudah ngeri dibuatnya. Meyakinkan diri bahwa semua akan berjalan dengan baik adalah sebuah tugas besar. Meskipun pada akhirnya satu-satunya jalan yang bisa kuambil adalah menikmati semua petualangan ini.

Thursday, 15 March 2018

Cintamu Tak Sebatas Valentine


Banyak wanita di luar sana menantikan manisnya coklat atau cantiknya si mawar merah dari cintanya. Tapi aku tidak, karena aku tak akan mendapatkan keduanya darimu. Apalagi kalau berharap mendapatkannya di hari Valentine yang kata orang adalah hari kasih sayang. Aku tak mau berharap dan tak akan pernah bermimpi untuk merayakan hari berwarna pink itu. 

Apa itu artinya kamu gak cinta aku? 

Bukan, aku tahu pasti cintamu sangat besar untukku. Cintamu bukan hanya di hari berwarna pink itu lalu hari lain menjadi abu-abu. Cintamu padaku juga bukan warna warni seperti pelangi yang datang ketika hujan pergi dan hilang ketika matahari mulai muncul lagi. 

Tuesday, 13 March 2018

Petualangan Si Pengumpul Data (6): Pekalongan Medan Juang Berikutnya

Mengingat masa-masa petualangan di Bengkulu Selatan membuatku tersenyum sendiri. Bagaimana bisa aku diserbu orang sedesa gara-gara menanyakan keberadaan WC di rumah mereka. Mungkin sampai sekarang aku di sana masih dikenang sebagai Si Mbak PHP WC, pemberi harapan palsu pembanguanan WC. 

Satu tahun berpetualang di sana memberikan bekal yang luar biasa untuk petualanganku selanjutnya sebagai pengumpul data. Sebenarnya perjalananku sesudah dari Bengkulu Selatan adalah ke Metro, Lampung. Akan tetapi karena bertugas di bagian penholahan dan diseminasi data selama 4,5 tahun berada di sana, aku tak p

Sunday, 11 March 2018

Petualangan Si Pengumpul Data (5): Gara-Gara WC

Perjalanan si pengumpul data terus berlanjut, tidak hanya berhenti pada semangkok bakso panas nan lezat dari warung Pak Yanto. Wilayah pendataan kali ini agak jauh dari kota jadi tidak mungkin bisa aku tempuh dengan jalan kaki. Membutuhkan waktu 15 menit dengan menggunakan motor menuju ke sasaran berikutnya. Kali ini aku diantarkan oleh teman seperjuangan, teman kuliah yang ditempatkan bersama di kabupaten Bengkulu Selatan ini. Namanya Mas Dim. 

Dia sengaja menyisihkan waktunya untuk mengantarkanku. Kemarin kami baru saja mendapatkan pinjaman motor Honda Win biru dari kantor. Lumayan bisa kami gunakan untuk beli makan tanpa jalan kaki di malam hari yang sunyi dan sepi. Meski malam pertama bersamanya membawa tragedi. Aku cerita sedikit deh ya tentang tragedi Win Biru.

Petualangan Si Pengumpul Data (4): Jalan Kaki Berhadiah Bakso

Belajar dari pengalaman kemarin, akhirnya aku minta diajarin sedikit tentang bahasa daerah yang digunakan di Manna. Cukup sekali deh nongkrong di depan rumah orang ditambah bonus malu di depan gerombolan anak kecil. Sebenarnya bahasa Serawai yang digunakam sehari-hari di sini tidak terlalu sulit dipelajari. Kebanyakan kosakata mirip seperti bahasa Indonesia hanya ditambah suku kata -au dibelakangnya. Tapi kosakata-kosakata baru yang sama sekali berbeda cukup membutuhkan usaha untuk menghafalkannya. 

Berbekal sedikit hafalan tentang kosakata bahasa Serawai, aku melanjutkan pekerjaanku untuk mendata lagi. Kali ini yuk Alen gak bisa mengantarku karena ada urusan keluarga. Itu artinya aku harus berjalan kaki karena aku tidak bisa naik motor dan di sini tidak semua jalan dilalui kendaraan umum. Ada ojek sih tapi kalau setiap pendataan aku naik ojek sepertinya keuanganku sebagai CPNS bisa defisit. Jadi jalan kaki menjadi satu-satunya pilihan terbaik.

Petualangan Si Pengumpul Data (3): Menunggumu

Tiga hari hidup di pesisir selatan pulau Sumatra ini sungguh menjadi pengalaman yang sangat berharga. Berjalan kaki sekitar 10 menit setiap hari ke kantor melewati pasar terbesar yang ada di kota ini. Terjawab sudah keherananku akan hadirnya banyak anjing di  terminal waktu itu. Ternyata di sini anjing seperti kucing di pulau Jawa. Mereka bebas berkeliaran dan sudah jinak alias gak bakal mengejar kita. Hari pertama berangkat kerja sih aku masih menghindar dari anjing-anjing itu. Kalau mereka ada di kiri jalan, aku menyebrang ke kanan, bagitupun sebaliknya. Jadi langkahku agak aneh dilihat orang, zig zag sepanjang jalan. Aku masih belum terbiasa dengan tatapan mesra hewan berkaki empat dengan taring tajam itu meski teman-teman sudah meyakinkanku kalau mereka jinak. 

Hari ini aku mulai turun ke lapangan alias mulai mendatangi rumah-rumah responden untuk melakukan pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang pelatihannya sudah dilakukan di Kota Bengkulu waktu itu. Aku turun ke lapangan bersama teman sekantor yang asli Manna, yuk Alen namanya. Maklum, aku belum tau medan perangku jadi masih harus didampingi. Selain itu pekerjaan ini memang dilakukan dalam tim. Pembagian tugasnya, aku mendata di rumah responden A dan yuk Alen mendata di rumah responden B yang letaknya berdekatan.

Petualangan Si Pengumpul Data (2) Manna Sekundang Setungguan

Grogi, deg-degan, takut atau entah apa yang aku rasakan pagi ini. Aku berada di dalam mobil L300 yang penuh sesak dengan penumpang. Berdua dengan teman seperjuangan, aku duduk di baris paling belakang. Kami akan berangkat ke kabupaten tempat penugasan, Bengkulu Selatan. 

Kalau di Kota Bengkulu saya masih bisa sedikit memahami bahasa sehari-harinya, kali ini di dalam mobil saya mulai merasa berada di planet asing. Tak paham sama sekali dengan apa yang mereka bicarakan. Ah sudahlah pikirku. Aku masih mencoba menikmati perjalanan yang katanya memakan waktu sekitar 4-5 jam ini. Rumah-rumah di sepanjang jalan tampak tidak terlalu padat seperti di kampungku. Tadi aku melihat ada beberapa rumah berjejeran si sepanjang jalan. 

Thursday, 8 March 2018

Petualangan Si Pengumpul Data (1): Bumi Raflesia Petualangan Pembuka

Bumi Raflesia. Tak pernah sedikit pun aku terpikir untuk mengijakkan kakiku di tanah pengasingan Bung Karno ini. Sepi, panas dan rindu, mungkin itu tiga rasa yang mewakili keadaan sepanjang perjalanan dari bandara Fatmawati ke rumah senior yang menjemput aku dan lima temanku. 

Empat tahun jauh dari orang tua demi perjuangan bisa kuliah gratis di Jakarta dan setelah lulus bisa langsung kerja. Siapa sangka setelahnya aku jadi lebih jauh dari orang tua. Negara mengirimku ke tanah Sumatra. Bengkulu akan menjadi ladang pertamaku untuk berpetualang sebagai si pengumpul data. 

Jangan bayangkan Kota Bengkulu sebagai ibukota provinsi memiliki suasana yang ramai seperti kota besar di pulau Jawa. Bahkan kampung halamanku di ujung selatan kabupaten Malang pun masih lebih ramai dari kota yang terkenal dengan sambal tempoyak ini. Aku pernah bertanya pada senior dalam perjalanan dari bandara, "Apa setiap hari Bengkulu sesepi ini?"

"Tidak, besok kalau hari kerja juga bakal ramai." jawab seniorku. Alhamdulillah, masih ada harapan berarti tentang kota ini. Begitu pikirku saat itu.

Sunday, 4 March 2018

Sammy Kura-Kura Pencabut Nyawa

Sammy, si kura-kura hitam
"Jimbo lihatlah, satu lagi nila yang menjadi korban kekejaman Sammy si kura-kura." Sandy si koi meratapi nasib temannya. Dory, nila hitam besar, tubuhnya sudah terkoyak oleh cakaran kura-kura. Kepalanya sudah terpisah dari badan. Potongan-potongan dagingnya sudah bertebaran di dalam kolam. 

Entah mengapa Sammy membunuh temannya sendiri. Sudah tujuh ekor warga kolam yang mati di tangannya. "Padahal pemilik kolam tak pernah terlambat memberi kita makan. Jadi sepertinya tak mungkin dia melakukannya karena lapar." ujarku.

Ada 15 ekor nila, 5 ekor koi, dan 1 kura-kura  yang hidup bersama dalam kolam ikan berukuran 1 x 3 meter. Semua hidup bersama dengan tenang dan damai. Kami hidup bersama dalam kolam dengan gemericik air yang membuat syahdu suasana. Bersih dan jernih membuat kami semakin riang berenang kesana kemari. 

Kadang kami, para ikan, bercanda dan berkejaran mengelilingi kolam. Ada juga ikan yang senang bersembunyi dalam kotak pompa pancuran. Nila dan koi hidup rukun, berbagi tempat hidup dan berbagi makanan. Dua kali sehari kami mendapat makan dari pemilik kolam.

Saturday, 24 February 2018

Komunitas ODOP (One Day One Post)

Foto: rikaaltair.blogspot.co.id
Bulan lalu saya sudah mengenalkan satu komunitas yang super keren, Institut Ibu Profesional. Komunitas ini memaksa saya untuk menemukan passion dalam diri yang ternyata adalah menulis. Sebenarnya menulis bukan hal yang baru karena sejak kecil saya memang suka menulis. Untuk mengembangkan kemampuan menulis, saya mengikuti beberapa komunitas di bidang ini. Salah satunya adalah ODOP (One Day One Post).

Kalau ditanya sejarah bisa bergabung dengan ODOP, jujur saya lupa. Sudah seminggu berusaha mengingat-ingat tak juga bertemu jawabannya. Ya sudah lah ya saya tuliskan apa yang masih ingat saja.

Dari nama komunitas sudah terpampang nyata kegiatannya, satu hari satu post alias satu tulisan. Sederhana kan? Eits, tunggu dulu, ternyata di dalamnya tidak sesederhana itu. Komunitas ini ternyata beranggotakan orang-orang hebat di bidangnya. Jadi tak heran kalau setiap hari banyak ilmu bertebaran dalam komunitas yang digawangi oleh Bang Syaiha (Syaiful Hadi), seorang penulis, pengajar dan juga pebisnis online.

Grup ini sudah memiliki agenda yang cukup rapi. Setiap hari, kami harus setor link tulisan pada grup Share Link. Grup ini layaknya saringan yang memilah siapa saja yang boleh melanjutkan belajar pada minggu berikutnya dan siapa saja yang harus dikeluarkan dari grup. Setiap minggunya kami diberi satu tema tantangan yang juga dijadikan dasar kelulusan. Biasanya tema ini berkaitan dengan bahasan pembelajaran minggu sebelumnya. Pembelajaran dilakukan pada grup besar ODOP batch 5. Dua kali dalam seminggu kami menerima materi dari senior ODOP. Materinya bermacam-macam, blogging, mencari ide, PUEBI, menulis cerita komedi, menulis non fiksi, menulis essay, menulis artikel, dan yang terbaru adalah materi tentang puisi.

Materi belajar tidak hanya kami terima di grup besar tapi juga di grup kecil. Tiga kali seminggu diadakan bedah tulisan. Sebelum acara bedah tulisan, kami diberi materi juga yang bisa dijadikan senjata untuk membedah tulisan sesama peserta. Bedah tulisan ini adalah agenda favorit saya karena di sini lebih banyak lagi ilmu yang bisa diserap. Apalagi saat kita yang jadi korban pembedahan, ilmunya langsung tertancap kuat dalam pikiran. Saya pernah menuliskan pengalaman ketika menjadi korban pembedahan, Bagaimana Rasanya Ketika Tulisanmu Diubrak-abrik?

Bergabung dengan komunitas menulis yang satu ini, membuat saya banyak bersyukur. Pertama, karena suasananya sangat kekeluargaan, apalagi di grup kecil alhamdulillah saya menemukan PJ dan teman-teman yang luar biasa menyenangkan. Saya mau menyebutkan nama-nama beliau semua di sini agar tercantum dalam catatan sejarah. Ada PJ yang merupakan senior-senior dari ODOP batch sebelumnya, Mak Hanum yang suka menulis quote-quote kece, Mak Renee yang masih menanti hadirnya sang pangeran berkuda putih, Kak Yoga yang pengetahuan bidang menulisnya luar biasa, dan Mbak Anis blogger handal kita. Ada teman-teman satu angkatan saya, Pak Puh Agus Heri yang paling semangat, Mak Leska partner heboh saya, Isal Iya yang puitis sekali meski sayang puisinya belum bisa membuat Rangga menggaet Cinta dan ada Mbak Floren yang pisaunya setajam silet setiap momen bedah tulisan. Ada juga Kak Ofi Gumelar yang tulisannya sudah kece abis, ada mbak Fitri dan Ivan yang ternyata aktivis Forum Lingkar Pena, mbak Aisyah, Mbak Aisy, Dik Deka, Eka, Seruni Femia dan juga mbak Zainatun. Alasan kedua saya bersyukur karena sudah bisa bergabung dalam komunitas ini adalah banyak ilmu bertebaran. Alasan ketiga, para seniornya baik hati dan tidak sombong. Meski mereka sudah pakar di bidangnya tapi mereka tetap rendah hati dan mau berbagi ilmunya dengan kami.

Program ODOP berikutnya ketika kami sudah dinyatakan lulus adalah belajar pada jurusan sesuai dengan minat dan bakat. Ada jurusan fiksi dan non fiksi yang harus dipilih nantinya. Ah, saya tidak mau membahas ini karena saya langsung galau harus memilih yang mana. Satu hal yang pasti, saya masih ingin terus bertahan dalam komunitas keren ini.

#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday52
#onedayonepost #ODOPbatch5 #tantangan5 #ODOPday31
#PerempuanBPSMenulis #MenulisAsyikdanBahagia #15haribercerita #harike20

Thursday, 22 February 2018

Bagaimana Rasanya Ketika Tulisanmu Diubrak-abrik?

Saya adalah penulis pemula yang baru belajar konsisten untuk menulis setiap hari. Fase saya baru sampai pada tahap menulis untuk mewaraskan diri dan melegakan hati. Lalu tiba-tiba mereka datang mengubrak-abrik tulisan saya. Orang-orang itu baru saya kenal hitungan minggu. Berani-beraninya mereka mengkritik habis-habisan tulisan saya. 

Saya dan Kopi, tulisan yang saya buat dengan sepenuh hati. Tulisan ini penuh rasa emosi, sentimentil, kesedihan, kerinduan dan semua rasa yang ada ketika jemari mengukir kata. Menggugah kenangan lama yang tak semua indah membuat tulisan ini cukup bisa menarik emosi pembaca menurut saya. Menulis dengan rasa, menulis sepenuh hati agar  pesan tersampaikan dengan baik pada pembaca adalah hal-hal penting yang saya percaya. 

Tapi mereka semua mengubrak-abrik tulisan saya. Kalian tahu bagaimana rasanya menjadi saya saat itu?

Saya bahagia.

Bertemu dan berkumpul dengan orang-orang yang bersedia mengubrak-abrik tulisan kita adalah sebuah keberuntungan. Mereka yang sudah berani membedah total tulisan saya adalah teman-teman dari komunitas One Day One Post (ODOP) batch 5.

Tiga kali dalam seminggu kami mempunyai jadwal bedah tulisan. Masing-masing dari kami para peserta akan mendapatkan giliran untuk dicincang tulisannya. Bukan hanya satu atau dua orang tapi semua anggota grup ikut bedah kroyokan

Biasanya sih dikritik habis-habisan itu membuat kita tersinggung. Tapi di sini tak ada kata itu, karena agenda bedah tulisan justru menambah ilmu kita. Kalau disamakan dengan proses belajar di sekolah mungkin bedah tulisan adalah pelajaran prakteknya. Semua teori yang telah diterima akan terasa gunanya. 

Satu hal yang paling makjleb pada saat bedah tulisan adalah ketika teman-teman mengatakan kalau tulisan saya mbulet. What?????

Itu saja respon saya. Hanya ingin berteriak satu kata itu. Hahaha. 

Ternyata tulisan bagus versi penulis belum tentu bagus versi pembaca. Iya sih tulisan kita akan menemukan jodoh pembacanya masing-masing. Tapi kalau orang satu grup sudah menyepakati tulisan saya mbulet berarti evaluasi besar-besaran harus segera dilakukan agar pembaca semakin nyaman. 

Selain mbulet, disampaikan juga kalau tulisan saya kurang detail dan mendalam. Sebenarnya sudah bisa membuat pembaca larut dalam emosi tapi kurangnya unsur showing membuat mereka belum bisa sepenuhnya memasuki ruang imajinasi tulisan. Materi tentang tanda baca, kata baku dan penyusunan kalimat yang efektif juga tidak luput dari bidikan pisau bedah teman-teman.

Pokoknya saya bersyukur sekali bisa merasakan tajamnya tikaman pisau bedah tulisan teman-teman ODOP, tepatnya keluarga besar Merkurius. Berharap agenda seperti ini akan ada terus selamanya agar tulisan kami semakin baik dan nyaman bagi pembaca. 


Tulisan ini saya persembahkan untuk kakak-kakak PJ dan keluarga besar Merkurius ODOP yang telah berbagi banyak ilmu dan waktu pada kami. Luv u all genks ....


#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday50
#onedayonepost #ODOPbatch5 #reviewbedahtulisan #ODOPday29
#PerempuanBPSMenulis #MenulisAsyikdanBahagia #15haribercerita #harike18

Thursday, 15 February 2018

Kumpulan Keajaiban Anak Ragil

Anak ragil
Perkenalkan, dia anak ragil, anak yang penuh keajaiban. Celetukan-celetukan gurihnya selalu mewarnai hari-hari kami sekeluarga. Kemampuan verbalnya memang sudah tampak baik sejak dia umur 1,5 tahun. Meski selalu tidak terima saat saya katakan dia cerewet, tetap saja gelar dia cerewet. Anak ragil adalah anak yang sangat kritis dan ceriwis. Berikut beberapa kumpulan cerita keajaiban si anak ragil. 

🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲

Percakapan anak ragil (3 tahun) dan emaknya.

Emak: "Dik, adik itu besok masuk kelas adik sendiri ya di kelas PAUD. Jangan ikut Mas di kelas TK."

Anak: "Gak mau"

Emak: "Kenapa gak mau?"

Anak: "Ya kan adik udah makan sayur siihh."

Emak: (Alasan apalagi ini, pasti cuma mengarang alasan. Apa hubungannya coba masuk kelasnya sendiri dengan makan sayur.) "Emang kenapa kalau makan sayur dik?"

Anak: "Ya kan kalau makan sayur itu katanya adik jadi tinggi."

Emak: "Trus?" (Masih sambil berpikir apa hubungan makan sayur dan masuk kelas sendiri)

Anak: "Ya kan kalau udah tinggi berarti udah boleh masuk kelas TK. Jadi kalau adik makan sayur berarti adik jadi tinggi jadi boleh masuk TK."

Emak: *#$@&$:*&@-@'$

(11 Februari 2015)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Kemarin sandal biru dek Nau hilang sebelah di sekolah, saat pulang ditanya sama budhenya.

Budhe: "Sandalnya yang satu kemana dek?"

Dek Nau: "Hilang di sekolah budhe."

Budhe: "Udah dicari belum dek?"

Dek Nau: "Budheee kalau hilang itu ya udah gak ada kok malah suruh nyari. Ya udah gak ada budhe, udah hilang."

Budhe: (nokomen)


🚲🚲🚲


Tadi pagi sebelum sekolah, Ayah mencari sandal Dek Nau yang merah tapi gak ketemu.

Ayah: "Dek sandal merah ditaruh mana?"

Dek Nau: "Adek buang"

Ayah: "Kenapa dibuanggg adekk itu sandal kan baru jarang dipake sama adek."

Dek Nau: (dengan tenang) "Abis sandalnya kotor ya adek buang aja."

(Ummi di kamar ngomel sendiri. Kemarin mau buang sandal jepit bututnya dia aja harus debat dulu karsena gak diperbolehkan sama Dek Nau, padahal sudah pada copot gambarnya, sekarang giliran sandal baru malah dia buang.)

(12 Agustus 2015)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


My Little Nau

🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Ummi: "Adek, waktunya tidur sekarang, udah malem."

Nau: "Emoh, aku tidurnya nanti aja."

Ummi: "Lha kok nanti sih dek, ini udah malem lho."

