Sunday 4 February 2018

Berkenalan Dengan Homeschooling



Homeshcooling, kata ini sudah sering wara wiri di telinga saya maupun mondar mandir di sosial media. Homeschooling adalah pembelajaran pada anak yang sepenuhnya di-handle oleh orang tua. Itu adalah pemahaman saya terhadap konsep homeschooling.

Kemarin saya mengikuti sosialisasi mengenai homeschooling yang diadakan oleh Simpul Pekalongan yang berada dibawah organisasi Perserikatan Homeschooler Indonesia. Acara yang bertajuk "Esensi dan Legalitas Homeschooling" ini diadakan di rumah Mbak Nissa, narasumber acara sekaligus koordinator Simpul Pekalongan. 

Mengikuti acara ini bagi saya bagaikan mengisi baterai diri menjadi penuh lagi. Bagaimana tidak, melihat dan mendengar semangat para praktisi homeschooling membuat semangat saya kembali membara untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Memang saya belum terpikir untuk menerapkan homeschooling pada anak-anak, tapi setidaknya semangat dan cara pendampingan belajar dari para praktisi homeschooling ini bisa kita terapkan di rumah.

Dalam acara ini dijelaskan bahwa homeschooling adalah suatu pilihan untuk belajar tanpa sekolah, berbasis keluarga. Hal ini berarti keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas proses pendidikan yang dijalani anak-anaknya. Homeschooling adalah pilihan. Sebuah pilihan yang belum terlalu familiar di tengah masyarakat, yaitu pilihan untuk belajar tanpa sekolah.

Dijelaskan juga bahwa keputusan untuk menerapkan homeschooling pada anak setidaknya dilatarbelakangi oleh dua alasan besar, yaitu:
  1. Alasan Ideologis
Beberapa keluarga secara ideologi merasa tidak cocok dengan sistem belajar yang diterapkan oleh lembaga bernama sekolah. Mereka memiliki visi, misi, nilai atau konsep pendidikan yang berbeda dengan sistem yang dijalankan oleh sekolah.

       2. Alasan praktis

Beberapa keluarga ada yang tidak keberatan dengan sistem persekolahan, akan tetapi mereka berada dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk mengirimkan anak-anaknya ke sekolah. Contohnya adalah keluarga yang sering berpindah-pindah tempat tinggal, anak berkebutuhan khusus, dan anak yang mengembangkan karir sejak muda seperti atlit.

Munculnya para praktisi homeschooling ini membuka mata kita untuk tidak terpaku pada paradigma lama bahwa sekolah adalah satu-satunya tempat belajar. Tentunya tidak asing bagi kita kalau sebagian besar orang tua menganggap tanggung jawab pendidikan anak itu ada di tangan sekolah. Anak yang tidak pintar itu adalah tanggung jawab gurunya, pikiran seperti ini masih banyak muncul dalam benak para orang tua. Padahal pendidikan anak adalah tanggung jawab besar orang tua.

Kemarin saya bertemu dengan beberapa orang tua homeschooler. Ada yang memiliki 4 anak, dimana anak pertama menjalani sekolah formal sementara tiga anak lainnya menjalani homeschooling. Luar biasa sekali semangat yang dimiliki oleh keluarga ini. Anak pertamanya yang kelas 6 SD sempat mengalami "bosan sekolah" dan sampai beberapa kali mendapat teguran dari sekolah. Akhirnya karena sudah menerapkan homeschooling pada tiga anak lainnya, maka beliau mencoba menerapkan juga pada anak pertamanya ini. Akan tetapi karena posisi sudah kelas 6 SD akan agak rumit prosedurnya untuk mencabut anak dari sekolah, maka beliau tetap menyarankan anak pertamanya untuk sekolah. Hanya saja beliau mengatakan sekolah lah sesukamu karena pembelajaran utama ada di rumah. Ternyata dengan 'pembebasan' ini dan juga penerapan homeschooling membuat si anak lebih menikmati waktu belajar, lebih besar rasa ingin tahunya dan lebih besar tanggung jawabnya untuk belajar. Bonusnya justru nilai di sekolahnya menjadi lebih baik. Luar biasa.

Saya juga bertemu dengan orang tua homeschooler yang mencabut anaknya dari sekolah saat kelas 4 SD. Beliau memilih homeschooling untuk anaknya karena menilai anaknya kurang bisa belajar dengan kecepatan yang sama dibanding teman-teman seusianya akibat disleksia. Memutuskan untuk menerapkan homeschooling pada anaknya dan beliau juga melihat progress yang luar biasa justru ketika si anak sudah belajar di rumah.

Dari dua teman ini saya berkesimpulan bahwa homeschooling adalah sistem belajar yang menyenangkan karena anak tida terlalu dibebani dengan materi belajar yang bertumpuk-tumpuk seperti di sekolah. Homeschooling lebih menekankan pada pemahaman dibandigkan hafalan. Selain itu, karena tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di tangan orang tua, tentunya sistem pembelajaran yang dijalankan bisa sesuai dengan watak, minat, bakat dan gaya belajar masing-masing anak. Hal inilah yang tidak didapatkan di lembaga pendidikan bernama sekolah.

