Wednesday 14 February 2018

Pengalaman Menembus Penerbit Mayor (Kulwap #ODOPfor99days Bersama Monika Puri Oktora)

📷 by komunitas #ODOPfor99days

Monika Puri Oktora menjadi sosok yang terkenal sekarang, baik di kalangan komunitas menulis maupun di kalangan pecinta buku. Dia baru saja meluncurkan buku 'Groningen Mom's Journal' yang sekarang sudah berjejer rapi pada deretan best seller di jaringan toko buku terbesar di Indonesia.

Berada dalam satu komunitas dengan sosok penulis hebat adalah sebuah keberuntungan. Menyerap ilmu dan semangat adalah langkah yang harus saya lakukan. Jum'at, 9 Februari 2018, komunitas #ODOPfor99days mengadakan kulwap bersama penulis cantik ini. Banyak ilmu yang harus diikat dan saya memilih tulisan sebagai pengikatnya.

Dua jam lamanya Monika berbagi pengalaman dalam menulis buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor, Elexmedia. Tentu semua peserta kulwap ingin tahu bagaimana caranya bisa menembus penerbit besar. Dia bercerita bahwa naskah mentah ditulis dalam waktu 30 hari saat mengikuti program mentoring menulis online. Meski tidak semua ditulis setiap hari saat itu, karena sudah ada beberapa tulisan di blognya hasil dari bergabung dengan komunitas ODOP (One Day One Post) tahun 2016, yang sesuai dengan premis dan outline ikut dimasukkan dalam naskah buku. 

Perjalanan awal Monika dimulai dengan memiliki naskah yang lengkap dan tentunya sudah melalui proses self-editing. Naskah yang sudah disiapkan harus disertai dengan kelengkapan data untuk bisa dikirim ke penerbit. Kelengkapan data tersebut antara lain sinopsis, jumlah halaman naskah, jumlah gambar, kelebihan naskah, buku pembanding di pasaran, daftar isi dan profil penulis. Naskah 'Groningen Mom's Journal' telah dikirimkan pada beberapa penerbit mayor. Sempat mengalami  penolakan dari beberapa penerbit mayor bahkan dari Elexmedia sendiri, pada akhirnya naskah ini berjodoh dengan Elexmedia lagi tapi dengan editor yang berbeda dengan sebelumnya. 

Perjuangan belum usai pada penerimaan naskah. Editor Elexmedia meminta untuk menambahkan dan menghilangkan konten tertentu sebelum proses berikutnya dilanjutkan. Proses proof reading dan editing dengan editor dilakukan sebanyak 3 kali yang memakan waktu selama 6 bulan. Setelah urusan bersama editor selesai, langkah berikutnya sebelum proses cetak dan penandatanganan kontrak bersama penerbit adalah melengkapi pengantar, profil penulis, dan pemilihan cover. 

Telah meluncurkan karya yang berhasil menjadi best seller membuat semangat Monika semakin membara. Saat ini dia sedang menyusun naskah fiksi berisi kumpulan cerpen yang terinspirasi dari kehidupan orang-orang di Groningen. Selain itu dia juga tetap mencoba menuliskan jurnal kehidupannya selama berada di sana dengan harapan akan bisa menerbitkan buku 'Groningen Mom's Journal 2'.

Penulis kelahiran Kota Padang ini juga bercerita bahwa untuk bisa menembus penerbit mayor harus memiliki mental baja dan tidak putus asa ketika naskahnya ditolak oleh penerbit. Yakin saja kalau tidak ada naskah yang jelek karena bagus atau tidak hanyalah preferensi editor dan penerbit. Perjalanan untuk diterima penerbit itu seperti menemukan jodoh, cocok-cocokan. Tips 'menembak' suatu penerbit ala Monika adalah dengan mengenali dan membaca dulu buku-buku terbitannya seperti apa. Syarat sebuah buku bisa diterbitkan suatu penerbit mayor biasanya memiliki kesamaan visi dan misi penerbit tersebut. Misalnya, Elexmedia dinilainya suka sekali menerbitkan buku non fiksi di bagian pengembangan diri atau tips praktis, sedangkan Mizan lebih cenderung pada tulisan bernafaskan Islam.

