Friday 2 February 2018

Memahami Gaya Belajar Anak (Hari Ke-2)


Mengerjakan tantangan level 4 ini mengingatkan saya pada tantangan level 2 lalu, 'Melatih Kemandirian'. Pada tantangan level 2 lalu saya merasa sombong, apa sulitnya melatih kemandirian anak toh kami sudah menerapkan ini pada anak-anak sejak mereka kecil. Tapi nyatanya dengan mengamati secara lebih 'sengaja' progress kemandirian mereka, banyak kejutan yang saya dapatkan. 

Belum kapok berpikir sombong, menyambut materi level 4 ini saya juga berpikir bahwa mengamati gaya belajar anak itu mudah saja. Kan saya mendampingi mereka belajar setiap hari, pasti saya adalah orang yang paling paham tentang gaya belajar mereka. 

Lalu? 

Sama dengan yang terjadi pada level 2 lalu, ketika saya sengaja mencatat hasil pengamatan pada gaya belajar mereka maka saya menemukan hal-hal baru dari diri mereka. 

Sungguh, menjadi orang tua itu gak boleh sombong dan harus terus belajar. Itu kesimpulannya. 

Ada materi pembelajaran level 4 yang saya sangat sukai dan perlu saya catat disini. 

Sudah saatnya kita belajar memahami gaya belajar anak-anak (learning styles) dan memahami gaya mengajar kita sebagai pendidik (teaching styles) karena kedua hal tersebut akan berpengaruh pada gaya bekerja kita dan anak-anak (working styles).

Kalau kita tidak mau memahami gaya belajar dan mengajar itu makan kita dan anak-anak  akan termasuk dalam kategori masyarakat buta huruf abad 20 sebagaimana yang didefinisikan oleh Alvin Toffler (red: seorang penulis dan futurolog Amerika).

"Mereka yang dikategorikan buta huruf pada abad 20 bukanlah individu yang tidak bisa membaca dan menulis, melainkan orang yang tidak mampu belajar, tidak mau belajar dan tidak kembali belajar."

Kembali pada pengamatan gaya belajar anak-anak, kemarin malam kebetulan keduanya sama-sama belajar Bahasa. Anak mbarep belajar Bahasa Inggris dan anak ragil belajar Bahasa Indonesia.

Hasil pengamatan gaya belajar:

🏵️ Anak mbarep

Ketika mengerjakan PR Bahasa Inggris, dia cenderung tidak percaya diri dengan jawabannya. Kecenderungan ini ditunjukkan dengan berulang kalinya dia bertanya apakah jawabannya sudah benar atau belum. Dia juga tidak semangat untuk membaca materi pembelajaran sehingga dia menjawab pertanyaan berdasarkan pemikirannya sendiri. Selain itu dia juga tidak berusaha memahami terlebih dahulu makna pertanyaannya, hanya mencari petikan kata yang sama dengan materi yang ada. 

🏵️ Anak ragil

Anak ragil mendapat PR Bahasa Indonesia. Dia diminta menjelaskan petunjuk cara mengepel lantai. Dia diminta menyusun petunjuk dalam 6 langkah. Saya meminta dia untuk mengerjakan sendiri terlebih dahulu. Akan saya koreksi nanti kalau sudah selesai. Sampai pada langkah ke-5 dia sudah bertanya. Saya mencoba membantu, tapi dia protes. "Bukan begitu, tadi di buku tematik bukan gituuuu.", protesnya.

Saya menjawab, "Oh maaf, ya sudah kalau memang sudah ada di buku tematik, adik tulis saja sesuai di buku. Coba buka bukunya."

Dia langsung tantrum, "Ya aku gak tahuuu, kan aku belum punya bukunya."

"Lha tadi adik baca dari mana?", saya mulai bingung.

"Ya aku gak tahu makanya nanya Ummi. Ini gimana nulisnya yang ke-5? Gimana??, dia semakin tampak bad mood

Kondisi 'mbulet' ini akan muncul kalau dia sudah merasa menemui kesulitan. Mood langsung drop, sulit menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya bahkan untuk meminta tolong sekalipun. Yang ada hanya tantrum. 

Cara pendampingan belajar:

🏵️ Anak mbarep

Menjelaskan satu per satu maksud pertanyaan yang ada dalam PR dan meminta dia menuliskan kosakata yang baru dia kenali di buku belajarnya. Setelah itu meminta dia mengerjakan PR nya kembali. Untuk anak mbarep, saya harus memberikan apresiasi setiap dia berhasil mengerjakan satu nomor agar dia semangat dan percaya diri untuk mengerjakan nomor berikutnya. 

🏵️Anak ragil

Mengatasi tantrum anak ragil ini tidak mudah. Salah kata sedikit saja akan lebih jauh menghancurkan mood dia. Harus dengan bahasa yang halus tapi tegas.

"Ok, tadi adik bilang jawaban Ummi tidak sesuai dengan buku tema. Jadi Ummi minta adik menjawab sesuai buku tema. Tapi kata adik, tidak tahu jawaban dari buku tema. Makanya Ummi membantu adik dengan jawaban yang Ummi tahu benar. Sekarang silahkan pilih saja, tetap dengan saran Ummi atau adik ada jawaban lain."

Berbeda dengan anak mbarep yang cukup dijelaskan dengan ringkasan, flowchart  atau mindmap, anak ragil ini harus dijelaskan dengan kata-kata. Semua urusan harus diselesaikan dengan 'rembugan'. 

Hasilnya, meski dengan menahan isak tangis dia menulis sesuai dengan apa yang saya sarankan. Bahkan dia meminta masukan apakah kalimat petunjuk pertama sampai ke-4 yang dia buat sudah benar atau belum. 


***

Berdasarkan hasil pengamatan dua hari ini, kesimpulan sementara anak mbarep memiliki gaya belajar visual dan anak ragil memiliki gaya belajar auditori.

Dan saya harus mempelajari cara mendampingi belajar yang benar berdasarkan gaya belajar mereka masing-masing.

Masya Allah, benar-benar kita itu tidak boleh sombong sebagai orang tua ya. Merasa sudah mengetahui segalanya tentang anak, membuat kita malas belajar.

Padahal semakin kita belajar, semakin kita tahu betapa ilmu yang kita punya itu masih seujung kuku.

Semangat belajar ibu-ibu semua.


#harike2 #tantangan10hari #gamelevel4 #gayabelajaranak #kuliahbunsayiip #institutibuprofesional

#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday34
#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday12
#MenulisAsyikdanBahagia #PerempuanBPSMenulis #15HariBercerita #HariKe1

2 comments: