Saturday, 2 December 2017

Me Time

Beberapa waktu lalu saya mengikuti kulwap tentang 'Me Time' yang digawangi oleh mbak Anittaqwa Elamien, penulis buku 33 Kisah Me Time (Perjalanan Ibu Bahagia). Me time bukan hal asing lagi dong ya buat ibu ibu jaman now. Sering sekali kita bilang butuh me time. Jadi sebenarnya apa itu me time dan seberapa penting sih me time buat ibu ibu jaman now?

Dalam materi kulwap dituliskan bahwa me time merupakan sebuah kebutuhan yang diperlukan untuk menjaga kesehatan mental setelah melakukan berbagai macam kegaiatan. Baik ibu bekerja maupun maupun ibu rumah tangga memiliki banyak aktivitas yang sarat dengam beban dan tantangan. Itu sebabnya, ibu butuh rehat sejenak dari hiruk pikuk kegiatan sehari-hari untuk mengembalikam stamina, memperbaiki mood agar lebih bahagia saat kembali melayani dan membersamai keluarga.

Dari kulwap tersebut juga dijelasakan bahwa menurut psikolog Ayoe Sutomo, M.Psi, meskipun manusia senang bersosialisasi dan hidup berkelompok tetapi manusia tetaplah makhluk individual. Manusia membutuhkan waktu buat sendiri untuk melakukan aktivitas yang disenanginya atau melayani dirinya sendiri. Melakukan sesuatu sendiri bisa membuat kita menjadi insan yang lebih baik. 

Terus me time seperti apa yang kita  butuhkan? 

Masih menurut Ayoe Sutomo, M.Psi, suatu kegiatan bisa dikatakan sebagai me time jika memenuhi 4 manfaat setelah melakukannya, yaitu:
  1. Bisa memahami diri sendiri lebih mendalam dan lebih baik.
  2. Meningkatkan mood, merasa bahagia tanpa merasa bersalah.
  3. Siap berkomunikasi produktif dan berinteraksi lebih baik dengan orang-orang di sekitarnya.
  4. Membuat kondisi mental lebih baik.
Me time itu sebenarnya tidak selalu berkaitan dengan hal-hal yang mahal, keluar banyak uang atau harus menghabiskan waktu lama untuk melakukannya apalagi terlalu lama meninggalkan keluarga. Aktivitas sederhana seperti membaca buku, menulis, mendengarkan musik, menonton film bisa menjadi alternatif pilihan untuk mengisi me time asalkan kita mendapatkan manfaat setelahnya. Asalkan kita menjadi lebih fresh dan bahagia setelah melakukannya. 

Me time itu penting sekali menurut saya, bukan hanya untuk ibu-ibu tapi bapak-bapak juga. Hanya saja kenapa terasa lebih penting bagi ibu-ibu, itu karena level emosi kita para wanita yang lebih mudah meledak, lebih mudah panas dibanding para pria alias bapak bapak. Seorang ibu baik yang aktif di ranah publik dan domestik maupun ibu yang aktif di ranah domestik saja pasti ada masa lelah atau bosannya. Saat mood sudah mulai turun ke level bawah disitu saat kritis kita, harus segera diatasi jangan sampai imbasnya suami dan anak yang jadi korbannya. 
Bahagiakan dulu diri kita agar bisa membahagiakan suami dan anak anak kita. 
Begitu deh kira-kira, karena jadi ibu itu kan gak ada cutinya. Orang kerja kalau lelah atau bosan dengan kerjaannya bisa mengajukan cuti, tapi seorang ibu yang bekerja dari mata terbuka sampai terpejam lagi mata mana ada masa cutinya? Nah, me time inilah sarananya. 

Dalam kulwap ini, mbak Anittaqwa Elamien mengatakan bahwa sebaiknya me time dijadwalkan secara berkala.  Tidak perlu menunggu pikiran jenuh atau bosan.  Lakukan saja secara berkala setiap hari.  Bila menunggu suasana hati jelek atau bad mood bisa jadi me time hanya akan jadi pelarian sehingga ibu merasa me time menjadi zona nyaman dan enggan kembali menghadapi rutinitas lagi.  Tentu ini melenceng dari tujuan me time yaitu me refresh hati dan pikiran agar kembali semangat melakukan rutinitas.

