Saturday 17 February 2018

Secercah Harapan Menepis Perilaku Menyimpang

📷 source: pinterest
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) semakin sering saja beritanya wara wiri di depan mata, baik di televisi maupun sosial media. Hal yang membuat saya ternganga adalah sekarang mereka yang memiliki perilaku menyimpang sudah semakin bangga dengan kesalahannya. Entah bagaimana sejarahnya sampai kini mereka percaya diri untuk menunjukkan pada khalayak kalau mereka adalah pelaku LGBT.

Mungkin kalau kita mau menoleh ke belakang yang namanya wadam alias wanita adam atau bencong itu sudah ada sejak jaman kita kecil. Tapi dulu keberadaan mereka masih menjadi pencilan di antara populasi penduduk negara kita. Mereka masih malu untuk muncul apalagi diketahui orang kalau mereka menyimpang. Rudi Agung P, seorang jurnalis yang membuat tulisan "Menelisik Perjalanan LGBT di Indonesia", menyebutkan bahwa LGBT sudah ada sejak dekade 60-an. Lalu, ia berkembang pada dekade 80-an, 90-an, dan meledak pada era milenium 2000 hingga sekarang. 

Bertambah banyaknya jumlah pelaku LGBT ini sekarang bagaikan berkembangnya jamur di musim hujan. Sikap permisif yang diberikan atas nama kemanusiaan membuat para pelaku LGBT tak sungkan lagi untuk unjuk gigi. Bahkan sekarang sudah ada 200-an organisasi yang menaungi mereka dan sudah tersebar di sekuruh pelosok nusantara. Semakin banyaknya organisasi ini membuat mereka lebih percaya diri menunjukkan eksitensi.

Para pelaku LGBT ini mengatasnamakan Hak Asasi Manusia untuk melegalkan sikapnya. Padahal mereka harus ingat bahwa seks menyimpang menyalahi fitrah manusia, norma dan agama. Hal ini jelas harus dicegah perkembangannya dan disembuhkam penyimpangannya. 

Saya sebagai ibu tentunya sangat khawatir melihat kejadian ini. Apalagi dari banyak berita yamg saya baca, pelakunya bukan hanya remaja tapi juga orang-orang dewasa yang dalam kesehariannya baik-baik saja, mapan, sopan dan tampak cerdas juga ada yang terjangkit virus perilaku menyimpang. 

Kondisi maraknya LGBT tentunya membuat saya berpikir bagaimana nasib anak-anak saya nanti, apa yang harus saya lakukan untuk melindungi mereka dari marabahaya ini. Apakah ketika mereka remaja nanti kondisinya akan semakin menjadi ataukah sudah bisa teratasi?

Pertanyaan saya itu ternyata mendapatkan jawaban. Setahun terakhir saya bergabung dalam komunitas Institut Ibu Profesional dan hari ini saya juga baru bergabung dalam komunitas Keluarga Kita. Dua komunitas ini menekankan benar bahwa pendidikan utama dan pertama seorang anak adalah keluarga. 

Dari dua komunitas ini saya merasakan adanya secercah harapan. Banyak ibu-ibu, bapak-bapak bahkan teman-teman yang masih jomblo semangat untuk belajar bersama tentang pola asuh yang baik terhadap anak. Bagaimana cara melakukan komunikasi efektif dengan pasangan dan anak, bagaimana cara mengelola emosi, bagaimana cara membentuk karakter baik pada anak, bagaimana mengajarkan kemandirian pada anak dan lain sebagainya. Intinya adalah bersama-sama menjadikan anak-anak kita generasi penerus yang terbaik terutama dari segi karakternya. 

Komunitas-komunitas ini memberi bekal pada orang tua untuk terus menjadi pendamping terbaik bagi anak-anaknya. Baik atau tidaknya seorang anak ditentukan oleh pendidikan keluarganya. Komunitas-komunitas ini tersebar di seluruh Indonesia dan keduanya menekankan pada anggotanya untuk menebarkan virus positif tentang pola asuh anak yang baik kepada lingkungan sekitar. 

Bayangkan kalau di kota tempat tinggal saya saja ada 20-an orang yang bergabung dan belajar bersama dalam komunitas-komunitas ini. Lalu, masing-masing menularkan satu saja ilmu yang didapatkan pada lingkungan sekitarnya maka berapa besar efek perbaikan generasi berikutnya yang bisa dihasilkan? 

Dari sini saya mulai merasa percaya diri untuk berharap bahwa nantinya akan ada peradaban baru yang tercipta dari keluarga-keluarga pembelajar ini. Ada secercah harapan yang mulai disemai oleh para pembelajar dalam berbagai komunitas positif untuk menciptakan generasi penerus yang unggul, berakhlak baik dan memiliki karakter handal dan kuat untuk menepis virus perilaku menyimpang. 