Nau: "Ummi ini aku kan lagi pake celana masa disuruh tidur, ya gak bisa. Aku tidure nanti abis pake celana." (Dia baru selesai gosok gigi dan pipis sebelum tidur)

Ummi: *"%@%$-$)@)#&$?-@

(5 Januari 2016)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Dan percakapan terbaru.

Emak: "Dik, botol minumnya kenapa rusak lagi?" (Sudah botol ke-XX yang rusak saat pulang sekolah)

Dik Nau: "Ya nggak tau, dia rusak sendiri."

Emak: "Kalau rusak terus Ummi gak mau beliin botol minum lagi lho ya."

Dik Nau: "Ya udah adik gak usah bawa botol aja. Kan di dapur sekolah juga ada minum."

(11 Februari 2016)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Anak ragil hari ini saat dijemput di sekolah.

Emak: "Adekkk sandalnya mana?"

Anak ragil: "Di atas genteng. Ituuu." (Sambil menunjuk ke genteng)

Emak: "Lhaaa kok bisa nyampe sana, siapa yang lemparin?"

Anak ragil: "Hanun sama aku. Tadi pengen ngenain belalang, tapi gak bisa."

Emak: "Terus nanti adek pake sandal apa, klo sandale di atas genteng??"

Anak ragil: "Ya pake sandal baru lah, kan kemarin udah dibeliin ayah. Ya mau adek pake lah, buat ke sekolah juga."

(22 April 2016)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Si batik ijo

Hari ini anak ragil mengikuti pementasan di sekolahnya. Dia mendapatkan jatah pentas satu kali untuk membaca do'a sehari-hari.

Anak ragil: "Ummi aku tadi naik panggung lagi. Tapi bukan baca do'a."

Emak: "Trus ngapain dong?"

Anak ragil: "Aku halo halo aja."

(Si batik ijo)

(14 Mei 2016)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Anak ragil pagi ini,

"Ummik, ummik itu makannya jangan banyak2 sih. Ummik itu tambah genduuut, naik motornya jadi tambah sempit sekarang."

#sarapanpagi

(24 Juli 2016)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Dimintai tolong menata mainan dan ini hasilnya.

Menata mainan ala anak ragil
Kata anak ragil, "Tentaranya melindungi hewan-hewan dari para pemburu. Kalau pemburunya mau menangkap hewan nanti pemburunya ditembaki sama tentara."

Good job my little Nau.

#bekerjadenganhati

(15 September 2016)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Anak mbarep dan anak ragil beranteman sampai ada yang menangis. Lalu diminta untuk saling bermaafan oleh ayahnya. Ketika semua sudah tenang, ditanyalah mereka,

Ayah: "Jadi tadi kenapa beranteman?"

(Sunyi, gak ada yang menjawab.)

Ayah: "Jadi tadi siapa yang nakal?"

Anak ragil: "Ayah."

Ayah: "Kok ayah?"

Anak ragil: "Iya, ayah nakal orang lagi beranteman malah dipisahin."

(27 Nopember 2016)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


My little Nau yang selalu istimewa cara berpikirnya. Beberapa hari lalu kami sedang seru membahas siapa yang menang antara gajah dan semut. Seperti yang ada dalam buku-buku cerita, kalau ada pertempuran antara gajah dan semut yang menang pasti semut.

Pesan dari cerita itu adalah jangan sombong menjadi orang besar karena yang kecil pun kalau diinjak akan bisa mengalahkan yang besar, kira-kira begitu. Tapi anak ragil ini tidak setuju.

"Gajah dan semut yang menang itu gajah" katanya.

"Kenapa gajah? Kan semut bersatu gigitin kaki gajah." seperti itu biasanya alur di buku cerita.

Jawaban anak ragil, "Kan abis itu semut-semutnya disemprot air pakai belalai gajah, jadi semutnya pergi semua dari kaki gajah karena kesemprot air. Gajah menaanggg."


(5 Januari 2017)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Bentukku bulat
Aku berwarna warni
Ada merah hijau kuning
Ada pula biru putih jingga
Aku diisi dengan gas

Benda apakah aku?

"Baloooooonnnn" si anak ragil menjawab duluan dengan semangat.

Tapi sesaat kemudian, "Harusnya gak gitu, kalau balon tuh macem ni. Aku berbentuk bulat. Aku bisa kempes bisa mlembung. Aku bisa ditiup bisa dipompa".


(9 Februari 2017)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Kemarin si emak dilanda kegalauan setelah mendapat telpon pemberitahuan kalau anak ragil pagi ini harus ikut tes masuk SD. Kaget, karena tahun lalu jadwalnya masih bulan April kalau gak salah. Tahun lalu tes masuk SD dilakukan serentak, sementara sekarang dipanggil satu per satu. Kegalauan si emak bukan karena khawatir anak ragil gak bisa membaca atau menulis. Tapi lebih ke anak ragil pagi ini 'udele lagi bolong' apa tidak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan gurunya. Sounding tentang tes masuk SD belum terlalu banyak kita berikan mengingat jadwal yang saya kira masih lama.

Tapi tadi pagi,

Emak: "Nanti paling ditanyanya udah bisa makan sendiri belum, mandi sendiri, pakai baju sendiri. Udah bisa belum dek?"

Anak: "Udah lah. Kan aku makan sendiri, mandi sendiri, pakai baju sendiri. Tapi... Aku ada yang belum bisa."

