Saturday 17 March 2018

Petualangan Si Pengumpul Data (9): Mengejar Responden

Petualanganku sebagai pengumpul data tidak hanya berhenti pada pedagang sembako, pedagang ikan, pedagang ayam dan pedagang sayur saja. Masih panjang perjalanan yang harus aku tempuh. Aku pernah melakukan pendataan salah satu survei yang sampelnya dalam satu blok sensus, kira-kira 2 RT, sebanyak 10 responden. 

***

Responden pertama adalah seorang ibu-ibu yang berdagang sarapan di depan rumahnya. Beliau sedang membereskan perkakas jualannya ketika jam 9 aku datang. "Alhamdulillah mbak jam segini sudah habis dagangan saya hari ini." kata ibu itu sambil mempersilahkanku duduk di ruang tamunya. Ibu ini sangat ramah dan bersedia menjawab semua pertanyaan yang aku sampaikan. Sesekali sambil menjawab, beliau juga bercerita tentang kehidupannya. Sejak suaminya meninggal, beliau harus bekerja membiayai anak-anaknya yang masih sekolah. Beruntung anak pertamanya yang sudah bekerja mau membantu beliau untuk membiayai sekolah adik-adiknya. 


Responden kedua ibu-ibu juga, tapi berbeda dengan responden pertama yang menerimaku dengan ramah, responden kali ini seperti ketakutan. Awalnya beliau tidak mempersilahkan aku masuk. Aku berdiri di depan pagar sambil memasang senyum paling ramah lalu menjelaskan dengan penuh kelembutan maksud kedatanganku. Dengan takut-takut, ibu itu mempersilahkan aku duduk di terasnya. Beliau masih penasaran kenapa beliau harus ditanya-tanya, apa semua tetangganya juga akan didata sama dengannya. Aku pun menjelaskan sekali lagi maksud kedatanganku dan menceritakan kalau tidak semua warga di perumahan ini didata, lengkap dengan alasannya. Alhamdulillah responden kedua ini akhirnya luluh juga hatinya untuk didata.

Responden ketiga yang kudatangi adalah rumah dengan pagar tinggi yang tampak sepi. Berulang kali aku mengucap salam tapi tak ada jawaban dari dalam. Aku pun bertanya pada tetangga sebelah. Baru satu langkah mendekat ke pagar rumah tetangga, aku sudah disambut dengan hewan berbulu yang sangat lucu dengan suara gonggongan yang merdu. Buru-buru aku berlari menjauh dari pagar berwarna biru itu. Sang pemilik rumah akhirnya keluar dan tersenyum padaku, "Mbak nyari saya? Mari masuk mbak. Tenang, si Jazy baik kok. Dia hanya ingin menyapa teman baru saja." 

Apa aku harus percaya pada ibu ini? Ah aku harus percaya, karena aku harus menanyakan keberadaan tetangganya. Si ibu menyampaikan kalau tetangga sebelahnya itu tidak ada di rumah kalau siang begini. Semua anggota keluarganya ada di rumah kalau sore, paling cepat jam 4. Beliau menjawab sambil menggendong  makhluk berbulu yang tampak mengedipkan mata padaku. Baiklah, berarti aku harus kembali kesini nanti sore. Semoga di rumah sebelah tidak ada makhluk berbulu nan lucu. 

Responden keempat hari ini alhamdulillah bisa aku data dengan mudah. Sepasang suami istri pensiunan yang sangat memahami tugasku sebagai pengumpul data. Segelas teh hangat pun dihidangkan untukku. Rezeki tak terduga di siang hari yang sudah lewat jam makan siang ini. Menyampaikan semua pertanyaan yang ada dalam kuesioner diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan di luar kuesioner untuk mencairkan suasana. Beliau berdua juga banyak bercerita tentang anak-anaknya yang sudah bekerja dan tinggal di luar kota semua. 

Responden kelima hari yang menjadi sasaran terakhirku hari ini tidak bisa aku temui.  Kata mbak-mbak yang ada di rumah tadi, "Ibu gak ada di rumah. Saya gak berani jawab." Si mbak cantik menutup pintu di hadapanku setelah mengatakan itu tanpa sempat aku menjawab sepatah katapun. Setelah aku bertanya pada ibu warung sembako di depan rumahnya, ternyata itu tadi adalah anak mantu ibu responden. Sudah empat hari si ibu mertua pulang kampung karena sedang bertengkar dengan si mantu. Tidak bisa dipastikan kapan si ibu mertua akan pulang. 

"Coba besok datang lagi mbak, siapa tahu ibu itu sudah pulang. Biasanya sih gak sampai seminggu kalau pulang kampung begini." kata penjual sembako. 

Target terakhir gagal ditemui, saya pun memutuskan untuk kembali ke kantor. Cacing-cacing di perut sudah berteriak menuntut haknya. Jangan sampai mereka melakukan demonstrasi sambil bakar-bakar ban di sepanjang ususku. Aku masih butuh tenaga untuk menemui responden tetangga makhluk berbulu nan lucu nanti sore.  

Sesudah apel sore jam 4 aku mendatangi rumah responden ketiga yang katanya hanya ada di rumah sore hari. Masih sepi seperti tadi keadaan rumahnya. "Belum pulang mbak, kalau jam segini. Coba kesini lagi nanti jam 5 mbak.", bapak-bapak di depan rumah itu memberitahuku. Ah baiklah, aku pulang dulu saja kalau begitu.

Jam 5 tepat aku berangkat dari rumah untuk mengunjungi responden. Dan ternyata rumah berpagar tinggi itu masih juga sepi. Ibu tetangga yang punya makhluk lucu berbulu mendatangiku, "Belum datang mbak. Mungkin sebentar lagi. Tunggu saja mbak, ayo tunggu di rumah saya aja." Dengan halus aku menolak tawaran ibu itu. Bagaimana mau menerima kalau makhluk berbulu itu kembali menyapaku mesra dengan gonggongannya itu. Aku lebih memilih untuk menunggu di depan pagar responden sampai tiga puluh menit kemudian si pemilik rumah datang.

#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday48 #tantangancerbung

No comments:

Post a Comment