Mbak Nissa menjelaskan bahwa menjadi orang tua homeschooler tidak harus kaya atau sarjana karena hal itu tidak akan berdampak pada prestasi anak. Faktor yang berkorelasi dengan keberhasilan anak adalah:
  • Seberapa terlibatkah orang tua mendampingi belajar anak?
  • Seberapa terkustomisasi proses pembelajaran itu dengan keunikan anak?
  • Seberapa tanggap orang tua pada perkembangan minat bakat anak?
  • Seberapa kontekstual proses belajarnya?
  • Apakah orang tua mempunyai visi pendidikan yang tinggi untuk anak?
Hanya saja menjalani homeschooling itu memiliki tantangan yang tidak mudah. Sebagai penanggung jawab utama dan pertama pendidikan anak, orang tua homeschooler harus memiliki semangat belajar yang besar dan juga konsisten. Tantangan lain adalah menghadapi komentar atau tanggapan bahkan cemooh dari lingkungan sekitar. 

Homeschooling memang belum terlalu 'ngetrend' di negara kita, akan tetapi secara aturan sudah diakui keberadaannya. Berikut beberapa aturan yang berkaitan dengan homeschooling:
  • Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 mengkategorikan 3 jalur pendidikan yaitu pendidikan formal (sekolah), pendidikan non formal (PKBM, sanggar, pesantren, dll) dan pendidikan informal. Homeschooling dimasukkan dalam golongan pendidikan informal, dan didefinisikan sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan dalam Undang-Undang Sisdiknas pasal 1 angka 13.
  • Peraturan pelaksana tentang pendidikan informal adalah PERMENDIKBUD 129/2014 Tentang Sekolah Rumah. Kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (pasal 17 ayat (1) UU Sisdiknas jis. Pasal 116 PP 17/2010, pasal Permendikbud 129/2014).
  • Hasil pendidikan informal diakui sama dan dapat dihargai setara dengan pendidikan nonformal dan formal setelah melalui uji kesetaraan sesuai standar pendidikan nasional (pasal 27 (2) UU Sisdiknas jis. pasal 117 PP 17/2010, pasal 4 ayat (1) Permendikbud 129/2014).
  •  Pesekolah rumah memiliki hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pendidikan formal dan non formal untuk mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi/memasuki lapangan kerja (pasal 4 ayat (2) Permendikbud 129/2014).
  •  Pesekolah rumah dapat diterima di SD/SMP/SMA sejak awal atau tidak pada awal tahun pelajaran (pasal 10 - 11 Permendikbud 129/2014). 

Sayangnya meski keberadaan homeschooling sudah diakui dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, nyatanya belum semua Dinas Pendidikan kabupaten/kota memahami keberadaan sekolah rumah ini. Dan belum semua Dinas Pendidikan kabupaten/kota memberi peluang kepada homeschooler untuk mengikuti ujian kesetaraan.

Disinilah kehadiran Perserikatan Homeschooler Indonesia (PHI) menjadi sangat diperlukan oleh para pelaku homeschooling. PHI akan bekerja di ranah esensi dan legalitas homeschooling. Bagi teman-teman pelaku homeschooling ataupun yang tertarik untuk mendapatka informasi lebih lengkap mengenai homeschooling bisa langsung berkunjung ke website PHI, https://phi.or.id/ .

Alhamdulillah, meski belum bermaksud menerapkan homeschooling pada anak-anak tapi saya mendapatkan banyak ilmu dari acara "Esensi dan Legalitas Homeschooling" ini. Setidaknya saya mendapatkan semangat bahwa setiap keluarga memang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya, apapun jalur pendidikan yang menjadi pilihannya. Satu hal penting juga yang menjadi catatan saya adalah belajar itu bukan hanya sekolah. Ada banyak hal-hal seru dan menyenangkan yang bisa dipelajari anak-anak dan justru akan menjadi bekal berharga dalam kehidupan mereka. Untuk mendidik anak yang sudah diamanahkan Allah pada kita, maka sebagai orang tua kita tidak boleh berhenti dan tidak boleh lelah untuk belajar.

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim
(Hadits Shahih, Riwayat al-Baihaqi dalam kitab Syu'abul Iman)

#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday36
#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday14
#MenulisAsyikdanBahagia #PerempuanBPSMenulis #15HariBercerita #HariKe3

11 comments:

  1. Makasi mb nurul artikelnya bermanfaat sekali..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haii Atiiin. Alhamdulillah nek bermanfaat. Semangat terus ya berjuang buat dua jagoan.

      Delete
  2. Kerenn sekali mbak nurul👍👍. Bermanfaat sekali buat saya .

    ReplyDelete
  3. Waahh.. dapet ilmu baru.. makasih bunda..

    ReplyDelete
  4. Saya berniat memasukan anak saya di homeschooling, saya minta info untuk daerah pekalongan,tetima kasib

    ReplyDelete
  5. Info untuk wil pekalongan pemalang bun....

    ReplyDelete
  6. Maaf,,mw tanya..homeschooling di pekalongan daerah mana ya? Trus,syaratnya apasaja,,trims

    ReplyDelete
  7. Mba, bisa minta kontak person nya? Saya mau konsultasi soal ini secara personal

    ReplyDelete
  8. Maaf, bsa mnta kontak person Home schooling daerh pekalongan?

    ReplyDelete
  9. bs mnt info komunitas hser dipekalongan bun?

    ReplyDelete