Emak: "Apa?"

Anak: "Aku belum bisa pasang tali sepatu sendiri (dg ekspresi sedih)"

Emak: "Ya udah nanti bilang aja kalau memang belum bisa. Yang penting jujur."

Anak: "Kalau bilang belum bisa, nanti aku gak lulus masuk SD" (masih dg ekspresi sedih)

Emak: "Trus gimana dong?"

Anak: "Ya udah kalau gitu sekarang emak ajari aku dulu pasang tali sepatu. Biar nanti kalau ditanyain Bu Guru, aku jawab sudah bisa tapi baru belajar."

Luv u nak. Ternyata kamu antusias sekali untuk masuk SD ya . Dan tetaplah jadi anak jujur ya cinta.

(21 Maret 2017)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Hari ini Ummi sengaja ijin kerja untuk mengantar anak ragil yang masuk SD hari pertama. Eh waktu pulang sekolah, anak yang ditungguin malah tanya, "Kok Ummi tadi gak kerja sih malah nungguin adik di sekolah? Kenapa?"

"Kan adik hari pertama masuk SD makanya Ummi tungguin" jawab saya.

"Trus kenapa kalau Adik hari pertama masuk SD? Kan Adik gak apa-apa Ummi" jawabnya dengan wajah polos.

... dan Umminya pun speechless tak tahu harus menjawab apa.

(17 Juli 2017)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Masih tentang dia.

Dia: "Ummi, untung adik tadi gak dimarahi Bu guru."

Ummi: "Lha kenapa?"

Dia: "Masa tadi itu bu guru nyuruh nulis nama di dalam buku. Ya adik gak nulis lah. Kan di sampul buku sudah ada namanya. Buat apa nulis lagi. Kan bu guru bisa lihat di sampul aja."

Ummi: "Trus bu guru gak marah?"

Dia: "Nggak marah, lha adik tolah toleh kok teman-teman nulis semua. Jadi pas bu guru udah mau nyampe bangkunya adik, ya langsung nulis cepet2."

Ummi: "Dik, itu ibu guru pengen tau yang sudah nulis rapi siapa yang belum siapa. Bukan nyuruh kasih nama bukunya."

Dia: "oh macam tuuuuuhh."

(Cerita hari pertama anak ragil masuk SD)

(17 Juli 2017)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲


Si anak ragil sedang belajar ketika ayahnya pulang kerja. Anak mbarep yang sedang belajar juga langsung menyambut Ayahnya, "Ayah kok gendut banget sih sekarang "

"Lebih gendut mana ayah apa ummi?" tanya si ayah.

Dua jagoan pun terdiam.

Si ayah tersenyum jahil, "Takut ya pasti mau jawab. Kalau jawab umi lebih gendut pasti umi marah nanti ya?"

"Aahhhh aku tau, gini aja. Ayah sama Umi lomba lari dulu. Nanti yang larinya lebih lambat berarti dia yang lebih gendut. Yang menang berarti dia cuma agak gendut.", anak ragil tiba-tiba berwajah sumringah serasa menemukan ide paling cemerlang sejagad raya.

Dan ayah ummi pun cuma bisa terbengong-bengong dengan ide brilian anaknya yang menyimpulkan bahwa hanya ada dua kategori yaitu 'dia yang lebih gendut' dan 'dia yang agak gendut'. 

(12 Desember 2017)


🚲🚲🚲🚲🚲🚲🚲

Tulisan ini diikutsertakan dalam event challenge Menulis Cerita Anak dalam kulwap Kelas Menulis Cerita Anak bersama Putri Utami #menulisceritaanak #kelasmenulisceritanak #kelasMCA


                  #harike10 #tantangan10hari #gamelevel4 #kelasbunsayiip #institutibuprofesional
#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday46
#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday25 #tantangan4 #ceritakomedi
#PerempuanBPSMenulis #MenulisAsyikdanBahagia #15haribercerita #harike14

Wednesday, 14 February 2018

Pengalaman Menembus Penerbit Mayor (Kulwap #ODOPfor99days Bersama Monika Puri Oktora)

📷 by komunitas #ODOPfor99days

Monika Puri Oktora menjadi sosok yang terkenal sekarang, baik di kalangan komunitas menulis maupun di kalangan pecinta buku. Dia baru saja meluncurkan buku 'Groningen Mom's Journal' yang sekarang sudah berjejer rapi pada deretan best seller di jaringan toko buku terbesar di Indonesia.

Berada dalam satu komunitas dengan sosok penulis hebat adalah sebuah keberuntungan. Menyerap ilmu dan semangat adalah langkah yang harus saya lakukan. Jum'at, 9 Februari 2018, komunitas #ODOPfor99days mengadakan kulwap bersama penulis cantik ini. Banyak ilmu yang harus diikat dan saya memilih tulisan sebagai pengikatnya.

Dua jam lamanya Monika berbagi pengalaman dalam menulis buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor, Elexmedia. Tentu semua peserta kulwap ingin tahu bagaimana caranya bisa menembus penerbit besar. Dia bercerita bahwa naskah mentah ditulis dalam waktu 30 hari saat mengikuti program mentoring menulis online. Meski tidak semua ditulis setiap hari saat itu, karena sudah ada beberapa tulisan di blognya hasil dari bergabung dengan komunitas ODOP (One Day One Post) tahun 2016, yang sesuai dengan premis dan outline ikut dimasukkan dalam naskah buku. 