Dijelaskan juga bahwa lamanya waktu me time sangat kondisional tergantung pada padatnya jadwal ibu.  Jika ibu sangat sibuk dengan berbagai pekerjaan me time selama 15-30 menit sehari itu pun sudah cukup.  Ibu bisa menikmati secangkir teh beserta camilan di sore hari atau membaca buku favorit beberapa lembar asalkan bisa meredakan ketegangan dan menyenangkan maka kebutuhan me time sudah terpenuhi.  Me time tidak harus dilakukan berjam-jam bila kondisi tidak memungkinkan. Frekuensi me time hendaknya dilakukan secara berkala setiap hari.  Lakukan saja hal-hal sederhana yang tidak menghabiskan banyak waktu.  Kuncinya ibu kembali fresh lagi.  Tetapi jika ibu ingin melakukan aktivitas me time yang membutuhkan waktu lama seperti piknik bisa disesuaikan dengan kondisi keluarga ibu, mungkin frekuensi dua pekan sekali atau sebulan sekali.  Intinya buat jadwal terencana sehingga me time tidak mengganggu kebutuhan keluarga.

Menurut mbak Anittaqwa Elamien me time itu kebutuhan yang manusiawi sehingga setiap manusia butuh me time tidak terkecuali ibu bekerja, suami dan anak-anak pun butuh me time. Me time yang bertanggung jawab yaitu me time yang tidak melupakan kewajiban ibu. Jika ibu akan melakukan aktivitas me time pastikan semua kebutuhan suami dan anak sudah terpenuhi sehingga mereka enjoy untuk ditinggal. Ada baiknya tugas domestik sudah tuntas. Maka ibu bisa tenang melakukan me time tanpa dibebani rasa bersalah.

Lalu kegiatan apa yang saya lakukan dalam me time saya dan kapan saya melakukannya?

Kalau tentang waktu tergantung kondisi tapi yang pasti bukan pada waktu dimana saya harus membersamai anak-anak. Lebih seringnya sih saat baru pulang kerja, saat Pak Bojo belum sampai di rumah karena ada jeda waktu 1 jam pulang kerja kita dan pada saat itu juga adalah jadwal anak-anak TPQ atau bermain di luar bersama teman-temannya. Atau juga seperti saat saya menulis ini, malam hari ketika anak-anak sudah tidur dan Pak Bojo sedang menjalankan me time nya dengan menonton bola.

Me Time: Membaca Novel sambil Menulis di Blog

Untuk kegiatan saat me time juga tergantung keinginan hati, mengalir saja sih saat itu sedang ingin melakukan apa. Kadang membaca novel, kadang main game, kadang menulis blog sambil membaca novel seperti ini ( Bagaimana hayo caranya menulis sambil membaca? Hehe), kadang browsing sosial media saja atau kadang sibuk di dapur. Dan menurut saya, pekerjaan saya dalam mendata dari satu kantor ke kantor lain, dari satu rumah ke rumah lain itu juga waktu me time lho buat saya. Karena dengan bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang baru itu membuat saya bisa lebih fresh sesudahnya. Saat turun ke lapangan dalam rangka pendataan begitu saya menjadi banyak mensyukuri keadaan saya. Jadi sepulang mendata biasanya senyum saya cerah karena bahagia meski kusut karena debu dan asap truk sepanjang Pantura menghiasi wajah.

Jadi, ayo Bunda kita agendakan waktu kita untuk me time agar kita menjadi ibu yang lebih bahagia sesudahnya.

"If you're not happy at home, 
you're not happy at anywhere else."
-Angie Harmon-
Baca juga: Mendung Disini dan Disana




Melatih Kemandirian Penuh Tantangan

Melatih kemandirian hari ke 3, yeayyyyy. 

