Thursday, 31 May 2018

Nilaiku Jelek



Dalam obrolan siang tiba-tiba anak sulung bercerita, "Bunda, maaf ya tadi nilai UKK Al Islamku jelek." 

Wajahnya sedih merasa bersalah, mungkim juga takut kena marah. Saya hanya tersenyum menjawabnya, "Emang dapat nilai berapa?"

"Dapat 84, yang dapat nilai 100 cuma satu, Zahra aja", jawabnya sambil takut-takut.

Saya pun menjelaskan padanya kalau nilai 84 itu sudah bagus. Tidak harus semua nilai kita 100. Asalkn kita sudah berusaha dan belajar sungguh-sungguh. Jawaban yang salah pada saat UKK kali ini, akan jadi pengingat untuk kita. Kesalahan itu membuat kita paham mana jawaban yang benar. 

Lagipula UKK itu kan mengukur sejauh mana kita paham akan materi yang kita pelajari. Kalau memang kita belum paham, yang tidak jadi masalah. Berarti kita perlu belajar lagi, membaca lagi. 

Anak sulung mendengarkan dengan seksama. Begitu saya selesai memberi penjelasan, dia langsung berhambur memeluk saya dengan erat. "Makasih, Bunda. Aku saaaayang, Bunda".

Dan tak lama dia pun tertidur di samping adiknya yang sedari tadi ikut menyimak obrolan kami.

#RuangBerkaryaIbu #IbuProfesional #MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta #KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu #Proyek2RBI #Day19
#semuaanakadalahbintang #institutibuprofesional #kelasbundasayang #Day13

Tuesday, 29 May 2018

Ujian Kenaikan Kelas

Mengharapkan anak untuk mendapatkan nilai dan ranking bagus pasti ada dalam pikiran semua orangtua, termasuk saya. Entah rumusan apa yang ada dalam kepala, tapi pikiran itu muncul dengan sendirinya. Terkadang membuat kita lupa tentang esensi belajar dan sekolah. Bukan sebuah pemahaman tapi mendewakan angka. 

Saya pernah terjebak dalam pemikiran itu. Meminta anak belajar sekuat tenaga pada saat ujian, meski di hari biasa sudah berlatih dan membaca. Saya tahu kalau bukan nilai tujuan akhirnya, tapi seperti di alam bawah sadar mendorong anak untuk mencapai nilai terbaiknya. 

Sampai suatu hari saya mengalami kejadian yang memilukan hati. Mengajari anak sulung dengan sepenuh jiwa tapi dia gak ngerti-ngerti juga. Dalam hati bertanya, apa memang hanya segini kemampuannya? 

Cara lain pun dicoba, lebih telaten, lebih kalem dan tutur bahasa dijaga. Menghadirkan suasana belajar yang ceria. Anak bahagia, nilai tinggipun bisa dicapainya. Tapi itu tak bertahan lama. Ketika kebosanan belajar kembali melanda, saya pun mulai kehabisan sabar seketika. Ingin cara singkat, anak langsung menguasai materi belajar semuanya.

Saya lupa, nilai lagi yang menjadi dewa. Tak peduli ekspresi masam tampak di wajahnya. 

Sekarang, pekan ujian kenaikan kelas. Saya mencoba berdiskusi dengan diri sendiri. Apa yang sebenarnya saya cari. Belajar atau mencari nilai. 

Saya mencoba menekan emosi, gengsi dan obsesi. Membebaskan anak-anak untuk mencari cara belajar sendiri. Membiarkan anak belajar dengan cara yang bisa mereka nikmati. Saya hanya menjadi pendamping bukan algojo yang akan panas kuping saat mereka tak mengerti. 

Saya hanya mengatakan, Bunda percaya pada kalian. Belajarlah dengan mandiri. Bunda ada kalau kalian mau bertanya tentang materi yang belum kalian pahami. 






#RuangBerkaryaIbu #IbuProfesional #MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta #KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu #Proyek2RBI #Day18
#semuaanakadalahbintang #institutibuprofesional #kelasbundasayang #Day12

Monday, 28 May 2018

Setiap Anak Adalah Bintang

Dulu, saya pernah berpikir pratis bahwa anak-anak itu sama dan saya bisa memperlakukan mereka dengan cara yang sama pula. Ternyata saya salah. Memili dua anak dengan jenis kelamin yang sama dan jarak usia yang tidak jauh bukan berarti membuat saya bisa memperlakukan mereka dengan cara yang sama. Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Dulu, saya meyakini bahwa anak-anak terlahir bagai kertas kosong. Putih dan bersih. Selanjutnya tergantung kita, para orangtua, bagaimana mau mengisi kertas kosong itu. Lagi-lagi ternyata saya salah. Anak-anak dilahirkan sudah membawa bintang mereka masing-masing. Anak-anak terlahir dengan kehebatannya masing-masing. Tugas kita adalah membantu anak untuk menemukan dirinya, menggali bakat dan minatnya. Hal ini biasa disebut discover ability.

Mengenalkan anak kepada bermacam-macam aktivitas dan memperkaya wawasan anak sampai menemukan aktivitas yang membuat mata mereka berbinar-binar. Biarkan anak menghabiskan waktu untuk mempelajari sesuatu atau melakukan aktivitas yang membuat mata mereka berbinar. Inilah masa anak untuk menemukan misi spesifiknya sebagai manusia.