Perjalanan awal Monika dimulai dengan memiliki naskah yang lengkap dan tentunya sudah melalui proses self-editing. Naskah yang sudah disiapkan harus disertai dengan kelengkapan data untuk bisa dikirim ke penerbit. Kelengkapan data tersebut antara lain sinopsis, jumlah halaman naskah, jumlah gambar, kelebihan naskah, buku pembanding di pasaran, daftar isi dan profil penulis. Naskah 'Groningen Mom's Journal' telah dikirimkan pada beberapa penerbit mayor. Sempat mengalami  penolakan dari beberapa penerbit mayor bahkan dari Elexmedia sendiri, pada akhirnya naskah ini berjodoh dengan Elexmedia lagi tapi dengan editor yang berbeda dengan sebelumnya. 

Perjuangan belum usai pada penerimaan naskah. Editor Elexmedia meminta untuk menambahkan dan menghilangkan konten tertentu sebelum proses berikutnya dilanjutkan. Proses proof reading dan editing dengan editor dilakukan sebanyak 3 kali yang memakan waktu selama 6 bulan. Setelah urusan bersama editor selesai, langkah berikutnya sebelum proses cetak dan penandatanganan kontrak bersama penerbit adalah melengkapi pengantar, profil penulis, dan pemilihan cover. 

Telah meluncurkan karya yang berhasil menjadi best seller membuat semangat Monika semakin membara. Saat ini dia sedang menyusun naskah fiksi berisi kumpulan cerpen yang terinspirasi dari kehidupan orang-orang di Groningen. Selain itu dia juga tetap mencoba menuliskan jurnal kehidupannya selama berada di sana dengan harapan akan bisa menerbitkan buku 'Groningen Mom's Journal 2'.

Penulis kelahiran Kota Padang ini juga bercerita bahwa untuk bisa menembus penerbit mayor harus memiliki mental baja dan tidak putus asa ketika naskahnya ditolak oleh penerbit. Yakin saja kalau tidak ada naskah yang jelek karena bagus atau tidak hanyalah preferensi editor dan penerbit. Perjalanan untuk diterima penerbit itu seperti menemukan jodoh, cocok-cocokan. Tips 'menembak' suatu penerbit ala Monika adalah dengan mengenali dan membaca dulu buku-buku terbitannya seperti apa. Syarat sebuah buku bisa diterbitkan suatu penerbit mayor biasanya memiliki kesamaan visi dan misi penerbit tersebut. Misalnya, Elexmedia dinilainya suka sekali menerbitkan buku non fiksi di bagian pengembangan diri atau tips praktis, sedangkan Mizan lebih cenderung pada tulisan bernafaskan Islam.

Perjuangan berat menembus penerbit mayor akan terbayar karena penulis sama sekali tidak memerlukan modal uang untuk biaya cetak yang semuanya ditanggung oleh penerbit. Penulis juga akan diberi beberapa buah buku sebagai bukti terbit secara gratis. Biasanya penulis akan diberi potongan harga jika membeli buku tambahan di luar yang diberikan oleh penerbit. Sebagai penulis pemula Monika memang bergerilya mendekati penerbit, menemukan yang tepat dan mau menerima naskahnya. Untuk honor sebagai penulis pemula ditawarkan oleh penerbit, tapi pada umumnya honor berupa royalti itu sama untuk tiap buku. Bedanya sebanyak apa buku laku, semakin banyak terjual maka royalti akan semakin besar.

Sosok lulusan Farmasi Klinik dan Komunitas, Institut Teknologi Bandung ini suka menulis sejak SD. Mengikuti ekstrakurikuler atau unit yang berkaitan dengan dunia tulis menulis juga dilakukannya pada masa SMP sampai Perguruan Tinggi. Berawal dari menulis diary dan menulis di blog sampai pada akhirnya Monika masuk ke dalam komunitas ODOP (One Day One Post) untuk melatih konsistensi menulis. Menurutnya, semakin sering menulis akan membuat kemampuan menjadi lebih terasah. Mulai dari segi penyusunan kalimat, pemilihan kata, pembentukan alur, narasi dan lain-lainnya. Untuk menjaga semangat menulis dia berpesan agar kita menemukan terlebih dahulu motivasi terbesar atau STRONG WHY-nya kenapa kita senang menulis dan berkarya. Hal ini akan berguna untuk menggugah semangat ketika sedang dilanda jenuh. Tips penting untuk seorang penulis yang disampaikannya adalah menulis, menulis, menulis dan membaca, membaca, membaca. Klise, tapi itu kuncinya. Bagi Monika tidak mungkin seseorang mau jadi penulis, mau belajar menulis tapi tidak pernah menulis. Aneh juga kalau seorang penulis tidak gemar membaca, kalau tidak, pasti ia tidak tertarik untuk menulis.

Monika menyukai bacaan fiksi maupun non fiksi. Sedangkan untuk menulis, menurutnya lebih mudah menulis non fiksi meski sekarang dia sedang menjajal untuk menulis fiksi yang ternyata seru juga katanya. Dia juga tetap percaya diri untuk menerbitkan buku meski dunia sekarang sudah banyak beralih ke era digital. Dia termotivasi oleh sebuah quotes, 'Kalau mau menghancurkan suatu bangsa, hancurkan buku-buku yang ada di sana.'