Sebenarnya kawan-kawan kecil saya ini sudah tergolong mandiri untuk ukuran anak seusianya. Hanya saja membuatnya terus bersemangat, konsisten dan menjaga kedisiplinannya itu lho yang butuh suplemen sabar dari kami orang tua sebagai pendampingnya. Kadang kami juga berpikir, apa kami terlalu kejam ya membuat mereka mandiri sejak mereka kecil begini. Mereka sekarang baru kelas 1 dan 2 SD tapi kami selalu menegaskan pada mereka untuk mandiri dalam banyak hal. Bahkan kami mengajarkan itu sejak mereka masih belum sekolah dulu. 

Anak ragil saat umur 1,5 tahun
Dulu kami menata mainan berdasarkan golongannya, binatang, puzzle, mobil-mobilan, dan juga buku. Saat mereka bermain jangan harap mereka akan mengambil satu per satu berdasarkan golongan mainan yang sudah kita tata. Bukan jagoan namanya kalau gak berantakin semua. Hehehehe. Tapi kami mengajak mereka untuk menata kembali 'kapal pecah' nya. Ya meski dulu waktu mereka kecil 90% kami yang akhirnya menata. Tapi saya gak pernah capek jadi 'radio rusak' yang terus berbunyi, "Nah singa dan jerapah rumahnya disini, kalau mobil garasinya disini." Kawan-kawan kecil ini mungkin awalnya acuh saja saat kita mencontohkan cara menata mainannya, tapi lama kelamaan mereka mulai mengikuti. 

Rumah mainan kawan-kawan
Jangan ragu bunda untuk melatih kemandirian anak sejak dini, karena hal itu merupakan pelajaran yang harus diulang-ulang terus sampai menjadi kebiasaan. Dalam materi pelajaran Melatih Kemandirian di Kelas Bunda Sayang disampaikan bahwa untuk melatih kemandirian anak, dukungan yang bisa kita berikan antara lain mendesain rumah ramah anak, membuat aturan bersama anak-anak, konsisten dalam melakukan aturan, kenalkan resiko pada anak, dan memberikan tanggung jawab sesuai usia anak. Alhamdulillah kami telah menjalankan dukungan-dukungan tersebut. 

Anak mbarep dan anak ragil saling melengkapi dalam hal ini.  Mereka saling mengingatkan dan bekerja sama untuk menjalankan aturan yang sudah kami sepakati. Hari Jum'at kemarin hari libur sekolah memperingati Maulid Nabi, jam main full sehari untuk mereka. Dalam satu hari libur mereka bisa mengerjakan lebih dari satu macam permainan. Pagi pamit mau main ke rumah tetangga, lalu tiba-tiba pulang beserta rombongan. Pertama nonton tv bareng di rumah, tapi biasanya tak bertahan lama. Berikutnya berganti membaca buku bersama, setelah habis satu buku mereka mencari kegiatan lain lagi. Bermain di kamar kegiatan berikutnya, perang bantal, main mobil-mobilan, main sekolah-sekolahan berganti dalam waktu yang tak lama. 

Rumah Mainan Kawan-Kawan
Saya selalu sounding saat santai pada mereka, "Kalau selesai bermain tolong dibereskan lagi ya mainannya. Semua barang dikembalikan ke tempat semula ya". Saat membuat kesepakatan begini, anak ragil biasanya kritis. Dia selalu bertanya, "Kenapa?". Jangan pernah menjawab, "Pokoknya harus dibereskan." Tapi berikan alasan logisnya. Ndilalahnya anak ragil cerewet saya ini tipikal anak yang 'mikir sik' kalau diberitahu apapun. Kalau jawaban saya belum bisa dia terima, gak bakal dikerjakan atau dia akan bertanya lagi. Nada bicara saya pun harus dijaga, membuat kesepakatan dengan anak ragil harus disaat yang santai dan gak boleh bernada tinggi. Kalau nadanya terlalu tinggi dia akan komplain dan ngambek, "Gak mau ah. Lha Umminya marah kok." Ampun deh kalau ini sudah terjadi. Oleh karena itu saya selalu sounding disaat santai. Saya jelaskan kalau sesudah bermain kita bereskan mainannya, kita kembalikan barang-barang ke tempat semula kan kamar adik jadi rapi lagi, gak kotor, gak berantakan. Mainan adik juga gak hilang, kalau gak ditata lagi nanti adik bingung nyari mainannya pas mau main lagi. 