Perjuangan berat menembus penerbit mayor akan terbayar karena penulis sama sekali tidak memerlukan modal uang untuk biaya cetak yang semuanya ditanggung oleh penerbit. Penulis juga akan diberi beberapa buah buku sebagai bukti terbit secara gratis. Biasanya penulis akan diberi potongan harga jika membeli buku tambahan di luar yang diberikan oleh penerbit. Sebagai penulis pemula Monika memang bergerilya mendekati penerbit, menemukan yang tepat dan mau menerima naskahnya. Untuk honor sebagai penulis pemula ditawarkan oleh penerbit, tapi pada umumnya honor berupa royalti itu sama untuk tiap buku. Bedanya sebanyak apa buku laku, semakin banyak terjual maka royalti akan semakin besar.

Sosok lulusan Farmasi Klinik dan Komunitas, Institut Teknologi Bandung ini suka menulis sejak SD. Mengikuti ekstrakurikuler atau unit yang berkaitan dengan dunia tulis menulis juga dilakukannya pada masa SMP sampai Perguruan Tinggi. Berawal dari menulis diary dan menulis di blog sampai pada akhirnya Monika masuk ke dalam komunitas ODOP (One Day One Post) untuk melatih konsistensi menulis. Menurutnya, semakin sering menulis akan membuat kemampuan menjadi lebih terasah. Mulai dari segi penyusunan kalimat, pemilihan kata, pembentukan alur, narasi dan lain-lainnya. Untuk menjaga semangat menulis dia berpesan agar kita menemukan terlebih dahulu motivasi terbesar atau STRONG WHY-nya kenapa kita senang menulis dan berkarya. Hal ini akan berguna untuk menggugah semangat ketika sedang dilanda jenuh. Tips penting untuk seorang penulis yang disampaikannya adalah menulis, menulis, menulis dan membaca, membaca, membaca. Klise, tapi itu kuncinya. Bagi Monika tidak mungkin seseorang mau jadi penulis, mau belajar menulis tapi tidak pernah menulis. Aneh juga kalau seorang penulis tidak gemar membaca, kalau tidak, pasti ia tidak tertarik untuk menulis.

Monika menyukai bacaan fiksi maupun non fiksi. Sedangkan untuk menulis, menurutnya lebih mudah menulis non fiksi meski sekarang dia sedang menjajal untuk menulis fiksi yang ternyata seru juga katanya. Dia juga tetap percaya diri untuk menerbitkan buku meski dunia sekarang sudah banyak beralih ke era digital. Dia termotivasi oleh sebuah quotes, 'Kalau mau menghancurkan suatu bangsa, hancurkan buku-buku yang ada di sana.'

STRONG WHY yang dimiliki Monika dalam menerbitkan buku ini adalah ingin mempunyai suatu cerita yang bisa dikenang dan dibaca anak cucunya kelak atau dibacanya sendiri ketika sudah tua nanti dan juga berharap buku 'Groningen Mom's Journal' ini bisa menjadi amal jariyah baginya. Alasan ini yang membuat dia tidak terlalu disibukkan pada pikiran apakah bukunya nanti akan disukai oleh pembaca atau tidak. Karena baginya suka atau tidak suka itu masalah selera saja. Dia juga tidak mempermasalahkan tentang royalti karena sebagai penulis pendatang baru, bisa menerbitkan buku melalui penerbit mayor saja sudah senang. Baginya, royalti adalah nilai tambah dari kesenangan yang berikutnya.

Bercerita tentang amal jariyah, Monika baru menyadari bahwa amal jariyah bisa juga melalui menulis ketika postingannya di blog ramai dikunjungi pembaca. Postingan mengenai "Bagaimana mengurus visa keluarga untuk ke Belanda,' banyak mengundang respon pembaca. Niat untuk membantu orang lain yang kebingungan dalam mengurus visa seperti yang pernah dialaminya dituangkan melalui tulisan di blog. Ternyata tulisan ini benar membawa manfaat karena ada beberapa orang yang sudah berhasil ke Belanda bersama keluarga berterima kasih atas segala informasi dari tulisannya.

Bagi penulis cantik yang melalui masa kecilnya di Bandung ini, menulis awalnya bertujuan sebagai tools untuk menampung perasaannya, kadang juga untuk menjaga kewarasan. Menurutnya, menulis itu bisa menjaga kewarasan diri.  Monika menulis diary pada masa sekolah ketika galau, senang dan sedih. Kegiatan ini membuat perasaannya menjadi lebih plong. Setelah menikah, dia tidak lagi menulis diary tapi bercerita pada suami menjadi pilihan untuk mengungkapkan semua ekspresi. Hal ini tidak lantas membuat dia berhenti menulis, tapi justru membuatnya menaikkan tahapan menulis untuk berbagi selain untuk curhat juga. Dan ternyata tulisan mengenai info yang dibumbui curhat ini justru bermanfaat bagi orang yang membacanya.

