Friday 22 December 2017

Kosong Hatiku Karena Kepergianmu, Penuh Jiwaku Dengan Semangatmu, Ibu

Aku dan ibu
Seperti dedaunan yang selalu rindu tetesan air hujan.

Seperti itu rinduku padamu ibu yang kini telah bahagia  di sisi Sang Pencipta Alam.

Seperti dedaunan yang layu kala dilanda kekeringan.

Seperti itu hatiku yang kosong sejak ibu pulang ke haribaan Tuhan.


Ibu, hari ini adalah tanggal 22 Desember. Orang-orang menyebutnya sebagai Hari Ibu. Kita tak pernah merayakan hari-hari seperti ini dulu. Bahkan ketika aku pernah ingin sedikit mengistimewakan hari ini untukmu, dulu ibu malah tertawa karena memang tak biasa. Karena sejatinya ibu istimewa setiap hari bagiku. 

Ibu, aku hanya ingin bercerita padamu. Cucu-cucumu kemarin terima raport semester satu. Alhamdulillah anak mbarep peringkat tiga dan anak ragil peringkat satu. Engkau memang tak punya waktu untuk mendampingi setelah pernikahanku. Kadang aku merasa iri melihat teman-teman didampingi ibunya dalam langkah-langkah awal membina rumah tangga. Mereka bisa belajar dan bertanya pada ibunya. Tapi aku, Allah lebih menyayangi ibu. Hingga tidak ada waktu bagiku untuk sejenak bertanya tentang ini itu seputar ilmu menjadi istri dan menjadi ibu. 

Ibu, itulah hebatnya dirimu. Secara fisik kau tidak ada di sampingku. Secara wujud tak ada hadirmu menemani langkah-langkah awal menjalankan perahuku. Tapi secara ilmu dan semangat kau selalu ada dalam hati, pikiran dan jiwaku. 

Ibu, itulah hebatnya dirimu. Hatiku kau buat kosong ketika pergi menghadap Illahi. Tapi jiwaku kau buat penuh dengan ilmu dan semangat darimu. 

Ibu, lihatlah cucu-cucumu yang luar biasa itu. Mereka rajin belajar sesungguhnya karena ibu. Ibu selalu berpesan padaku bahwa ibu tidak akan meninggalkan harta untukku karena jika itu yang ibu berikan maka akan habis dalam waktu yang tak lama. Ibu hanya akan memberiku ilmu yang dengannya aku akan bisa mencari sendiri jalan hidup terbaikku.

Ibu, kata-katamu seperti mantra bagiku. Cara ibu membesarkan dan mendidikku seperti panduan berharga dalam menapaki setiap langkah kehidupanku. Bahkan tanpa pernah kau membuat bimbingan khusus bagiku menapaki lembaran baru hidupku. Tapi sungguh, semangatmu tak pernah tertinggal dalam setiap hariku.

Ibu, ketika ku kadang mulai lelah dengan segala aktifitas sebagai istri dan ibu, lagi-lagi aku malu padamu. Aku berangkat sekolah pagi buta pun, nasi panas dan lauknya sudah terhidang penuh cinta di meja. Sarapan, adalah satu hal yang tak pernah aku lewatkan seumur hidupku bersamamu. Ibu adalah orang yang tidur paling akhir, bangun paling awal. Tapi lelah seakan tak pernah hadir pada wajahmu yang cantik itu.

Ibu, kau selalu mengajarkan hidup mandiri padaku. Kau tak pernah ingin aku bergantung dan bersandar pada orang lain. Dan ternyata pada akhirnya kau pun tak mau aku bersandar padamu. Mungkin itulah mengapa Allah memanggilmu setelah tujuh bulan pernikahanku. Pernikahan yang kau saksikan ketika stroke kedua sudah menyerang tubuh kuatmu. Ibu benar-benar ingin aku mandiri. Berdiri sendiri tanpa bergantung padamu. 

Ibu, kala itu aku sangat kehilanganmu. Kala itu hatiku kosong bersama kepergianmu. Kala itu aku bertanya pada Allah, mengapa tak diberi kesempatan tuk bahagiakan ibu. Ingin roboh rasanya aku. Tapi bayangan senyummu mengingatkanku pada sesuatu. Dulu waktu aku masih kecil saat aku bertengkar dengan kakak atau kawan, ibu selalu memintaku untuk mengalah, waktu aku tanya mengapa harus aku yang mengalah ibu menjawab, "Karena kamu kuat". Saat sudah remaja ketika aku mengalami kegagalan atau melalui hal-hal yang sulit aku bertanya pada ibu mengapa aku harus mengalami ini itu, ibu menjawab, "Karena kamu kuat."

Ibu, jawaban itu pula mungkin yang ingin kau berikan padamu ketika aku bertanya pada Allah mengapa secepat itu Dia memanggilmu. Bahkan saat aku belum sempat membahagiakanmu. Ibu pasti disana tersenyum dan menjawab, "Karena kamu kuat "

Ibu, kosong hatiku karena kepergianmu tapi penuh jiwaku dengan semangatmu.

Selamat Hari Ibu, untukmu pejuangku.

Dari aku anak ragilmu yang selalu dan akan selalu merindukanmu. 


Sebuah tulisan untuk Rumbel Literasi Media Institut Ibu Profesional Semarang dan Grup Menulis Asyik dan Bahagia BPS.


5 comments:

  1. Cakep banget tulisannya.. nggak terasa mengalir air Mata.

    I feel you mbak. Ibu boleh pergi, tapi semangatnya tetap tinggal di dalam jiwa dan selalu menginspirasi :)

    Lahumul fatihah untuk ibu mbak Nurul :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin. Maturnuwun Mbak Ririt, selalu gagal nahan mewek kalau menulis tentang ibu

      Delete
  2. Mbaaaak, 😭, semangat menulismu luar biasa 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Justru semangat mbak itu dari Nurin dan teman-teman hebat lainnya. Mohon bimbingannya guru.

      Delete
  3. Kasih ibu memang tiada duanya.

    ReplyDelete