STRONG WHY yang dimiliki Monika dalam menerbitkan buku ini adalah ingin mempunyai suatu cerita yang bisa dikenang dan dibaca anak cucunya kelak atau dibacanya sendiri ketika sudah tua nanti dan juga berharap buku 'Groningen Mom's Journal' ini bisa menjadi amal jariyah baginya. Alasan ini yang membuat dia tidak terlalu disibukkan pada pikiran apakah bukunya nanti akan disukai oleh pembaca atau tidak. Karena baginya suka atau tidak suka itu masalah selera saja. Dia juga tidak mempermasalahkan tentang royalti karena sebagai penulis pendatang baru, bisa menerbitkan buku melalui penerbit mayor saja sudah senang. Baginya, royalti adalah nilai tambah dari kesenangan yang berikutnya.

Bercerita tentang amal jariyah, Monika baru menyadari bahwa amal jariyah bisa juga melalui menulis ketika postingannya di blog ramai dikunjungi pembaca. Postingan mengenai "Bagaimana mengurus visa keluarga untuk ke Belanda,' banyak mengundang respon pembaca. Niat untuk membantu orang lain yang kebingungan dalam mengurus visa seperti yang pernah dialaminya dituangkan melalui tulisan di blog. Ternyata tulisan ini benar membawa manfaat karena ada beberapa orang yang sudah berhasil ke Belanda bersama keluarga berterima kasih atas segala informasi dari tulisannya.

Bagi penulis cantik yang melalui masa kecilnya di Bandung ini, menulis awalnya bertujuan sebagai tools untuk menampung perasaannya, kadang juga untuk menjaga kewarasan. Menurutnya, menulis itu bisa menjaga kewarasan diri.  Monika menulis diary pada masa sekolah ketika galau, senang dan sedih. Kegiatan ini membuat perasaannya menjadi lebih plong. Setelah menikah, dia tidak lagi menulis diary tapi bercerita pada suami menjadi pilihan untuk mengungkapkan semua ekspresi. Hal ini tidak lantas membuat dia berhenti menulis, tapi justru membuatnya menaikkan tahapan menulis untuk berbagi selain untuk curhat juga. Dan ternyata tulisan mengenai info yang dibumbui curhat ini justru bermanfaat bagi orang yang membacanya.

Hijrah ke Groningen, Belanda membuatnya punya banyak cerita. Ada perjuangan, rasa lelah, air mata, tapi juga ada rasa bahagia yang membayar lunas rasa lelah dan ada juga kisah uniknya. Momen ini membuatnya tidak mau 'kecolongan'. Masa pengalaman berharga ini menggerakkan hati untuk menuliskannya menjadi sebuah buku. Awalnya, dia hanya menuliskan pengalaman sehari-hari yang terasa biasa namun berkesan di blog https://monikaoktora.com. Dia menulis saja tanpa memperhatikan bagus/tidaknya, ada yang membaca atau tidak, bahkan tidak memperhatikan kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang benar. Dia hanya ingin menuliskan apa yang diketahui, dialami, dan informasi lain yang mungkin berkaitan. Tujuan awalnya untuk pribadi, tapi lama-lama dia berpikir mungkin orang lain juga bisa terbantu atau mendapatkan insight jika membaca tulisannya.

Sebagai penulis, Monika tentu pernah menemui kendala, salah satunya adalah menjaga konsistensi menulis. Kadang susah menjaga ritme menulis dan menyelesaikan apa yang sudah ditulis, katanya. Oleh karena itu dia berusaha melawan rasa membuang-buang waktu untuk kegiatan yang kurang bermanfaat. Dia selalu berusaha meluangkan waktu untuk menulis bukan hanya menyisihkan waktu yang tersisa. Kendala atau tantangan lain sebagai penulis adalah ketika sedang mengalami writer's block alias kehabisan ide untuk menulis. Jangan berlama-lama berada dalam situasi ini, ungkapnya. Tips dari penulis yang pernah mendapatkan beasiswa studi di University of Groningen ini, untuk mengatasi writer's block salah satunya dengan berhenti menulis untuk membaca. Biasanya dengan membaca bisa membuka pikiran kembali dan memunculkan ide-ide baru. Jalan-jalan ke luar juga menjadi cara mengatasi kondisi kehabisan ide, bisa ke tempat ramai atau ke alam sambil mengamati sekitar agar pikiran fresh lagi. Selain itu kita juga bisa menghentikan sejenak kegiatan menulis dengan mengobrol dengan kawan-kawan. Menyambung tali silaturahim sekaligus menyambung ide yang tadinya buntu. Lakukan juga relaksasi sejenak dengan minum teh atau kopi favorit sambil bersantai dan ngemil, menikmati me time.

Sungguh waktu me time 2 jam yang sangat berharga bagi saya ketika mengikuti kulwap bersama Monika Puri Oktora, penulis Groningen Mom's Journal. Banyak ilmu yang saya catat dan banyak semangat yang saya serap.


Percayalah akan selalu ada langkah-langkah kecil yang kadang kita tidak sadar untuk mencapai sesuatu yang besar.
(Monika Puri Oktora, penulis Groningen Mom's Journal)
Tulisan ini diikutsertakan dalam event Give Away #JumatKulwapODOP #ODOPfor99days #JumatKulwap #GroningenMomsJournal #MonikaPuriOktora #GiveawayGMJ
#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday45
#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday24
#PerempuanBPSMenulis #MenulisAsyikdanBahagia #15haribercerita #harike13