Tulisan ini diikutkan dalam postingan tematik Februari 2018 pada Blogger Muslimah


#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday47
#onedayonepost #ODOPbatch5 #ODOPday26
#PerempuanBPSMenulis #MenulisAsyikdanBahagia #15haribercerita #harike15
#postingtematik #februari2018 #bloggermuslimah

28 comments:

  1. Keren, mak.
    Masalah besar ini.

    ReplyDelete
  2. Tidak ada menu "like" untuk artikel. Coba bikin, mak.

    ReplyDelete
  3. Lingkungan keluarga adalah pondasi pendidikan anak sejak dini. Yang keluarganya baik aja kadang masih terpapar perilaku menyimpang, apalagi yang keluarganya berantakan. Naudzubillahi min dzalik. Semoga kita dijauhkan dari ha-ha demikian. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mbak, dan keluarga adalah benteng utama. Kalau tidak diusahakan dari dalam akan lebih parah lagi nanti

      Delete
  4. Lingkungan keluarga adalah pondasi pendidikan anak sejak dini. Yang keluarganya baik aja kadang masih terpapar perilaku menyimpang, apalagi yang keluarganya berantakan. Naudzubillahi min dzalik. Semoga kita dijauhkan dari ha-ha demikian. Aamiin

    ReplyDelete
  5. Pingin gabung komunitas itu Bun :) dengan bergaul dengan orang baik peluang untuk terjerumus hal-hal seperti ini mungkin akan lebioh kecil ya. semoga kita dan anak2 kita kelak dijauhkan dari perilaku-perilaku menyimpang ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Setidaknya kita sudah berusaha memberi bekal terbaik dan mendampingi anak dengan cara yang terbaik pula mbak. Menjadi orang tua gak ada sekolahnya. Jadi komunitas-komunitas baik seperti ini yang saya jadikan sarana belajar. Bisa buka instgram @keluargakitaid dan @institutibuprofesional. Facebook fanpage: Institut Ibu Profesional.

      Delete
  6. Keluarga adalah harapan terbesar untuk menepis perilaku menyimpang ya, Mbak. Semoga setiap orang tua menyadari peran besar ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul mbak, keluarga adalah benteng pertama dan utama.

      Delete
  7. naudzubillah, mereka pakai bilang HAM padahal udah jelas menyimpang :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu dia mbak, padahal sudah jelas menyalahi fitrahnya sebagai manusia.

      Delete
  8. Semua berawal dari keluarga.. bagaimana kita dididik dalam lingkungan keluarga..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul pendidik pertama dan utama adalah keluarga

      Delete
  9. Iya, sebenarnya pijakan pertama memang di keluarga sih. Kalau keluarganya care, insyaAllah dimanapun anak akan merasa safe. Karena dia punya pegangan agama, juga orang tua yang menyayangi mereka

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan keluarga akan menjadi penjaga utama

      Delete
  10. Yes mbak, ortu zaman now harus banyak belajar agak bisa menumbuhkan generasi berkualitas baik akhlak maupun intelektual nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, belajar dan terus mengikuti perkembangan jaman

      Delete
  11. Yes mbak, orang tua zaman now memang harus banyak belajar agar menumbuhkan genarasi berkualitas

    ReplyDelete
  12. Benar Mba. Keluarga memiliki peran penting. Oleh karena itu sebagai orang tua perlu senantiasa belajar dan menambah wawasan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak orang tua harus terus upgrade ilmu dan wawasannya.

      Delete
  13. Barakallah Mba, semoga kita bisa menjadi orangtua shalih yang bisa menjaga generasi kita. aamiin..

    ReplyDelete
  14. komunitas apa itu bun, keluarga kita. saya yang tahu cuma IIP

    ReplyDelete
    Replies
    1. Komunitas keluarga kita adalah komunitas yangvmisinya hampir sama dengan IIP. Intinya menyebarkan ilmu tentang pola asuh yang baik demi perbaikan masa depan anak-anak kita nanti. Bisa dilihat di IG @keluargakitaid atau di web keluargakita

      Delete
  15. benar banget bu selalu saja para pelaku bersembunyi dibalik kata HAM , mereka lupa seandainya boleh berasaskan ini , maka para dokter lah yang paling depan untuk melempar suara

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah betul, itu dia. Selama ini mereka bersembunyi dibalik kata HAM, tapi tidak paham HAM itu bukan berarti jalan untuk mengizinkan semua orang berbuat semaunya. Adanya aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat gunanya untuk memilah-milah itu.

      Delete
  16. Bener mba, menjadi orang tua itu sejatinya harus banyak belajar tentang pola asuh. Semoga anak-anak kita terus terlindungi ya mba

    ReplyDelete