Friday, 30 October 2020

Cinta Itu Saling Menjaga



 "Jeng sing sabar yo." begitu pesan masuk yang dikirimkan oleh sahabatku, yang suaminya satu instansi dengan Pak Bojo. Aku gak paham apa maksudnya. Harusnya aku yang berkata begitu karena dia dan keluarga sedang diuji dengan positif Covid-19. Di tengah acara Dharma Wanita di kantor sore itu, aku mencuri-curi waktu untuk melihat lagi deretan pesan masuk dalam ponselku. Jantungku seketika berdegup lebih kencang ketika pesan dari grup keluarga sekilas terbaca, "Sing sabar le, dilakoni ae". Mataku terbelalak, dengan cepat aku membuka grup itu untuk membaca lebih lengkap pesannya. Benar saja, ada petikan tabel SK mutasi di sana, Pekalongan - Jayapura. Beberapa saat aku sudah mencoba menahan air mata untuk tidak keluar dari tempatnya, tapi tak bisa. Mataku mulai berkaca-kaca, nafasku menjadi lebih sesak rasanya. Aku tak tahan lagi, aku ijin keluar ruangan, mencari pundak teman untuk menangis tumpahkan beban. Meraung-raung aku menangis di mushola kantor sampai bapak-bapak yang baru selesai sholat ashar bingung menatapku seperti itu. 

Anehnya, sampai aku berhasil tenang lagi, tak ada telpon atau pesan masuk dari Pak Bojo. Aku mencoba menelpon tapi tak diangkatnya. Aku hanya mengirimkan pesan padanya, "Ayah yang kuat ya, tenang insyaallah kami baik-baik saja di sini" Setelah itu, aku tak menghubunginya lagi. Kalau aku saja terkejut dengan berita ini, apalagi dia. Tak mudah baginya untuk bekerja jauh meninggalkan anak istri. Meski sudah sering kami membahas tentang kemungkinan mutasi kerja ke ujung lain negara ini, tapi tetap saja ada sisi yang menyesakkan ketika SK itu benar-benar dihadirkan dalam hidup kami. 

Long Distance Relationship (LDR) bukanlah hal pertama bagi kami. Dulu waktu baru kenalan di tahun akhir kuliahku, kami terpisahkan Selat Sunda. Dia di Lampung dan aku di Jakarta. Dilanjutkan dengan Bengkulu - Lampung setelah aku penempatan kerja hingga tiga bulan pertama kami menikah. Waktu itu, seminggu sekali aku PJKA (Pulang Jum'at Kembali Ahad) ke Lampung. Alhamdulillah tak lama, aku mendapatkan SK pindah ikut suami. LDR berikutnya ketika suami mutasi kerja ke Pekalongan. Tiga bulan kami menjalani LDR, tapi suami bisa seminggu atau dua minggu sekali pulang ke Lampung. 

Kali ini, Pekalongan - Jayapura. Terkejut pasti, tapi untuk mengatakan tak siap, kami tak mau berkata seperti itu. Selama ini kami sudah sering membahas tentang mutasi. Kami selalu meyakini, ketika saat itu tiba, Allah sudah menguatkan kami. Allah selalu memberikan yang terbaik pada hamba-Nya di waktu yang terbaik pula. Itu yang selalu tertanam dalam hati kami. 

Hingga jam kantor sudah terlewat 1,5 jam, Pak Bojo tak kunjung menjemput aku. Mungkin dia butuh waktu untuk menenangkan diri sejenak. Biarlah dia mengambil waktu untuk menerima berita ini dengan ikhlas. Dan akupun menenangkan diriku sambil menunggu dijemput Pak Bojo. Aku harus tenang, agar Pak Bojo tenang. Aku harus kuat, agar dia pun kuat menjalani tugas di ujung timur Indonesia. Aku harus kuat, agar anak-anak kuat. 

Mataku menatapnya dengan senyuman seraya berkata, "Gak apa-apa ya, insyaallah kita bisa." setelah aku memasuki mobil saat dijemput di depan kantor. Dia hanya menjawab dengan senyuman dengan langsung memelukku. Mungkin dia pun tak tahu harus berkata apa padaku. Kemudian yang tersisa dalam pikiran kami berdua adalah bagaimana cara memberi tahu anak-anak tentang kabar ini. Kami pun sepakat, nanti kita beri tahu mereka saat kita berdua sudah lebih tenang. 

Begitulah, ternyata cinta itu saling menjaga. Aku berusaha kuat untuknya, dia pun berusaha kuat untukku. Padahal dalam hati kami sama-sama sedang menangis sedih. 

Sambil menunggu waktu keberangkatan ke Jayapura, kami masih saja berusaha saling menguatkan betapa sedihnya hati kami masing-masing. Aku membuat list barang dan hal-hal apa saja yang perlu disiapkannya untuk ke Jayapura. Dia membuat list hal-hal apa di rumah yang perlu disiapkan sebelum berangkat ke Jayapura agar aku tak repot nanti di rumah, termasuk brain storming ke anak-anak. Aku tahu dia sedih, meski selalu berusaha menyembunyikan air matanya. Dia pun tahu, meski berkali-kali aku mengatakan, "Don't worry, we'll ok here" , aku menyimpan bendungan air mata yang siap untuk tertumpah.

Dari selembar SK mutasi ini aku belajar bahwa cinta itu saling menguatkan, cinta itu saling menjaga. 

 

No comments:

Post a Comment