Rumah Mainan Kawan-kawan
Selalu berjalan mulus?

Pasti enggak lah. Kemarin saja dia jawab, "Lha kok aku lagi aku lagi, Mamas juga bantuin lah". Lalu masih lanjut jawab, "Nanti aja aku kan capek abis mainan.". Trus Ummi harus gimana? Pertama yang saya lakukan adalah tarik nafas panjang, lalu hembuskan. Hahaha. Setidaknya itu cara menaikkan level sabar setingkat lebih tinggi. 

"Ya kan beres-beresnya barengan sama mamas juga. Kalau barengan kan lebih cepat selesainya. Ummi bantuin juga deh."

Apakah ini indikasi kegagalan dalam melatih kemandirian?

Oh tentu tidak. 

Melatih kemandirian pada anak adalah sebuah proses yang  berlangsung terus menerus.
 Kegagalan dalam melatih kemandirian itu adalah saat kita berhenti dan menyerah. 


#harike3
#gamelevel2
#tantangan10hari
#melatihkemandirian
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah

Friday, 1 December 2017

Kemah Di kamar Kita

Tak pernah terpikirkan sama sekali sebelumnya kalau saya akan punya dua jagoan cilik yang alhamdulillah sangat aktif dan kreatif. Setiap hari selalu ada kejutan dari mereka, kamar mandi basah sampai plafon, mobil-mobilan berjejeran di ruang tengah, jejak tanah menghiasi lantai, dan masih banyak lagi. Dulu memang sempat 'panas' melihat itu semua, tapi seperti kata iklan 'kalau gak kotor gak belajar'. 

Lalu dibiarkan saja?

Iya biarkan saja mereka berkreasi tapi kita ajarkan untuk bertanggung jawab. Boleh bermain apa saja asal dibereskan sesudahnya. Ini juga menjadi ajang mengajarkan kemandirian pada mereka. Ya meski seperti 'radio rusak' umminya ini alias harus terus mengingatkan. Tapi tak apa, bukankah momen seperti yang akan kita rindukan saat mereka sudah besar nanti?

Nah seperti ini contohnya, kemarin pas masuk kamar mereka saya gak menemukan mereka termasuk semua bantal dan guling pun tak ada. Hanya ada bentangan selendang diantara dua tempat tidur mereka. "Wah ayah kawan-kawan kemana ya? Kok gak ada?", saya tersenyum di balik selendang sambil bertanya pada ayahnya.

"Taraaaaa kita lagi kemah disini. Kita tidurnya di bawah.", mereka muncul dari balik 'tenda'. Kita sudah tata semuanya disini untuk kemah. 

Anak ragil di balik tenda

"Umi boleh ikut?", tanya saya sambil mengintip ke dalam tenda setelah mereka sudah masuk tenda lagi. 

"Tak boleh lah, tak muat. Umi kan besar", jawab anak ragil. 

Rupanya bantal dan guling sudah berpindah ke dalam tenda mereka. Lengkap dengan alas tidur dari selimut dan kain yang sepertinya mereka ambil sendiri dari lemari. Wah banyak juga ya 'properti' yang digunakan untuk membangun tenda ini. 

Tapi alhamdulillah karena selama ini sudah diajak untuk bertanggung jawab dan mandiri dalam membereskan 'hasil kreasi' mereka, jadi saya gak khawatir dengan acara kemah di dalam kamar ini. Setelah selesai acara kemah ini semua properti kembali ke tempat semula tanpa terlalu banyak energi umi keluar untuk nyerewetin. 

"Ayo yang paling cepat dan rapi menata alat kemahnya boleh dapat pelukan Umi duluan.", reward ini masih sangat menarim untuk mereka, alhamdulillah. 

Saat berberes seperti ini jadi teringat lagu yang sering dinyanyikan di sekolah saat TK mereka dulu.

Beres...beres...waktu telah tiba.
 Simpan mainan ke tempat semula.



#harike2
#gamelevel2
#tantangan10hari
#melatihkemandirian
#kuliahbunsayiip
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#iippekalongan
#iipsemarang
#iipjawatengah