Sunday 11 March 2018

Petualangan Si Pengumpul Data (5): Gara-Gara WC

Perjalanan si pengumpul data terus berlanjut, tidak hanya berhenti pada semangkok bakso panas nan lezat dari warung Pak Yanto. Wilayah pendataan kali ini agak jauh dari kota jadi tidak mungkin bisa aku tempuh dengan jalan kaki. Membutuhkan waktu 15 menit dengan menggunakan motor menuju ke sasaran berikutnya. Kali ini aku diantarkan oleh teman seperjuangan, teman kuliah yang ditempatkan bersama di kabupaten Bengkulu Selatan ini. Namanya Mas Dim. 

Dia sengaja menyisihkan waktunya untuk mengantarkanku. Kemarin kami baru saja mendapatkan pinjaman motor Honda Win biru dari kantor. Lumayan bisa kami gunakan untuk beli makan tanpa jalan kaki di malam hari yang sunyi dan sepi. Meski malam pertama bersamanya membawa tragedi. Aku cerita sedikit deh ya tentang tragedi Win Biru.

Jadi ceritanya semalam kita mau bergaya, jalan-jalan keliling kota naik motor untuk pertama kalinya. Waktu melewati jalan di depan kuburan, eh listrik mati. Agak merinding rasanya apalagi tiba-tiba terdengar suara bel sepeda di dekat kami tanpa ada penampakan sepedanya sama sekali. Entah karena gelap atau memang tak terlihat. Kami pun memutuskan untuk tetap menatap ke depan sampai menjauhi suara itu. Alhamduliah aman. Tapi rasa deg-degan rupanya membuat perut kami cepat keroncongan. Akhirnya kami memutuskan berbelok arah menuju tempat makan langganan. Belum sampai di tempat tujuan, tiba-tiba si Win biru menampakkan gelagat aneh. Suaranya semakin pelan, pelan, dan mati. Win biru mogok. Alhasil kami berjalan sambil menuntun si Win biru menuju tempat makan juga ketika pulang ke kosan. 

Nah, hari ini setelah mengantar si Win biru berobat jalan, Mas Dim mengantar aku ke dusun Batulambang tempatku pendataan. Kami mampir ke rumah kepala desa sebelum melakukan pendataan di hari Sabtu ini. Lagi-lagi saya bertemu saudara barubdi tanah perantauan. Kepala desa Batulambang ternyata orang asli Malang. Alhasil kami ngobrol dengan dialek Malang yang sangat aku rindukan. 

Pak Kepala Desa mengantarkan aku dan Mas Dim keliling ke rumah-rumah yang akan aku data nanti. Beliau tidak bisa menunggui aku mendata karena masih ada janji dengan tamu yang akan datang ke rumah. Tapi beliau berpesan agar kami mampir lagi jika sudah selesai dengan tugas kami. 

Warga Batulambang tak berbeda dengan warga Kota Manna, ramah dan menerima kami dengan tangan terbuka. Aku pun menanyakan semua pertanyaan yang ada dalam kuesioner dengan lancar termasuk menanyakan tentang kepemilikan WC. Ternyata sebagian besar dari rumah-rumah di desa ini tidak punya WC. Aku seakan gak percaya karena kualitas rumahnya sudah bagus, berkeramik dan bertembok kokoh. Karena tidak percaya, aku sampai meminta izin untuk melihat kamar mandinya. Mereka bilang kalau mau buang hajat ya di semak-semak atau di sungai dekat rumah. Fenomena ini membuatku lebih fokus dalam menanyakan perihal WC. Rasa penasaran membuatku menggali informasi lebih banyak tentang kepemilikan WC ini.

***

Tapi apalah mau dikata, rasa penasaran dan fokusku dalam menanyakan tentang kepemilikan WC ini berbuah kesalahpahaman. Sebulan kemudian beberapa warga dari desa Batulambang mendatangi kantor. Mereka menanyakan kepastian bantuan pembuatan WC untuk mereka. Katanya mereka didatangi petugas yang menanyakan tentang kepemilikan WC di desa mereka. Tapi sudah sebulan kok bantuan pembuatan WC tidak kunjung datang.

Mas Dim yang mendengar penjelasan warga desa yang datang tersenyum dengan penuh kemenangan. Katanya, "Mangkane dadi wong ojo penasaranan. Kae dikon nggawekke WC."

Untungnya pimpinanku bisa menjawab dan menjelaskan maksud sebenarnya kenapa aku bertanya tentang kepemilikan WC. Wargapun pulang setelah aku memjnta maaf atas kesalahpahaman ini.


#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday47 #tantangancerbung

No comments:

Post a Comment