Hari iniadalah hari kedua bunda berusaha menjadi cekatan dalam memanusiakan anak. Tantangan untuk hari ini adalah:
Poto dari instagram @anakjugamanusia |
Catatan ini menohok sekali rasanya buat bunda. Setiap hari, alih-alih membimbing anak-anak, bunda lebih banyak meminta mereka untuk selalu menuruti perintah. Dan semakin bunda melakukan refleksi diri, semakin sadar kalau banyak hal yang belum bunda syukuri dari anak-anak.
Beberapa hari bunda work from home (wfh) dan membersamai mereka seharian, bunda semakin sadar kalau Mamas dan Adik adalah tipikal anak yang sangat bisa diatur. Mereka lebih banyak menuruti apa yang kami minta, apa yang kami perintahkan. Meski kadang sambil menggerutu pelan atau dengan pasang wajah manyun, tapi mereka selalu mengerjakan apa yang kita minta. Misalnya lagi enak-enak menikmati gadget time-nya tiba-tiba kita minta mereka bantu beres-beres, meski sambil ngomel ya mereka tetap ikut membantu.
Nah, sesuai dengan tantangan di atas, bunda berusaha mengijinkan mereka untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka rasakan. Bunda berkomitmen untuk memahami bukan menuntut untuk dipahami.
Sejak pagi bunda membebaskan mereka untuk memilih kegiatan apa yang akan dilakukan terlebih dahulu. Apakah mau mengerjakan pekerjaan rumah dulu, mengerjakan tugas sekolah, mengerjakan PR Kumon atau yang lainnya.
Mamas mengulek kentang goreng untuk membuat perkedel kentang |
Mamas memilih untuk membantu bunda menyiapkan sarapan, sedangkan adik memilih untuk mengerjakan PR Kumon dulu.
Suasana ketika sekolah di rumah |
Bunda sudah merasa sukses di pagi hari karena sudah berhasil menekan ego untuk membebaskan mereka memilih. Padahal biasanya bunda selalu hadir dengan perintah panjang mamas harus ini dulu, adik harus itu dulu, abis ini lalu itu, abis itu lalu ini dan seterusnya.
Tapi ternyata itu baru langkah pertama. Satu hari itu panjang kawan. Masih pagi hari di dapur menyiapkan sarapan bareng Mamas, bunda sudah terpancing emosi. Bunda lupa tepatnya apa, yang pasti Mamas melakukan satu hal yang gak sesuai dengan standar bunda. Yup, standar bunda, bukan standar Mamas. Itulah, betapa besar ego bunda terhadap anak. Bunda mengukur kemampuan ketrampilan Mamas di dapur berdasarkan standar bunda bukan standar Mamas.
Menyadari itu, bunda beristighfar, berusaha untuk kembali menahan diri. Memahami, bukan menuntut dipahami. Seharian bunda berusaha, dan rasanya seperti naik roller coster. Emosi ini up and down dan beatraksi dengan bebasnya. Seharian rasanya seperti permainan sepak bola, beberapa menit berusaha bertahan, beberapa menit kemudian kebobolan, begitu seterunya. Tapi setidaknya ada fase sadar untuk mengendalikan diri meski belum sempurna.
Semoga esok menjadi hari yang lebih baik. Semoga esok bunda bisa menjadi orang tua yang lebih memahami anaknya, menjadi orang tua yang tulus untuk mengijinkan anak-anaknya mengekspresikan pikiran dan perasaannya.
Nilai hari ini lebih baik dari kemarin, Satisfactory
No comments:
Post a Comment