Hijrah ke Groningen, Belanda membuatnya punya banyak cerita. Ada perjuangan, rasa lelah, air mata, tapi juga ada rasa bahagia yang membayar lunas rasa lelah dan ada juga kisah uniknya. Momen ini membuatnya tidak mau 'kecolongan'. Masa pengalaman berharga ini menggerakkan hati untuk menuliskannya menjadi sebuah buku. Awalnya, dia hanya menuliskan pengalaman sehari-hari yang terasa biasa namun berkesan di blog https://monikaoktora.com. Dia menulis saja tanpa memperhatikan bagus/tidaknya, ada yang membaca atau tidak, bahkan tidak memperhatikan kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang benar. Dia hanya ingin menuliskan apa yang diketahui, dialami, dan informasi lain yang mungkin berkaitan. Tujuan awalnya untuk pribadi, tapi lama-lama dia berpikir mungkin orang lain juga bisa terbantu atau mendapatkan insight jika membaca tulisannya.

Sebagai penulis, Monika tentu pernah menemui kendala, salah satunya adalah menjaga konsistensi menulis. Kadang susah menjaga ritme menulis dan menyelesaikan apa yang sudah ditulis, katanya. Oleh karena itu dia berusaha melawan rasa membuang-buang waktu untuk kegiatan yang kurang bermanfaat. Dia selalu berusaha meluangkan waktu untuk menulis bukan hanya menyisihkan waktu yang tersisa. Kendala atau tantangan lain sebagai penulis adalah ketika sedang mengalami writer's block alias kehabisan ide untuk menulis. Jangan berlama-lama berada dalam situasi ini, ungkapnya. Tips dari penulis yang pernah mendapatkan beasiswa studi di University of Groningen ini, untuk mengatasi writer's block salah satunya dengan berhenti menulis untuk membaca. Biasanya dengan membaca bisa membuka pikiran kembali dan memunculkan ide-ide baru. Jalan-jalan ke luar juga menjadi cara mengatasi kondisi kehabisan ide, bisa ke tempat ramai atau ke alam sambil mengamati sekitar agar pikiran fresh lagi. Selain itu kita juga bisa menghentikan sejenak kegiatan menulis dengan mengobrol dengan kawan-kawan. Menyambung tali silaturahim sekaligus menyambung ide yang tadinya buntu. Lakukan juga relaksasi sejenak dengan minum teh atau kopi favorit sambil bersantai dan ngemil, menikmati me time.

Sungguh waktu me time 2 jam yang sangat berharga bagi saya ketika mengikuti kulwap bersama Monika Puri Oktora, penulis Groningen Mom's Journal. Banyak ilmu yang saya catat dan banyak semangat yang saya serap.


Percayalah akan selalu ada langkah-langkah kecil yang kadang kita tidak sadar untuk mencapai sesuatu yang besar.
(Monika Puri Oktora, penulis Groningen Mom's Journal)
Tulisan ini diikutsertakan dalam event Give Away #JumatKulwapODOP #ODOPfor99days #JumatKulwap #GroningenMomsJournal #MonikaPuriOktora #GiveawayGMJ
#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday45
#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday24
#PerempuanBPSMenulis #MenulisAsyikdanBahagia #15haribercerita #harike13

10 comments:

  1. Inspiratif sekali. Jadi kepikiran penven bijin buku juga, ... cuma nulis tentang apa ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Miyazaki Dalam Memori maaaaas. Ayo jadikan buku, aku mau jadi pembacanya.

      Delete
  2. Sangat menginspirasi mbak nurul . Mau pinjem bukunya, boleh ?? 😄😄😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lha ini lagi ikut give away biar dapat bukunya mbak. Hehehe. Ini oleh-oleh dari kulwap mbak

      Delete
  3. Inspiratif...
    Jadi penasaran sama bukunya.

    ReplyDelete
  4. Aku lagi garap kumcer pesanan adekku, pngennya dibukuin. Tpi nyali belum terkumpul 😭😭

    ReplyDelete
  5. Super sekali mba tulisannya menginspirasi 💕💕💕

    ReplyDelete