Saturday 27 January 2018

Fenomena 'Si Anak Sapi'



Selamat pagi dari 'si anak sapi'.

Ditengah hiruk pikuk kehebohan teman-teman sejawat yang terkena 'virus anak sapi', saya sempat penasaran. Ada rasa ingin tahu, ada rasa pengen nyicip kecantikan 'si anak sapi'. Tapi oh tapi rupanya saya tidak cukup sabar untuk mengikuti arus disana. Pernah tiga kali mencoba momen 'rebutan' itu, hasilnya nihil.

Momen rebutan itu mirip seperti momen ujian. Deg-degan, keringat dingin dan hasilnya gak lulus. Salut sekali dengan teman-teman yang bisa menikmati momen itu. Saya belum bisa menemukan nikmatnya berburu 'si anak sapi'.

Marketing dengan sistem 'rebutan' seperti ini bukan hanya ditemukan di tempat 'si anak sapi' saja. Dulu saya sudah mengenal sistem ini pada salah satu brand hijab dan juga baju. Saya pernah mencoba dan berhasil, itupun ketika brand-brand itu belum memiliki penggemar sebanyak sekarang. Biasanya memang yang memberlakukan sistem marketing semacam ini adalah brand dengan kualitas bagus di kelasnya. Dan yang pasti mereka memiliki penggemar fanatik. Setidaknya itu yang saya amati. Penggemar fanatik ini biasanya memiliki koleksi satu brand tersebut dalam jumlah yang membuat kita tercengang. Tapi seperti kata orang, hobi itu tidak bisa dijelaskan atau diberi alasan apapun tentang segala fenomenanya.

Nah, masih cerita di brand terkenal 'si anak sapi' ini, ada kejadian lucu. Saya ditawari untuk mengadopsi anak sapi milik teman. Wah saya sudah bahagia nih. Tapi karena masih belum sempat menjawab pesannya, saya baru membalas beberapa jam kemudian. Setelah saya balas pesannya, dia menjawab kalau sudah sold out itu 'anak sapi' dalam waktu lima menit saja. Hehe ... ternyata saya ke GR an. Saya kira cuma saya saja yang ditawari untuk adopsi. Kecewa? Iya, sempat kecewa waktu itu. Sampai saya langsung mengulik lebih jauh tentang fenomena virus 'anak sapi: ini pada teman yang juga penggemar berat.

Saya pun cerita pada Pak Bojo tentang kehebohan virus ini. Beliau akhirnya mengajak saya ke outlet 'anak sapi' yang ada di Warungasem, Batang. Brand  Brawny Leather ini mempunyai kualitas bagus sebenarnya dan ownernya telaten. Dia mau menerima pembuatan produk sesuai pesanan. Hasilnya rapi dan memuaskan kata Pak Bojo, sang customer. Sayangnya dari sisi marketing belum bisa 'berlari' seperti brand lain. Sang owner masih mengandalkan pameran untuk pemasarannya. Kalau saya punya jiwa bisnis tinggi mungkin saya akan mengajukan diri untuk menjadi online marketing beliau. Sayangnya saya belum ada niat untuk berbisnis. Nah, kunjungan ini menghasilkan satu anak sapi yaitu dompet hitam dan dompet coklat untuk Pak Bojo. 

'Si anak sapi' kedua saya dapatkan saat ulangtahun kemarin. Pak Bojo memberi kejutan berupa Pouch Ningrum dari brand Aira. Saya jadi malu, karena memang beberapa waktu terakhir saya ketahuan stalking beberapa brand 'si anak sapi'. Pak Bojo sering berkata, "Kalau pengen beli aja gpp kalau memang kualitasnya bagus. Daripada stres rebutan-rebutan segala."

Untuk brand Aira ini saya mendapat rekomendasi dari teman. Katanya, dengan kualitas sama bagusnya dengan brand ternama yang pake rebutan itu, harga Aira termasuk oke. Meski Pak Bojo sudah berkali-kali bilang, "Beli aja.", tetep aja ya yang namanya emak-emak masih mikir dua kali. Itung-itung dulu stok kebutuhan dapur udah penuh belum. Haha ...

Trus masih penasaran gak sama brand rebutan itu?

Masih. ✌️🤗😉

@30haribercerita #30haribercerita #30hbc #30hbc2018 #30hbc1827 
#odopfor99days #odopfor99days2018 #odopday27
#onedayonepost #ODOPbatch5 #odopday6

4 comments:

  1. Saya ha ngerti sama si anak sapi... Kudet :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe lagi heboh-hebohnya mbak di lingkungan kerja saya. Trend aneka tas leather alias kulit sapi yang lebih sering disebut anak sapi.

      Delete
  2. Tas kulit memang menarik,bahkan untuk brand tertentu teman menyatakan mengkoleksi karena harga jual 2ndnya pun tetap tinggi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sepertinya memang gitu ya mbak. Ada barter di komunitas mereka.

      Delete