Jika mampu berlayar hingga ke tengah samudera,
mengapa kita hanya bersandar di tepian dermaga?
(Kurniasih, 2017)
Siang ini saya ada jadwal pendataan angkutan laut bulanan di Pelabuhan Unit II Kota Pekalongan. Di tengah perjalanan tiba-tiba terbayang kapal-kapal besar yang bersandar di sana. Saya membayangkan betapa luar biasanya para nelayan yang berani berlayar hingga ke tengah samudera. Coba bayangkan jika nelayan-nelayan itu hanya bersandar di tepian dermaga.
Saya pun teringat dengan topik yang diangkat oleh energizer Senin kemarin di kelas Bunda Sayang, Institut Ibu Profesional. Topik ini sangat luar biasa energizing. Mbak Frizdew Rovanty, salah satu teman kelas yang sedang tinggal di Belanda membagikan cerita dari Ibu Septi, founder Institut Ibu Profesional, tentang Kutu.
Ada apa dengan kutu?
Alkisah ada seekor kutu yang mepunyai kemampuan luar biasa, kutu tersebut mempunyai kemampuan untuk melompat setinggi dan sejauh 300 kali dari ukuran tubuh. hari demi hari sang kutu terus melompat kesana kemari sesuai dengan kemampuan terbaiknya yaitu melompat setinggi dan sejauh 300 kali dari ukuran tubuhnya. begitupun hari hari berikutnya sang kutu terus pergi melompat sejauh dan setinggi 300 kali dari ukuran tubuhnya.
Sampai pada suatu hari sang kutu terjebak dalam sebuah kotak korek api yang ukurannya hanya 50 kali dari ukuran tubuhnya. sang kutu terus mencoba untuk melompat dengan maximal setinggi 300 kali dari ukuran tubuh tetapi hanya bisa sampai dengan 50 kali dari ukuran tubuhnya. setiap sang kutu mencoba melompat dengan tenaga yang maximal sang kutu terus tertabrak dengan dinding pembatas di dalam kotak korek api tersebut. sehingga sang kutu menjalani hari harinya dengan hanya melompat 50 kali dari ukuran tubuhnya.
Sampai pada suatu ketika, sang kutu terbebas dari kotak korek api tersebut dan mulai menjalani aktivitas nya di luar kotak korek api. sang kutu hanya menggunakan lompatan yang hanya 50 kali dari ukuran tubuhnya. begitu pun hari hari berikutnya sang kutu terus melompat hanya 50 kali dari ukuran tubuhnya.
Keberadaannya kutu di dalam kotak korek api itu telah mengubah kemampuan lompatanya. Kutu yang dapat melompat ratusan kali lebih tinggi dari tinggi tubuhnya berubah hanya menjadi setinggi kotak korek api saja. Kekuatannya yang begitu hebat membuatnya sakit karena tubuhnya membentur dinding atas kotak korek api itu. Rasa sakit yang dia terima membuat dia memutuskan untuk melompat hanya sebatas tinggi kotak korek api saja, dan cukup dengan itu saja.
Secara tidak sadar, kita seringkali juga terjebak dalam kotak korek api. Yaitu terjebak dalam lingkungan dan keadaan yang terjadi pada kita. kadang kita sendiri yang membuat kotak korek api.Terlalu sering kita menentukan target yang lebih kecil dari kemampuan kita, dan merasa nyaman dengan keberhasilan tersebut. Sampai – sampai kita yakin bahwa kemampuan kita memang benar-benar hanya sebesar keberhasilan yang pernah kita raih saja, tidak lebih dari itu.
(Cerita dari Ibu Septi, founder IIP yang dibagikan di kelas Bunda Sayang bacth 3 Jawa Tengah)
Cerita singkat yang sangat menarik buat saya. Pasti kita pernah mengalami ini atau justru sedang mengalami nasib kutu ini?
Sebenarnya Allah menciptakan kita dengan kemampuan yang luar biasa. Akan tetapi tidak banyak dari kita yang sudah berhasil untuk memahami apa saja kemampuan yang kita miliki. Tidak banyak dari kita yang sudah menyadari apa peran yang bisa kita ambil dalam perjalanan kehidupan ini.
Ada juga diantara kita yang sudah tahu apa kemampuan diri kita, hanya saja kita takut melangkah. Kita takut keluar dari zona nyaman. Kita mengekang kemampuan diri sendiri karena tidak berani menanggung konsekuensi.
Ada juga diantara kita yang terbatasi oleh dinding-dinding yang bukan kita ciptakan sendiri. Lingkungan yang tidak mendukung kadang membuat kita tidak bisa melangkah jauh. Lingkungan yang tidak mendukung kadang membuat kita yang harusnya bisa melompat jauh hanya berjalan di tempat.
Saya ingin berbagi tentang pengalaman diri saya sendiri. Saya adalah kutu yang tak berani melompat sedekat apapun lompatan itu. Saya hanya sibuk melihat kutu-kutu lain berlompatan kesana kemari.
Dalam peran saya sebagai seorang ibu, saya beruntung menemukan Institut Ibu Profesional ini. Saya sang kutu yang tak berani melompat ini, dipertemukan dengan banyak ibu-ibu hebat. Ada seorang blogger, ada pakar herbal, ada yang suka hidroponik, memasak dan masih banyak lagi. Saya bisa menulis, saya bisa memasak, saya bisa menanam, tapi saya masih disini. Saya berada di Kota Pekalongan kota batik tapi teman-teman saya di luar kota nun jauh disana yang justru berjualan batik. Saya? Saya masih ada disini, di dalam kotak korek api.
Dalam peran saya sebagai pekerja, terlebih lagi. Saya hanya sang kutu yang ingin berada dalam kotak korek api saja, bersembunyi dari ketertinggalan jauh saya. Dikelilingi teman-teman yang hebat membuat saya justru ingin bersembunyi di dalam kotak korek api, bukan bersemangat untuk melompat lebih tinggi. Saya semakin merasa kecil dan kecil. Rasanya saya membutuhkan tepukan kuat di bahu yang meyakinkan saya, "Kamu Bisa!". Banyak ide yang sudah berlalu lalang di kepala, tapi saya selalu merasa ah siapa saya. Hanya remahan keju di kotak brownies saja.
Apa yang harus saya lakukan sekarang?
Sepertinya saya harus memotivasi diri sendiri, melompatlah sejauh mana kau bisa lompati agar kamu tak hanya terbentur pada dinding-dinding yang membuatmu tak bisa menikmati indahnya alam ini.
Sepertinya saya harus memotivasi diri sendiri, berlayarlah hingga ke tengah samudera. Apa jadinya jika nelayan hanya bersandar di tepian dermaga? Tentunya ikan laut nan lezat tak akan pernah tersaji di meja makan kita.
Baca juga: Berburu Durian
No comments:
Post a Comment